63 yang menegaskan tentang keesaan Allah. Ketetapan yang dibuat Allah pada zaman ini bersifat sangat eksklusif
bagi bangsa Israel. Setelah kematian Musa dan setelah bangsa Israel menetap di Kanaan, pernyataan untuk menyembah
Allah tetap didengungkan. Pada masa Hakim - Hakim sangat terlihat akan kenyataan ini. Pada saat bangsa Israel berpaling maka mereka akan ditindas oleh bangsa - bangsa disekelilingnya. Akan tetapi pada saat
mereka berseru kepada Allah maka Allah kemudian membangkitkan seorang hakim untuk memimpin mereka.
d. Zaman Raja - Raja Dan Nabi - Nabi Sampai Perjanjian Baru
Pada zaman ini bangsa Israel tidak hanya puas dengan pemerintahan Hakim - Hakim, hingga akhirnya mereka memilih raja. Dalam pemerintahan para raja ini Bait Allah sebagai simbol kehadiran Allah dibangun.
Namun dalam perjalanan sejarahnya, penyimpangan - penyimpangan terhadap pernyataan khusus Allah dan kesadaran keesaan Allah terus berlangsung hingga bangsa Israel sampai ke pembuangan di Babel. Akibatnya
ada begitu banyak nabi yang dibangkitkan Allah untuk memperingatkan bangsa Israel. Kepercayaan kepada Allah YHWH diproklamirkan oleh para nabi misalnya Elia, Hosea di Utara dan Yesaya, Yeremia di Selatan
dan banyak nabi lainnya seperti Amos, Habakuk, Nahum, Obaja dan lainnya. Mereka menekankan keyakinan eksklusif kepada Allah YHWH. Posisi eksklusif ini dipertahankan dengan adanya janji berkat kepada mereka
yang setia kepada Allah Yang Esa, dan adanya larangan yang disertai dengan hukuman yang dahsyat kepada mereka yang tidak setia kepada Allah dengan berpaling kepada allah - allah lain.
Puncak kerohanian yang terbaik yang dicapai oleh bangsa Israel justru terjadi setelah masa pembuangan dari Babel berakhir. Bangkitnya Ezra sebagai seorang Ahli Taurat membawa kemajuan yang nyata bagi bangsa
Yahudi. Sinagog - sinagog Yahudi didirikan dimana - mana. Sekolah Taurat juga dimulai, pada masa ini Ahli Taurat menggantikan peran nabi zaman dahulu dalam berkotbah, dan mereka memegang tradisi PL dengan
sangat teguhnya. Kesadaran akan keesaan Allah begitu dijunjung dengan amat tingginya.
2. Keesaan Allah Dalam Perjanjian Baru
Bila dilihat dalam Perjanjian Lama, Allah terlihat sangat eksklusif dan ingin menjaga umatNya supaya hidup secara tersendiri, sedangkan Allah Perjanjian Baru seakan bersifat universal dan umatnya menjadi lebih
terbuka. Hal tersebut didorong semata - mata agar kemurnian pengajaran Allah di dalam PL tetap terpelihara dengan baik meski setelah ribuan tahun. Sedangkan di dalam PB, kasih Allah dan janji - janji sudah digenapkan
oleh sebab itu disini Allah kelihatan lebih terbuka dan bersifat universal.
Dan masalah keesaan dalam PB juga tetap disamakan senada dengan yang dilakukan di dalam PL. Keesaan Allah terutama sekali terlihat dalam tulisan - tulisan Paulus. Ancaman Pluralisme agama sungguh
terlihat pada orang Kristen mula - mula. Para penulis Injil tidak pernah berkompromi dengan pengaruh - pengaruh agama pada waktu itu. Penegasan - penegasan tentang keesaan Allah sangat tampak dalam kitab -
kitab Injil. Porsi yang terbanyak berada dalam kitab Yohanes. Injil Yohanes sarat dengan muatan yang menekankan keesaan Allah, yang mengungkapkan Ke-Allahan Yesus Kristus sebagai dasar untuk orang Kristen
agar bersikap ekslusif terhadap keyakinan apapun diluar Yesus Kristus.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh rasul Paulus, keesaan Allah yang ada di dalam Kristus Yesus dikemukakan Paulus dalam pidatonya di Listra dan Athena. Ia mencela dewa-dewa orang Athena dan mulai
memberitakan tentang Allah yang tidak dikenal oleh orang-orang Athena. Kemudian di dalam suratnya kepada jemaat Korintus yang memerintahkan mereka untuk menjauhi penyembahan berhala dalam 1 Korintus 10:1-
22 Paulus memperingatkan jemaat tentang praktek penyembahan berhala, bahkan dalam suratnya ini ia memakai contoh ketidaktaatan bangsa Israel yang terlibat kepada penghukuman oleh Allah. Kemudian di dalam suratnya
64 ke Efesus, Paulus juga menegaskan tentang partikularisme Kristologi, bahwa segala orang yang ada di dalam
Kristus menerima keselamatan. Paulus menunjukkan bahwa pandangan ini cocok dengan keesaan Allah Efesus 4.
