Bentuk Komodifikasi pada Objek Karya Seni Grafis di Yogyakarta

56

BAB IV HASIL PENELITIAN: BENTUK, SEBAB, DAN PROSES KOMODIFIKASI

KARYA SENI GRAFIS DI YOGYAKARTA

A. Hasil Penelitian

1. Bentuk Komodifikasi pada Objek Karya Seni Grafis di Yogyakarta

Yogyakarta sebagai sebuah kota yang menjadi barometer kesenian dan rumah bagi para seniman rupa Indonesia telah banyak mengalami perubahan dinamika kehidupan sosial yang sangat kompleks. Berbagai ilmu pengetahuan umum, seni dan teknologi telah membaur menjadi satu yang khas dan unik di Yogyakarta, dinamika ini pada akhirnya menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis internasional dan domestik untuk sekedar menikmati keindahan kota Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata dunia. Di tengah membaurnya berbagai ilmu pengetahuan umum, seni dan teknologi ternyata muncul sebuah kecendrungan baru dalam dunia seni rupa Yogyakarta khususnya pada bidang seni grafis. Kehadiran seni grafis di Indonesia pada awal mulanya hanya digunakan para seniman dan tokoh-tokoh pejuang sebagai alat propaganda politik dalam bentuk poster-poster perjuangan. Sejalan dengan perkembangan dinamika sosial di Yogyakarta seni grafis mengalami perubahan yang sangat signifikan yang ditandai dengan berdirinya institusi seni seperti Akademi Seni Rupa Indonesia Yogyakarta saat ini dikenal dengan nama Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang telah membawa seni grafis masuk dalam wilayah keilmuan seni rupa dengan paham seni moderen. Seni grafis kemudian menjadi sebuah medium berekspresi para seniman- seniman akademisi di Yogyakarta. Perubahan seni grafis dari media propaganda menjadi media ekpresi pribadi dengan pertimbangan artistik ini menandakan munculnya proses komodifikasi pertama pada karya seni grafis konvensional di Yogyakarta. Terlihat adanya perubahan aspek tujuan pembuatan dan pesan yang ingin disampaikan seniman grafis dari karya-karyanya. Praktik komodifikasi karya seni grafis ini kemudian perpustakaan.uns.ac.id commit to user muncul kembali sekitar tahun 2008 yang dipelopori oleh seniman grafis AT. Sitompul, AC. Andre Tanama, Ariswan Adhitama dan Irwanto Lentho yang menciptakan sebuah karya monoprint. Keempat seniman tersebut melakukan proses komodifikasi pada karya seni grafis dalam aspek teknis cetak. Setiap karya yang diciptakan mengalami perubahan jumlah hasil cetakan menjadi satu edisi cetaktunggal dengan pencampuran berbagai macam teknis seperti printing, drawing, dan painting dalam satu karya. Praktik komodifikasi pada karya seni grafis ini ditandai dengan sebuah fenomena kemunculan karya-karya monoprint di wilayah Yogyakarta. Munculnya proses komodifikasi ini telah memperlakukan seni grafis layaknya sebuah karya lukis yang diciptakan dengan jumlah tunggal dengan tujuan mencapai nilai eksklusifitas sehingga meningkatkan nilai tawar dari karya grafis tersebut. Kemunculan-kemunculan praktik komodifikasi ini masih terus berjalan dengan berbagai aspek bentuk perubahan yang berbeda-beda. Sejalan dengan masuknya pengaruh-pengaruh informasi baru di Yogyakarta membuat keberadaan seni grafis mengalami metamorfosa baru, dimana para seniman grafis melakukan inovasi-inovasi yang bersifat ekperimental dari karya-karya grafis konvensional yang telah mereka ciptakan sendiri. Inovasi-inovasi ini memunculkan sebuah ide baru untuk memodifikasi ulang karya-karya seni grafis konvensional mereka keadalam sebuah medium baru seperti kaos, tas, emblem, kartu pos serta kalender yang dicetak secara masif. Bentuk-bentuk modifikasi yang dilakukan para seniman meliputi wilayah fisik dan non fisik dari karya grafis konvensionalnya. Secara fisik terjadi perubahan atau penyederhanaan dari aspek bentuk, warna dan ukuran sedangkan dari aspek non fisik terjadi perubahan tujuan penciptaan dan pesan dari karya seni grafis tersebut. Perubahan