Tabel    3.11  Produksi  perikanan    budidaya  tambak  di  Pesisir  Teluk  Banten  ton tahun  2005
– 2014
No Tahun   Produksi Udang
Ikan dan Kepiting
Rumput Laut
Jumlah Total
Komoditas Windu
Vaname Putih
Api- Api
Jumlah 1
2005 54,7
8,00 150,9
258,2 213,6
2.444,9 -
2.444,9 2.658,5
2 2006
57,0 -
158,0 298,0
513 2.699
- 2.699
3.212 3
2007 60,0
- 176,9
316,0 552,9
2.788 -
2.788 3.340,9
4 2008
63,53 -
167,0 334,8
565,3 2.954,0
- 2.954,0
3.519,4 5
2009 66,7
- 186,2
352,1 605,2
3.109.4 -
3.109.48 3.714,7
6 2010
85,0 -
105,0 173,0
363 2.297
40.407 42.704
43.067 7
2011 99,0
158,0 106,0
146,0 509
3.499,9 40.143,3
43.643,3 44.152,3
8 2012
109,0 161,0
108,0 158,0
536 3.499,4
38.299,3 41.799,2
42.335,2 9
2013 128,0
414,5 175,0
265,0 982,5
4.702,8 38.055,0
42.757,8 43.740,3
10 2014
192,00 461,62
110,00 162,00
925,62 4.925.05
41.450 46.375,0
47.300,6
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten 2015
Gambar 3.7  Grafik produksi udang di pesisir Teluk Banten.
4  EVALUASI  KESESUAIAN  LAHAN  BUDIDAYA  UDANG  DI  PESISIR TELUK BANTEN INDONESIA
ABSTRAK
Budidaya  udang  di  tambak  yang  kurang  tepat  akan  menyebabkan  in efisisensi  dan  tidak  efektif  dalam  operasionalnya.  Penelitian  ini  bertujuan  untuk
mengevaluasi  kesesuaian  lahan  untuk  budidaya  udang.  Penelitian  dilakukan  di pertambakan  pesisir  Teluk  Banten,  Provinsi  Banten  Indonesia.  Parameter  yang
diukur  mencakup:  1  kualitas  air,  meliputi  pH  air,  suhu,  salinitas,  kelarutan Oksigen DO, BOD
5
, COD, TSS, Ammonia NH , Fe, pasang surut; 2 kualitas tanah meliputi pH tanah, tekstur tanah, potensial redoks, KTK, unsur hara K, Ca,
Mg,  Fe,  Ni;  dan  3  pendukung  budidaya  udang  meliputi  infrastruktur ketersediaan jalan dan listrik, jarak dari laut, jarak dari sungai dan curah hujan.
Metoda yang digunakan adalah evaluasi melalui pembobotan dan skoring weight linier  combination.  Pembobotan  dilakukan  dengan  metode  perbandingan
berpasangan  pairwise  comparison.  Selanjutnya  dilakukan  tumpang  susun  peta overlay  terbobot  untuk  menentukan  tingkat  kesesuaian  lahan.  Hasil  penelitian
menunjukkan  bahwa  dari  total  wilayah  analisis  seluas  5.028,3  ha,  terdapat  dua kelas  kesesuaian  untuk  budidaya  tambak  yaitu  kelas  sangat  sesuai  S1  seluas
141,7 ha 2,8  dan kelas sesuai S2 seluas 4.886,6 ha 97,2 .