Keesaan Allah menjadi pokok pengajaran Perjanjian Lama terkait dengan masalah pluralisme agama. Hal ini nampak dimana Allah mengajarkan umatnya dengan menyatakan diriNya sebagai Tuhan, Allah mereka
yang membawa mereka keluar dari tanah Mesir Kel 20:2.Hal yang sama tetap berlaku didalam Perjanjian Baru. Keesaan Allah dan keesaan penyataan Allah yaitu Kristus Yesus adalah pokok yang tidak dapat diganggu
gugat. Suatu kesalahan bagi kaum Pluralis untuk menolak eksistensi Allah yang Esa dan finalitasnya di dalam Kristus Yesus, sebab sepanjang sejarah Allah selalu menuntut untuk menjadi eksklusif dan terpisah dari
kepercayaan-kepercayaan yang lain.
D. Keunikan Yesus Kristus
Masalah Kristologi merupakan yang paling disorot oleh kaum Pluralis. Mereka menganggap bahwa Yesus sama saja dengan tokoh-tokoh agama lain, Yesus yang ada di dalam Injil adalah mitos belaka. Yesus
adalah seorang manusia bukan Allah dan bukan Tuhan. Tetapi McDowell berkata, “Kalau Yesus bukan Tuhan maka Dia layak menerima Oscar.” Tetapi apakah memang sesungguhnya demikian. F. F. Bruce, profesor
Rylands dalam penelitian kritis dan penjelasan Alkitab dari Universitas Manchester mengatakan, “Beberapa pengarang boleh saja bermain-main dengan suatu mitos Kristus”. Tetapi mereka tidak melakukannya
berdasarkan bukti-bukti sejarah. Bagi sejarawan yang tidak memihak, latar belakang sejarah Kristus adalah sama pentingnya dengan sejarah Yulius Caesar. Jadi yang yang mempropagandakan teori “mitos Kristus”
pasti bukan sejarawan.
Pada bagian ini menyoroti mengenai keunikan Yesus Kristus, dan yang menyoroti ketuhanan Yesus yang final.
1. Kristologi yang Ontologis
Kaum Pluralis dalam pendekatan Kristologinya sangat menekankan Kristologi fungsional yang menafsirkan pribadi Kristus dengan berpikir tentang peranan aktifNya dalam rencana Allah. Oleh sebab itu
mereka cenderung menolak pendekatan Kristologi yang ontologis. Apalagi Kristologi ontologis merupakan pandangan yang tradisional dan ortodoks. Keinginan untuk melepaskan ontologi sebenarnya tidak mempunyai
dasar yang alkitabiah. Pernyataan seperti “firman itu menjadi manusia” Yohanes 1:14 memang bersifat ontologi dan menjawab pertanyaan mengenai keberadaan dan kodrat sang Pengantara Yoh. 1:1-18, 2 Kor. 2:8, Fil.
2:5-11, Kol. 1:15-20, Ibr. 1:1-3.
Selanjutnya pandangan Alkitab tentang realitas perbedaan antara berbagai keberadaan dengan kodrat tetap Allah, manusia, malaikat, dsb dan kategori-kategori umum yang mendasari tafsiran penebusan dalam
Adam”, “dalam Kristus” bersifat ontologis dan menyediakan kerangka tentang “subfungsi” dan “entitas” yang dipakai dalam rumusan tradisional. Memang tidak terelakkan bahwa ajaran Kristologi harus bersifat ontologis
juga bersifat fungsional.
2. Nama-nama Kristus
Nama-nama Kristus merupakan penjelasan tentang sifat Kristus yang menunjukkan jabatan Kristus, dan karyaNya demi tujuan kedatanganNya ke dalam dunia ini.
a. Nama Yesus