yang terjadi akibat adanya proses komodifikasi dari karya seni grafis di Yogyakarta dapat diamati secara detail dalam studi kasus beberapa karya-karya cetak tinggi dan cetak saring yang telah diciptakan oleh seniman Sri Maryanto, Bayu Widodo dan Muhamad Yusuf ke dalam media benda pakai. Karya-karya ketiga commit to user seniman ini kemudian dipilih dan direduksi dari beberapa karya berdasarkan objek penelitian yang dapat mewakili permasalahan dalam komodifikasi karya seni grafis di Yogyakarta. Secara detail hal ini dapat dilihat dalam tabel 1, 2 dan 3 berikut. Tabel 1. Perubahan Karya Grafis Sri Maryanto Sebelum dan Sesudah Proses Komodifikasi. No Sebelum Proses Komodifikasi Sesudah Proses Komodifikasi 1 Judul: Kissboy Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kertas Ukuran: 30cm x 20cm Tahun: 2008 Harga: Rp 1.000.000 – Rp 2. 000.000 Tujuan Pembuatan: Media berekspresi seni, media komunikasi untuk menyampaikan pesan idealisme Sri Maryanto, sebagai media untuk menjaga eksistensi dalam berkarya dan pameran. Judul: Kissboy Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kaos Ukuran: 30cm x 20cm Tahun: 2008 Harga: Rp 120.000 – Rp 150.000 Tujuan Pembuatan: Pemenuhan kebutuhan hidup dari karya sendiri, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karya Sri Maryanto dan memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Sri Maryanto dengan harga yang relatif lebih murah dari karya aslinya. 2 Judul: Malaikat Maut Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kertas Ukuran: 30cm x 20cm Judul: Malaikat Maut Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kaos Ukuran: 30cm x 20cm commit to user Tahun: 2008 Harga: Rp 1.000.000 – Rp 2. 000.000 Tujuan Pembuatan: Sebagai media berekspresi seni, media komunikasi pesan idealisme Sri Maryanto, dan sebagai media untuk menjaga eksistensi dalam berkarya dan Pameran. Tahun: 2008 Harga: Rp 120.000 – Rp 150.000 Tujuan Pembuatan: Pemenuhan kebutuhan hidup dari karya sendiri, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karya Sri Maryanto dan memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Sri Maryanto dengan harga yang relatif lebih murah dari karya aslinya. 3 Judul: Tan Malaka Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kertas Ukuran: 100cm x 80cm Tahun: 2008 Harga: Rp 1.000.000 – Rp 2. 000.000 Tujuan Pembuatan: Media berekspresi seni, menyampaikan pesan tentang jasa-jasa tokoh-tokoh pejuang Indonesia yang menjadi inspiasi Sri Maryanto, menjaga eksistensi dalam berkarya dan pameran. Judul: Tan Malaka Teknik: Silk screen Cetak Saring Media: Kaos Ukuran: +- 35cm x 20cm Tahun: 2008 Harga: Rp 120.000 – Rp 150.000 Tujuan Pembuatan: Pemenuhan kebutuhan hidup dari karya sendiri, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karya Sri Maryanto dan memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Sri Maryanto dengan harga yang relatif lebih murah dari karya aslinya. 4 Judul: Tirto Suyo Adi Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kertas Ukuran: 100cm x 80cm Judul: Tirto Suryo Adi Teknik: Silk screen Cetak Saring Media: Kaos Ukuran: +- 25cm x 25cm commit to user Tahun: 2008 Harga: Rp 1.000.000 – Rp 2. 000.000 Tujuan Pembuatan: Media berekspresi seni, menyampaikan pesan tokoh-tokoh pejuang indonesia yang menjadi inspiasi Sri Maryanto, menjaga eksistensi dalam berkarya dan pameran. Tahun: 2008 Harga: Rp 50.000 – Rp 75.000 Tujuan Pembuatan: Pemenuhan kebutuhan hidup dari karya sendiri, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karya Sri Maryanto dan Memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Sri Maryanto dengan harga yang relatif lebih murah dari karya aslinya. Berdasarkan tabel diatas pada poin nomor satu dan dua terlihat adanya perubahan fisik karya berupa media cetak, serta perubahan non fisik karya yang meliputi harga dan tujuan dari penciptaan karya seni grafis dari Sri Maryanto. Media cetak yang digunakan pada awalnya sebuah kertas berubah menjadi media kaos, sedangkan harga satu karya grafis yang awalnya sebesar Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 menjadi berubah sebesar Rp.120.000-Rp.150.000. Perubahan harga ini mengacu pada sumber pernyataan Sri Maryanto dalam wawancara 11122014 di media sosial yang menyatakan sebagai berikut. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Kemudian tujuan penciptaan karya yang awalnya hanya sebagai media berekspresi, dan media komunikasi untuk menyampaikan pesan idealime, sebagai media untuk menjaga eksistensi dalam berkarya kemudian berubah menjadi alat pemenuhan kebutuhan hidup, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karya Sri Maryanto dan memenuhi rasa keinginan memiliki publik terhadap karya Sri Maryanto. Disimpulkan bahwa karya-karya grafis Sri Maryanto pada poin satu dan dua telah mengalami perubahan dalam aspek fisik dan non fisik yang dapat diidentifikasi sebagai munculnya gejala komodifikasi. Pada poin tiga dan empat dalam karya Sri Maryanto terlihat adanya perubahan fisik karya yang meliputi aspek teknik, media, dan ukuran. Sedangkan pada aspek non fisik karya terjadi perubahan yang meliputi harga dan tujuan dari penciptaan karya. Secara detail terlihat teknik cetak yang pada awalnya menggunakan teknik cetak tinggi berubah menjadi teknik cetak saring sedangkan media cetak yang pada awalnya menggunakan sebuah kertas berubah menjadi media kaos dan ukuran awal karya berkisar 100cm x 80cm kemudian berubah menjadi +- 25cm x 25cm. Harga awal karya sebesar Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 kemudian berubah menjadi Rp.120.000-Rp.150.000 untuk kaos sedangkan untuk tas berubah menjadi Rp.50.000-Rp.75.000. Tujuan penciptaan karya yang awalnya hanya sebagai media berekspresi, media komunikasi untuk menyampaikan pesan idealime dan media untuk menjaga eksistensi dalam berkarya kemudian berubah sebagai alat pemenuhan kebutuhan hidup, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karya Sri Maryanto dan memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Sri Maryanto. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam poin tiga dan empat pada tabel 1 menandakan adanya bentuk-bentuk komodifikasi pada objek karya seni grafis Sri Maryanto. Berdasarkan uraian pada tabel 1 diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk perubahan yang terjadi pada poin satu, dua, tiga, dan empat, yang meliputi aspek fisik dan non fisik merupakan sebuah indikasi terjadinya gejala praktik komodifikasi pada objek karya seni grafis konvensional Sri Maryanto di Yogyakarta. commit to user Tabel 2. Perubahan Karya Grafis Bayu Widodo Sebelum dan Sesudah Proses Komodifikasi. No Sebelum Proses Komodifikasi Sesudah Proses Komodifikasi 1 Judul: last Tree Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kertas Ukuran: 30cm x 45cm Tahun: 2012 Harga: Rp 1.000.000 – Rp 5. 000.000 Tujuan Pembuatan: Media berekspresi seni, media kritik dan komuikasi idealisme Bayu Widodo terhadap kondisi lingungan sekitar, menjaga eksistensi dalam berkarya dan pameran. Judul: last Tree Teknik: Silk screen Cetak Saring Media: Kaos Ukuran: +-25cm x 35cm Tahun: 2012 Harga: Rp 65.000.000 Tujuan Pembuatan: Pemenuhan kebutuhan ekonomi pribadi dan komunitas SURVIVEgarage, Memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karakter visual Bayu Widodo, media komuikasi langsung dengan masyarakat luas dan memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Bayu Widodo dengan harga yang relatif lebih murah dari karya aslinya. 2 Judul: “Less Hotel More Park” Teknik: Silk screen Cetak Saring Media: Kertas Ukuran: 40cm x 55cm Tahun: 2014 Harga: Rp 1.000.000 – Rp 5. 