Kata kunci: parameter lingkungan, pembobotan, overlay. 4.1
Pendahuluan
Pembangunan  di  kawasan  pesisir  lebih  pesat  dibandingkan  di  wilayah daratan  lainnya,  sehingga  sering  mangakibatkan  kontradiksi  berbagai
kepentingan.  Pembangunan  di  pesisir  Teluk  Banten  untuk  perindustrian, perikanan,  pemukiman,  pertanian,  cagar  alam  dan  pelabuhan  telah  menyebabkan
perubahan  kualitas  air,  tanah  dan  lingkungan.  Pertambahan  penduduk, perkembangan industri, transportasi dan perkembangan berbagai sektor lain yang
memanfaatkan  sumberdaya  alam  yang  terbatas  telah  mengakibatkan  pergeseran pemanfaatan  lahan  yang  berdampak  negatif  terhadap  lingkungan  secara  ekologi,
sosial, ekonomi, dan keamanan Kholil, Komala 2015. Areal pertambakan pesisir Teluk Banten telah berkurang terutama di kawasan barat, yang telah beralih fungsi
menjadi  pelabuhan,  indutri,  pembangkit  listrik,  dan  aktivitas  lainya.  Saat  ini, tercatat  lebih  dari  351  industri  yang  secara  langsung  maupun  tidak  langsung
memberikan  dampak  terhadap  lingkungan  pesisir  pesisir  Teluk  Banten.  Luas tambak  di  Teluk  Banten  pada  tahun  1995  adalah  8.505  ha  dan    saat  ini  yang
digunakan  untuk  budidaya  udang  adalah  5.028,3  ha,  akibat  pencemaran lingkungan,  sosial  dan  ekonomi.  Dampaknya,  produksi  budidaya  udang  telah
mengalami  penurunan  akibat  perubahan  daya  dukung  lahannya.  Jika  pada  tahun 1992  luas  areal  budidaya  udang  adalah  sekitar  1200  ha  dan  mampu  berproduksi
tidak kurang dari 6.000 tontahun, namun tahun 2015 luas tersebut tinggal sekitar 90  ha.  Kondisi  ini  disebabkan  oleh  penurunan  kualitas  lingkungan,  sosial  dan
budaya. Penurunan produksi tersebut telah menyebabkan kehilangan devisa paling
tidak  senilai  487,2  milyar  rupiah.  Kerugian  ini  belum  termasuk  multiplier  effect kerugian akibat berkurangnya kegiatan budidaya udang di Teluk Banten Farchan
2008.  Kondisi  ini  tentu  merugikan  masyarakat,  terutama  petani  tambak  yang menggantungkan  tambak  sebagai  mata  pencaharian.  Apabila  dikembangkan
dengan baik,  wilayah pesisir dapat  dikembangkan untuk  perikanan budidaya dan mempunyai  prospek  yang cukup  cerah. Pengembangan tersebut  dapat  memenuhi
kebutuhan  protein,  disamping  pengembangan  aspek  sosial,  ekonomi  dan pemenuhan lapangan kerja Hossain, Das 2010.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk merevitalisasi lingkungan di kawasan pesisir adalah melalui analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan
sistem  informaasi  geografis  Adiprima  dan  Sudradjat  2014.  Analisis  tersebut berguna  sebagai  alat  untuk  pemilihan  lokasi,  yang  merupakan  kunci  sukses
budidaya  perikanan  Hossain  et  al.  2009.  Kesesuaian  lahan  adalah  kecocokan adaptability suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan tertentu. Kesesuaian lahan
fisik  adalah  kesesuaian  lahan  yang  didasarkan  atas  faktor-faktor  fisik,  sementara kesesuaian  lahan  ekonomi  memperhatikan  pula  faktor  ekonomi  Hardjowigeno,
Widiatmaka  2007.  Deliniasi  lahan  yang  sesuai  untuk  suatu  kegiatan  budidaya termasuk  tambak  udang,  merupakan  bagian  dalam  perencanaan  pengembangan
pertambakan  air  payau  Widiatmaka  et  al.  2015.  Tujuan  penelitian  ini  adalah untuk  melakukan  mengevaluasi  kesesuaian  lahan  untuk  budidaya  udang  di
kawasan pesisir Teluk Banten, Indonesia.
4.2 Metodologi Penelitian
Lokasi dan waktu penelitian telah dijelaskan pada bab 2.
4.2.1 Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan melalui pengukuran lapangan, analisis citra dan peta  dan  analisis  laboratorium  terhadap  parameter  kualitas  air,  tanah  dan
infrastruktur.  Data  sekunder  diperoleh  dari  telaah  kepustakaan.  Parameter  yang diukur  :  1  kualitas  air,  meliputi  suhu,  salinitas,  oksigen  terlarut,  pH,  BOD ,
COD, TSS, amonia, Fe dan pasang surut; 2 kualitas  tanah, meliputi pH, tekstur tanah  pasir,  debu,  liat,  potensial  redoks,  kapasitas  tukar  kation  KTK,  unsur-
unsur  hara  K,  Ca,  Mg  dan  Fe,  kemiringan  lereng  dan  elevasi,  3  parameter pendukung, terdiri dari ketersediaan infrastruktur, jarak dari sungai dan jarak dari
laut.  Pengambilan  data  dilakukan  di  24  titik  yang  tersebar  di  pertambakan  di kawasan penelitian. Alat dan bahan yang digunakan mencakup test kit, pH paper,
refraktometer,  sechi  disc,  thermometer,  palang  ukur  pasang  surut  dan  alat  uji  air dan tanah di laboratorium.
