Pluralisme Theosentris Soteriologi Dalam Pluralisme

24 jalan dan caranya sendiri – sendiri. Semua orang dari agama diharapkan kebenaran agamanya sebagai yang mutlak bagi dirinya sendiri. Namun relatif bagi agama lain. Secara umum masalah – masalah soteriologi dalam pandangan Pluralisme dapat kita bagi dalam dua bagian yaitu ; Pluralisme Theosentris dan Pluralisme Baru – Dialog Sentris.

1. Pluralisme Theosentris

Pluralisme mengakui bahwa semua manusia diselamatkan oleh anugerah Allah. Anugerah Al- lah tidak mungkin menyediakan neraka bagi manusia. Anugerah Allah adalah syarat mutlak. Karena itu, semua agama telah memiliki jalan keselamatan masing – masing. Semua agama adalah menuju kepada realitas tertinggi, dengan caranya masing – masing pandangan ini adalah berdasarkan pada Theosentris bahwa Allah adalah pusat sejarah dunia, pusat keselamatan semua manusia di dunia ini. Kebenaran dari tiap – tiap agama adalah mutlak bagi agama itu sendiri, tapi relatif bagi agama lain. Model Theosentris : banyak jalan ke pusat, merupakan pandangan yang mengakibatkan keterbukaan yang makin terbentuk melintasi batas, batas dari aliran – aliran gereja, model ini menimbulkan suatu pergeseran paradigma yang menjauhi normativitas atau absolutisme Kristus, untuk mendukung pemahaman dan penyembahan yang berpusat pada Allah yang memungkinkan suatu dia- log antar agama yang lebih benar dan dapat dipercaya, namun serentak dengan itu sepenuhnya mempertahankan kekhasan Kristen. S Wesley Ariarajah dari Srilangka menegaskan “penemuan kembali suatu teologi theosentris akan membuat orang – orang Kristen dapat, tanpa mematikan kesaksian mereka tentang Yesus Kristus, berdiri berdampingan dengan orang – orang dari kepercayaan – kepercayaan lain sebagai anak – anak dari Allah yang satu.” Model theosentris diwakili oleh, antara lain, John Hick, Raimundo Panikkar, Stanley J Samartha dan banyak teolog Kristen yang memusatkan perhatian pada hubungan Yahudi – Kristen beberapa diantaranya Gregory Barm, Roy Eckardt, Monika H Hellwig, EP Sanders dan para pemikir pembebasan politik seperti Dorothee Solle dan Tom F. Driver. Menurut John Hick, orang Kristen dapat terus mengikut Yesus Kristus sebagai penyelamat mereka yang unik tanpa menuntut bahwa Ia harus menjadi normatif, ukuran mutlak yang mengikut, buat orang – orang lain. Dogma tentang keunggulan unik dari Yesus dan dari agama Kristen sama sekali timbul dari inkarnasi Allah di dalam Yesus. Dalam pernyataan – pernyataan mutlaknya, Hick berusaha sekeras –kerasnya untuk menghindar penyebutan Allah sebagai isi yang sama pada semua agama. Ia lebih menyukai istilah – istilah seperti yang rill, yang benar dan kenyataan. Suatu sarana perlengkapan pokok Hick mungkin merupakan sumbangan utamanya bagi model theosentris, adalah keyakinannya bahwa kepercayaan kepada inkarnasi dan keilahian Yesus adalah kepercayaan yang bersifat mistik ; karena itu bukan hanya boleh tetapi juga perlu ditafsirkan kembali. Sementara itu Knitter dalam menguraikan karya Samartha menulis : Dengan modal theosentris semacam itu untuk memahami dan menjunpai agama – agama lain, yang didasarkan pada suatu Kristologi yang non – normative, maka orang – orang Kristen akan masih dapat berpegang pada akad pribadi mereka kepada Kristus dan pada kepercayaan mereka pada makna semestaNya mereka akan masih dapat memberitahukan pada agama – agama lain bahwa bagi mereka sebagai orang – orang Kristen, “tidak ada tempat lainnya lagi bahwa kemenangan atas penderitaan dan kematian dinyatakan dengan sangat menentukan, selain didalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus”. Tetapi pemberitaan semacam itu akan menjadi suatu kesaksian yang bergairah tentang sang Penyatu mereka sendiri, bukan suatu penghakiman yang memburuk – burukkan pihak penyatu – penyatu lainnya. Meskipun orang – orang Kristen terus melaksanakan apa yang mereka rasakan sebagai misi semesta mereka untuk menyaksikan 25 Kristus, mereka akan dapat mengakui bahwa orang – orang sesama mereka pun memiliki misi – misi mereka didalam dunia yang sama yang majemuk. Dapat ada pengertian – pengertian lain yang memilik “renovasi secara universal”, “norma– norma” lain, penyelamat – penyelamat lain. Mengakui ini tidak perlu membahayakan apa yang telah orang – orang Kristen alami di dalam Yesus Kristus. Jadi berdasarkan pernyataan –pernyataan diatas pada dasarnya kaum Pluralis menggugat pandangan universalitas Kristus dan partikularitas Kristus yang dianut oleh orang Kristen sejati. Menurut mereka semua agama memiliki jalan keselamtan lebih lanjut. John Hick menyatakan bahwa: “hanya universalismelah yang memberikan pengertian mengenai penderitaan dunia yang luas, setelah meninggalkan sikap merasa unggul terhadap orang yang berlainan iman”. Lebih jauh dia mempertanyakan kemungkinan untuk menemukan kesamaan antara gereja, sinagoge, mesjid dan kuil. Karena itu, ia mengemukakan tiga kemungkinan yaitu kemungkinan yang ketiga, bahwa hanya satu Allah yang disembah semua agama. Hal ini didasarkan pada fenomena semua agama. Secara radikal ia mencetuskan teori Revolusi Kopernikus . Teori ini merupakan istilah yang dipakai Hick untuk menjelaskan transformasi radikal dari posisi Kristosentris kepada theosentris.

2. Pluralisme Baru : Dialog Sentris