000.000 Tujuan Pembuatan: Judul: “Less Hotel More Park” Teknik: Silk screen Cetak Saring Media: Kaos Ukuran: 33cm x 16cm Tahun: 2014 Harga: Rp 120.000 Tujuan Pembuatan: commit to user Media berekspresi Seni, menyampaikan pesan tentang kritik sosial atas pembangunan hotel, mall dan gedung- gedung di Yogyakarta, serta dalam rangka pameran di Australia pada bulan november 2014. Pemenuhan kebutuhan ekonomi pribadi dan komunitas, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karakter visual Bayu Widodo, memperkenalkan produk kaos SURVIVEgarage di Australia dan Memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Bayu Widodo dengan harga yang relatif lebih murah dari karya aslinya. 3 Judul: “Owl” Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kertas Ukuran: 25cm x 10cm Tahun: 2012 Harga: Rp 1.000.000 – Rp 5. 000.000 Tujuan Pembuatan: Media berekspresi seni, sebagai media komunikasi idealisme Bayu Widodo, menjaga eksistensi dalam berkarya dan pameran. Judul: “Owl” Teknik: Silk screen Cetak Saring Media: Emblem Ukuran: 16cm x 10cm Tahun: 2012 Harga: Rp 15.000 Tujuan Pembuatan: Pemenuhan kebutuhan ekonomi pribadi, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karakter visual Bayu Widodo, memperkenalkan produk emblem dari SURVIVEgarage dan memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Bayu Widodo dengan harga yang relatif lebih murah dari karya aslinya. 4 Judul: “Less Hotel More Park” Teknik: Silk screen Cetak Saring Media: Kertas Ukuran: 40cm x 55cm Tahun: 2014 Harga: Rp 1.000.000 – Rp 5. 000.000 Tujuan Pembuatan: Judul: “Less Hotel More Park” Teknik: Silk screen Cetak Saring Media: Emblem Ukuran: 12,5cm x 17cm Tahun: 2014 Harga: Rp 20.000 Tujuan Pembuatan: commit to user Media berekspresi seni, menyampaikan pesan tentang kritik sosial atas pembangunan hotel, mall dan gedung- gedung di Yogyakarta, serta dalam rangka pameran di Australia pada bulan november 2013. Pemenuhan kebutuhan ekonomi pribadi dan komunitas, memperkenalkan produk emblem terbaru SURVIVEgarage dan memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Bayu Widodo dengan harga yang relatif lebih murah dari karya aslinya. 5 Judul: “Way of living 2” Teknik: Silk screen Cetak Saring Media: Kertas fabriano Ukuran: 50cm x 70cm Tahun: 2009 Harga: Rp 1.000.000 – Rp 5. 000.000 Tujuan Pembuatan: Media berekspresi seni, menyampaikan pesan idelaisme Bayu Widodo, serta dalam rangka pameran hasil karya residensi di Australia pada tahun 2009. Judul: “Way of living 2” Teknik: Digital print Media: Kertas Cetak Ivory Ukuran: 15,5cm x 11,5cm Tahun: 2009 Harga: Rp 20.000 Tujuan Pembuatan: Pemenuhan kebutuhan ekonomi pribadi dan komunitas, memperkenalkan produk kartu pos SURVIVEgarage dan memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Bayu Widodo dengan harga yang relatif lebih murah dari karya aslinya. 6 Judul: “Human Building” Teknik: Silk screen Cetak Saring Media: Kertas fabriano Ukuran: 60cm x 95cm Tahun: 2009 Harga: Rp 1.000.000 – Rp 5. 000.000 Tujuan Pembuatan: Judul: “Human Building” Teknik: Digital print Media: Kertas Cetak Ivory Ukuran: 15,5cm x 11,5cm Tahun: 2009 Harga: Rp 20.000 Tujuan Pembuatan: commit to user Media berekspresi seni, menyampaikan pesan idealisme Bayu Widodo, serta dalam rangka pameran hasil karya residensi di Australia pada tahun 2009. Pemenuhan kebutuhan ekonomi pribadi dan komunitas, memperkenalkan produk kartu pos SURVIVEgarage dan memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Bayu Widodo dengan harga yang relatif lebih murah dari karya aslinya. Berdasarkan tabel 2 dapat diuraikan pada poin nomor satu, tiga, lima, dan enam terdapat sebuah bentuk perubahan fisik dari karya yang meliputi aspek teknik, media, dan ukuran serta terjadi perubahan non fisik dari karya yang meliputi aspek harga dan tujuan dari penciptaan karya seni grafis dari Bayu Widodo. Teknik awal pencitaan karya meliputi teknik cetak tinggi dan cetak saring kemudian berubah menjadi teknik cetak saring dan digital