Berbagai  faktor  berpengaruh  terhadap  tingkat  kesesuaian  lahan  untuk budidaya  tambak  udang  Mustafa  2009.  Beberapa  yang  berpengaruh  antara  lain
adalah  kualitas  tanah  dan  air  Wahyudi  et  al.  2013.  Kualitas  air  seperti  suhu, kecerahan, pH air, salinitas, pasang surut, oksigen terlarut DO-dissolved oxygen,
Nitrat  dan  Fosfat  berpengaruh  terhadap  tingkat  kesesuaian  untuk  budidaya tambak. Kualitas tanah seperti tekstur tanah, kadar unsur hara dan pH tanah serta
beberapa  aspek  fisik  seperti  kelerengan,  elevasi  tambak  berpengaruh  pula terhadap  kesesuaian.  Ristiyani  2012  menyatakan  bahwa  variabel  yang
mempengaruhi kesesuaian mencakup kelerengan lahan di wilayah pesisir, tekstur tanah,  pH  tanah,penggunaan  lahan,  curah  hujan,  aksesibilitas,  jarak  lokasi  dari
sungai  dan jarak lokasi dari laut. Widiatmaka  et al. 2015 melakukan penelitian yang mengintegrasikan  parameter  yang  terdiri dari karakteristik  lahan, topografi,
kualitas  air  dan  infrastruktur.  Hossain,  Das  2010  menggunakan  indikator parameter  kualitas  air,  kualitas  tanah  dan  infrastruktur  tertentu  untuk  evaluasi
kesesuaian  lahan  untuk  tambak.  Dalam  penelitian  ini,  evaluasi  kesesuian  lahan untuk  tambak  akan  dimulai  dengan  penetapan  standard  kualitas  air,  tanah  dan
parameter  pendukung  budidaya  udang.  Data  yang  diperoleh  dari  hasil pengumpulan  data  dibandingkan  dengan  standar  kesesuaian  lahan  untuk
menentukan tingkat kesesuian lahan untuk tambak.
4.2.2 Metoda Analisa
Evaluasi  lahan  pada  dasarnya  adalah  membandingkan  pesyaratan  yang diminta oleh suatu tipe penggunaan lahan  yang  akan diterapkan. Evaluasi  lahan
secara tidak langsung pada dasarnya dimulai dari identifikasi ciri tanah dan sifat- sifat  lokasi  site  yang  mempengaruhi  keberhasilan  budidaya  Sitorus  1985;
Hardjowigeno,  Widiatmaka  2007.  Beberapa  variabel  analisa  kesesuaian  lahan antara  lain  kelerengan  lahan  di  wilayah  pesisir,  tekstur  tanah,  pH
tanah,penggunaan  lahan,  curah  hujan,  aksesibilitas,  jarak  lokasi  dari  sungai  dan jarak  lokasi  dari  laut  Ristiyani    2012.  Sedangkan  Hossain,  Das  2010
menggunakan  indikator  parameter  kualitas  air,  kualitas  tanah  dan  infrastruktur tertentu.
Analisis spasial dengan Sistem Informasi Geografis GIS dapat digunakan untuk  penentuan  kesesuaian  lahan  budidaya  tambak  Pantjara  et  al.  2006;
Ratnawati  2014;  Widiatmaka  et  al.  2015.  Berbagai  penelitian  terdahulu  untuk melakukan  evaluasi  kesesuaian  lahan  telah  dilakukan.  Videira  et  al.  2012
meneliti  kesesuaian  pembangunan  maritim  dengan  didasarkan  pada  stakehoders. Adiprima  dan  Sudradjat  2015  menggunakan  SIG  untuk  penelitian  di  pesisir
Pangandaran, Jawa  Barat  yang dibagi  peruntukannya menjadi  perikanan  tambak, kawasan  konservasi  dan  permukiman.  Store,  Kangas  2001  menggunakan  GIS
untuk  evaluasi  kawasan  konservasi  Riqqi,  Nganro  2015  menggunakan  metoda pembobotan  dan  SIG.  Syaugy  et  al.  2012  menggunakan  SIG  untuk
mengintegrasikan 2 parameter kualitas air, 3 parameter kualitas tanah dan 3 faktor pendukung.
