Metodologi Penelitian 1 Bahan dan Metoda

1. Untuk mengukur ketinggian air digunakan bilah bambu yang telah diberi skala. Sedangkan mengukur panjang digunakan tali yang juga sudah diberi skala. Kegiatan ini bisa dilakukan oleh dua atau hanya satu orang. 2. Pada tahap awal menentukan titik nol zero datum di pantai. Posisi ini adalah titik di pantai yang merupakan garis air laut pada saat surut terendah. Jarak dari pantai diukur dengan menggunakan tali yang berskala. 3. Pada saat surut terendah dicari titik air yang mempunyai kedalaman 1 m dan tidak terpengaruh turbulensi air laut. Pada konsisi air ini merupakan tempat proses purifikasi air laut sebelum digunakan kembali untuk pemeliharaan udang dipetakan tambak. 4. Jarak dari titik nol di ukur sampai titik tinggi air 1 m dengan menggunakan tali. 5. Pengukuran ke arah titik ketinggia 1 m harus tegak lurus dengan pantai. Untuk itu digunakan segitiga siku – siku dengan rumus Phytagoras yaitu jumlah kuadrat garis miring sama dengan sudut siku – sikunya. Untuk itu panjang sisinya berbanding 3 : 4 : 5. Pemasangan titik digunakan bambu dan sisi segitiga digunakan tali. Titik A dan B sejajar dengan pantai dan titik C merupakan titik yang mengarah pada titik nol. Gambar 5.3 menjelasakan ilustrasi penentuan garis lurus dengan pantai sebagai sumbu absis. A B C 3 4 5 Pantai Titik Nol Tinggi air laut 1m surut rendah Gambar 5.1 Garis lurus dari pantai sampai titik ketinggian air 1 m saat surut terendah 6. Mengukur jarak dari titik nol sampai titik pada kedalaman air 1 m. Gambar 5.4 menjelaskan ilustrasi ukuran dan bidang bangun pengukuran ketersediaan air di laut. Gambar 5.2 Bangun bidang pengukuran di laut 1 Mengukur penampang luas bidang A Data lapangan seperti pada gambar 3 dan 4. Tinggi air di titik nol : 0,95 m. Tinggi air di pantai 0,6 m. Panjang dari pantai sampai ketinggian air 1 m surut terendah pada saat surut terendah adalah 340 m. Sehingga membentuk bangun persegi panjang. Luas persegi panjang 0,6 x 340 m = 204 m². 2 Mengukur penampang luas bidang B. Bangun B ini berbentuk segitiga. Untuk itu luas penampang B adalah 340 m x 0,5 x 1,35 = 0,675 x 340 = 229,5 m². Jadi total luas panampang rata – rata adalah 229,5 + 204 m2 = 433,5 m². Panjang pantai daerah pesisir pertambakan adalah 36.750 m. Volume air pantai yang tersedia = 36.750 m x 433,5 m² = 15.931,12 m³. Teluk Banten terjadi pasang campuran yang lebih rendah sehingga potensi volume air 1,2 kali pasang. Jadi volume air pantai = 1,2 x 20.065.500 m = 19.117,35 m³. Volume tersebut memberikan ukuran volume limbah tambak yang dapat didukung sebesar 19.117,35 m³ yang juga berarti volume air laut suplai budidaya di tambak sebesar 19.117,35 m³. Berdasarkan Prasita et al. 2008, maka luas tambak intensif yang dapat didukung sebesar 191,17 ha atau sebesar 3,8 . 3 Estimasi potensi produksi Jenis komoditas udang yang dipelihara di pesisir teluk banten adalah udang windu dan udang vaname. Produksi pemeliharaan intensif udang windu satu tahun 3 siklus adalah 12 tonhatahun, udang vaname 24 tonhatahun. Sehingga rata- rata produksi adalah 36:2 = 18 tonhatahun. Target produksi maksimum apabila dikelola secara intensif dalam satu musim tanam diasumsikan 18 tonhatahun. Jadi daya dukung maksimum perairan tersebut adalah 18 tonha x 191,17 ha = 3.441,06 ton th. Apabila teknologi semi intensif dengan kapasitas produksi pemeliharaan semi intensif udang windu tiga kali panen adalah 5,1 tonhatahun , udang vaname 12 tonhatahun maka rata- rata produksi adalah 17,1:2 = 8,55 tonhatahun. Perbandingan intensif : semi intensif = 36 : 8,55 = 4,21. Dengan demikian luas tambak semi intensif menjadi 191,17 ha x 4,21 = 804,82 ha atau sebesar 16 . Apabila dikelola secara ekstensif maka target produksi sebesar 853 kghaMT, maka luas tambak 191,17 ha x 18.000 : 853 = 191,17 ha x 21,1 = 4.033,68 ha atau sebesar 80,1 . Jadi total lahan = 191,17 + 804,82 + 4.033,68 = 5.029,67 ha. Luas tambak pesisir Teluk Banten 5.028,3 ha, maka dapat dipetakan luas tambak teknologi ekstensif 4.033,68 ha; semi intensif 804,82 ha dan intensif sebesar 300,98 ha atau sebesar 3,8 . Penghitungan ini hanya mengandalkan jumlah ketersediaan air laut dan belum menghitung persediaan air tawar yang disediakan oleh sungai. Disamping itu kecepatan penguraian bahan organik oleh mikroba dan ketersediaan Oksigen. Teknologi tradisional atau ekstensif mempunyai dampak lebih berkelanjutan dari intensif, namun kebutuhan pangan semakin meningkat, sehingga produksi dapat ditingkatkan dan berkelanjutan. Salah satu upaya peningkatan daya dukung adalah meningkatkan ketersediaan air dan jumlah bakteri pengurai limbah sehingga sesuai dengan kualitas air untuk budidaya udang. Kajian teknologi sistem tertutup yang dilakukan oleh salah satu lembaga pendidikan tinggi di Teluk Banten mampu memproduksi udang sebanyak 12 ton per siklus dan satu tahun dapat berproduksi 3 kali sehingga mampu produksi 36 tonhatahun. Sistem ini tidak dilakukan penggantian air setiap hari, dan menambah air di petakan untuk mengganti air hilang karena penguapan dan bocoran dan shipon. Untuk meningkatkan daya dukung harus mempertimbangkan kebijakan, penataan ruang, pewilayahan dan rotasi komoditas Ahmad 2006, sosial McDowell, Hess 2012, teknologi akuakultur, SDM