print, media yang awalnya berupa kertas kemudian berubah menjadi media kaos, emblem dan kartu pos sedangkan pada ukuran awal karya yang awalnya berdimensi 30cm x 45cm, 25cm x 10cm, 50cm x 70cm dan 60cm x 95cm kemudian berubah menjadi +-25cm x 35cm, 16cm x 10cm dan 15,5cm x 11,5cm. Harga karya yang pada awalnya Rp.1.000.000-Rp.5.000.000 per buah kemudian berubah menjadi Rp.65.000.000 per buah untuk kaos, dan Rp.15.000 per buah untuk emblem serta Rp 20.000 untuk satu paket kartu pos. Perubahan harga ini mengacu pada sumber pernyataan Bayu Widodo dalam wawancara 6122014 yang menyatakan sebagai berikut. “Kalau karya grafisku kan dijual sekitar satu setengah juta sampai lima juta rupiah per edisi tapi kalo kaoskan masyarakat bisa beli dengan harga antara delapan puluh ribu sampai seratus duapuluh ribu per kaos dan mereka bisa memiliki selamanya”. Aspek tujuan awal penciptaan karya meliputi media berekspresi seni, media kritik dan komunikasi pesan terhadap kondisi lingungan di sekitar Yogyakarta serta sebagai hasil karya dari residensi seni Bayu Widodo di Australia pada tahun 2009, kemudian berubah menjadi alat pemenuhan kebutuhan ekonomi pribadi dan komunitas, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karakter visual Bayu Widodo, memperkenalkan produk kaos SURVIVEgarage di Australia dan memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Bayu Widodo. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Karya Bayu Widodo dalam tabel 2 yang terlihat pada poin ke dua dan empat mengalami proses perubahan bentuk dari aspek fisik yang meliputi media dan ukuran sedangkan pada aspek non fisik terjadi perubahan pada tujuan penciptaan karya. Media awal yang digunakan Bayu Widodo berupa kertas kemudian berubah menjadi kaos dan emblem, sedangkan ukuran awal karya mengalami perubahan dari 40cm x 55cm menjadi 33cm x 16cm dan 12,5cm x 17cm. Harga awal karya berubah dari Rp.1.000.000-Rp.5.000.000 per buah berubah menjadi Rp.120.000 per buah untuk kaos dan Rp.20.000 per buah untuk emblem, sedangkan tujuan penciptaan karya yang pada awalnya sebagai media berekspresi seni, media kritik dan komunikasi pesan terhadap kondisi lingungan sekitar, pembangunan hotel, mall dan gedung-gedung di Yogyakarta berubah menjadi alat pemenuhan kebutuhan ekonomi pribadi dan komunitas, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karakter visual Bayu Widodo, memperkenalkan produk kaos SURVIVEgarage di Australia dan memenuhi rasa keinginan publik terhadap karya Bayu Widodo. Berdasarkan uraian pada tabel 2 diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk perubahan yang terjadi pada poin satu, dua, tiga, empat, lima dan enam yang meliputi aspek fisik dan non fisik merupakan sebuah indikasi terjadinya gejala praktik komodifikasi pada objek karya seni grafis konvensional Bayu Widodo di Yogyakarta. Tabel 3. Perubahan Karya Grafis Muhamad Yusuf Sebelum dan Sesudah Proses Komodifikasi. No Sebelum Proses Komdifikasi Sesudah Proses Komodifikasi 1 Judul: Kretek Butuh Korek Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kertas Judul: Kretek Butuh Korek Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kaos commit to user Ukuran: 21cm x 30cm Tahun: 2014 Harga: Rp 2.000.000 Tujuan Pembuatan: Media berekspresi seni, media komunikasi untuk menyampaikan pesan idealime Muhamad Yusuf, sebagai media untuk menjaga eksistensi dalam berkarya dan pameran. Ukuran: 21cm x 30cm Tahun: 2014 Harga: Rp 100.000 Tujuan Pembuatan: Membuat produk murah tapi artistik, pemenuhan kebutuhan hidup dari karya sendiri, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karakter visual Muhamad Yusuf, dan menyampaikan pesan pribadi 2 Judul: Dewi Saraswati Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kertas Ukuran: 42cm x 30cm Tahun: 2014 Harga: Rp 2.000.000 Tujuan Pembuatan: Media berekspresi seni, media komunikasi untuk