Penilaian  kesesuaian  lahan  yang  dikembangkan  pada  penelitan  ini menggunakan  SIG  didahului  dengan  penggambaran  model  ekosistem  pesisir.
Kesesuaian  dapat  digambarkan  dalam  lima  kelas  yaitu  kelas  S1  sangat  sesuai, highly  suitable,  kelas  S2  cukup  sesuai,  moderately  suitable,  kelas  S3  sesuai
marginal, marginally suitable, kelas N  tidak sesuai pada saat ini, currently not suitable,  dan  kelas  N   tidak  sesuai  selamanya,  permanently  not  suitable
Hardjowigeno, Widiatmaka 2007.
Dalam penelitian ini, digunakan metoda pembobotan melalui perbandingan tingkat  pengaruh  berdasarkan  pendapat  pakar  untuk  memilih  prioritas.  Proses
hierarki  analitik  AHP  dapat  digunakan  untuk  menentukan  bobot  kriteria Widiatmaka  et  al.  2015    Jumlah  parameter  air  dan  tanah  serta  pendukung
budidaya  udang  yang  digunakan  adalah  sebanyak  24  parameter.  Metoda perbandingan  berpasangan  digunakan  untuk  mendapatkan  skor  tingkat  pengaruh
kesesuaian  lahan.  Selanjutnya,  dilakukan  pengolahan  tumpang  tindih  overlay dengan aplikasi  peta untuk mendapatkan hasil kesesuaian lahan budidaya udang.
Gambar  4.1  menjelaskan  mekanisme  analisa  kesesuaian  lahan  yang  digunakan dalam penelitian ini. Penentuan kriteria tingkat kesesuaian lahan tambak budidaya
udang didasarkan pada berbagai pendapat para pakar dan studi kepustakaan.
4.2.3 Alat dan bahan
Alat yang digunakan untuk penelitian disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1    Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian
Nomer Bahanalat
Jumlah Parameter
1. Thermometer
5 buah Suhu °C
2. Refrakto salinometer
5 buah Salinitas ppt
3. DO test Kit
5 buah DO ppm
4. NO  test kit
5 buah NO  ppm
5. Sechi dish
5 buah Kecerahan Cm
6. pH Meter lakmus
5 buah pH
7. Test Kit H S
5 buah H S ppm
8. Meteran
5 buah Panjang, luas m
9. Spektrofotometer
2 buah Alat ukur
10. GPS  global  position
system 5 buah
LS, BT 11.
Gravimetric 5 buah
Total  padatan  terlarut ppm
12. Peta
kawasan pertambakan  dan  daerah
sekitar Teluk Banten 5  buah
13. Penggaris papan skala
5 buah Elevasi, pasut
Bahan  yang diperlukan antara lain: a.  Citra satelit Geo Eye, diunduh dari www. Google.commaps.
b.  Peta administrasi Teluk Banten. c.  Data hasil pengukuran kualitas air dan tanah di lapangan.
Metoda  pengukuran  dan  penggunaan  alat  dilaksanakan  sesuai  dengan  standard operasional  prosedur  SOP  masing-masing  alat.  Tabel  4.2  menjelaskan  tentang
teknik dan pengukuran paremeter fisika dan kimia.
4.2.4  Stasiun pengamatan
Lokasi  yang diamati dan diukur tersebar di seluruh kawasan pertambakan Teluk  Banten.  Hamparan  pertambakan  mempunyai  kondisi  yang  hampir  sama
dalam  semua  kawasan,  sehingga  titik  pengamatan  ditentukan  dengan  metode purposive  sampling  berdasarkan  karakteristik  lingkungan  dan  kondisi  budidaya
tambak.  Jumlah  stasiun  pengamatan  yang  digunakan  sebanyak  24  titik.  Untuk memudahkan  dalam  menentukan  stasiun,  digunakan  peta  rupa  bumi  RBI  skala
1:25.000.  Peta  RBI  yang  digunakan  mencakup  nomor-nomor  lembar  1110-311, 312,  321  dan  1109-633,  634,  643.  Lahan  pengamatan  mulai  dari  desa  Banten
dengan titik koordinat 05°57ˊ13˝  LS 106°6ˊ6˝  BT  sampai sungai Ciujung desa Tengkurak yang terletak di  koordinat 05°57ˊ48˝ LS 106°21ˊ26˝ BT. Pengukuran
dan pengambilan sample air dan  tanah dilakukan pada titik koordinat yang telah