menyampaikan pesan idealime Muhamad Yusuf, sebagai media untuk menjaga eksistensi dalam berkarya dan pameran. Judul: Dewi Saraswati Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kaos Ukuran: 42cm x 30cm Tahun: 2014 Harga: Rp 100.000 Tujuan Pembuatan: Membuat produk murah tapi artistik, pemenuhan kebutuhan hidup dari karya sendiri, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karakter visual Muhamad Yusuf, dan menyampaikan pesan pribadi 3 Judul: Matinya Seorang Petani Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Judul: Matinya Seorang Petani Teknik: Hardboard Cut Cetak Tinggi Media: Kaos commit to user Media: Kertas Ukuran: 30cm x 25cm Tahun: 2014 Harga: Rp 2. 000.000 Tujuan Pembuatan: Media berekspresi seni, Media komunikasi untuk menyampaikan pesan idealime Muhamad Yusuf, sebagai media untuk menjaga eksistensi dalam berkarya dan pameran. Ukuran: 30cm x 25cm Tahun: 2014 Harga: Rp 100.000 Tujuan Pembuatan: Membuat produk murah tapi artistik, pemenuhan kebutuhan hidup dari karya sendiri, Memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karakter visual Muhamad Yusuf, dan menyampaikan pesan pribadi Karya-karya Muhamad Yusuf yang telah dimodifikasi hanya mengalami perubahan fisik pada aspek media dan perubahan non fisik yang meliputi aspek harga dan tujuan penciptaan. Media awal yang digunakan Muhamad Yusuf berupa kertas yang kemudian berubah menjadi kaos dan harga awal karya sebesar Rp.2.000.000 berubah menjadi Rp.100.000, sedangkan tujuan awal penciptaan sebagai media berekspresi seni, media komunikasi pesan idealime dan sebagai media untuk menjaga eksistensi dalam berkarya berubah menjadi menciptakan produk dengan harga murah namun tetap artistik, alat pemenuhan kebutuhan hidup, memperluas jangkauan publik terhadap keberadaan karakter visual Muhamad Yusuf, dan menyampaikan pesan-pesan pribadi. Berdasarkan beberapa analisa dari perubahan-perubahan karya tersebut istilah yang tepat untuk menandakan munculnya praktik ekperimental yang dilakukan para seniman adalah sebuah bentuk gejala komodifikasi karya seni grafis. Berkaitan dengan seni grafis dapat disimpulkan bahwa komodifikasi karya seni grafis merupakan sebuah proses memodifikasi ulang bentuk fisik dan non fisik karya seni grafis sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan nilai yang awalnya hanya sekedar memiliki nilai guna menjadi sebuah produk pakai yang memiliki nilai jual tinggi yang ditentukan melalui sebuah mekanisme harga. Secara fisik proses komodifikasi ini telah merubah wujud karya seni grafis konvensional menjadi beberapa produk pakai seperti, kaos, tas, emblem, kartu pos serta kalender yang dicetak secara masif. Praktik komodifikasi karya seni grafis yang diaplikasikan ke benda pakai merchandise pertama kali muncul dan terlihat di wilayah perpustakaan.uns.ac.id commit to user Yogyakarta pada tahun 1999. Kemunculan ini didukung pula dengan lahirnya kantung-kantung komunitas seni yang didalamnya menjual produk dari proses hasil komodifikasi karya-karya grafis konvensional para seniman. Komunitas-komunitas tersebut diantaranya ORABER yang didirikan oleh seniman Sri Maryanto pada tahun 2003, SURVIVEgarage yang didirikan oleh seniman Bayu Widodo pada tahun 2009 dan Lembaga Kerakyatan Taring Padi yang didirikan oleh seniman Muhamad Yusuf pada tahun 1989 akhir. Prakatik komodifiki pada karya seni grafis ini masih tetap dilakukan hingga saat ini oleh ketiga seniman tersebut, dan dengan aktif mereka mendistribusikan produknya melalui beberapa event seperti Festival Kesenian Yogyakarta, Pasar Seni, Carf Carnival, Carft Party dan Pasar Kangen serta membuat art shop dan situs-situs online seperti ORABER Total Produk Grafis, SURVIVEgarage dan Lembaga Kerakyatan Taring Padi untuk menjual produk-produk yang telah mereka ciptakan.

2. Penyebab Terjadinya Komodifikasi Karya Seni Grafis di Yogyakarta