31
f. Sistem Penafsiran Kritik Sosial
Teologi kontekstual yang dipahami oleh kaum Pluralis adalah sama dengan teologi situasional. Teologi situasional berakar pada sistem hermeneutika situasional. Titik tolak teologi situasional adalah
bertolak dari kenyataan sosial yang banyak memiliki Kristus di dalamnya. Sistem penafsiran ini adalah sistem penafsiran kritik sosial. Para penafsir kritik sosial ini cenderung mengangkat topik -topik khusus
berkenaan dengan persoalan sosial dan politik seperti yang ditunjukkan oleh Alkitab. Contohnya ialah penafsiran teks - teks Alkitab berkenaan dengan perbudakan, perempuan, kemiskinan, seperti sistem
penafsiran teologi pembebasan, dan sistem penafsiran teologi feminis. Sistem Penafsiran ini menempatkan konteks sebagai sumber inspirasi, dan teks hanyalah sebagai pendukung semata.
Kaum Pluralis dari Asia seperti CS Song, Shoki Coe dan Kosuke Koyama adalah teolog yang bersemangat dengan sistem penafsiran ini. Song memakai banyak dongeng dan cerita - cerita
rakyat dikonfirmasikan dengan Alkitab dan dijadikan rumusan teologi. Dalam membangun teologi transposisinya ia juga menggunakan sistem penafsiran ini.Song menganggap lebih mengerti Allah,
memberitahukan kepada kita tentang apa yang diketahuinya mengenai keadaan hati Allah berkenaan dengan kenyataan sejarah Asia, yaitu ,”sejumlah pelayanan historis dan manusia di Asia mengungkapkan
kepada kita hati Allah yang tersiksa dan turut menderita.” Dalam hal ini Song mempertanyakan mengenai apa yang menjadi kepentingan teologi transposisi di Asia.Yang menarik semua kerja keras teolog Asia
pada persoalan sosial yang sangat menggelisahkan dirinya. Karena itu dengan berpedoman pada beberapa contoh teologi transposisi yang menurutnya telah berhasil, seperti teologi hitam,teologi
pembebasan dan teologi feminis, maka ia mengajak semua teolog Asia untuk memalingkan mata teologi kepada persoalan-persoalan sosial yang riil dalam konteks Asia.
D. Ekklesiologi dan Missiologi dalam Pluralisme
Penggerogotan dan penolakan terhadap kebenaran Alkitab yang fundamental serta finalitas keselamatan di dalam Kristus Yesus, sangat banyak berpengaruh terhadap masalah ekklesiologi. Fungsi
gereja sebagai tiang penopang dan dasar kebenaran dikaburkan maknanya. Demikian juga gereja sebagai tubuh mistis Kristus dan persekutuan orang-orang percaya ditolak oleh kaum Pluralis. Konsep
ekklesiologi Pluralisme juga tidak terlepas dari konsep misi yang mereka pegang,yang juga terpengaruh oleh klaim-klaim mereka tentang Kristologi dan soteriologi.
1. Gereja Dan Misi Gereja
Istilah gereja sendiri sebagai persekutuan orang percaya jarang dikemukakan oleh kaum Pluralis. Mereka lebih senang dengan istilah paguyuban.Hal ini disebabkan oleh pandangan mereka tentang
gereja itu sendiri. Oleh karena kemajemukan agama dan kebenaran yang juga terdapat didalam agama- agama lain menyebabkan mereka mengembangkan konsep gereja yang sangat oikumenis yang sejalan
dengan konsep universalitas kasih Allah dalam pandangan mereka. Konsep gereja terutama gereja yang lokal di dalam fungsi dan keberadaannya dianggap penuh dengan tradisi dan terlalu eksklusif.
Oleh sebab itu mereka berusaha meruntuhkannya dan mengemukakan suatu konsep yang baru. C.S. Song mengatakan:
Tradisi yang bagaikan sebuah benteng ini harus ditiadakan. Dan kalau benteng ini tidak ada lagi, maka orientasi ulang oikumenis akan terbukti sebagai suatupembebasan gereja dari dirinya sendiri. Ia akan memberikan suatu
kemerdekaan yang tak terduga untuk menilai ulang dunia ini dan mayoritas umat manusia yang berada di luar pagar gereja, untuk menemukan dalam diri mereka pergumulan jiwa yang tidak berbeda dengan kita, aspirasi kehidupan
yang sama dan penantian kerajaan yang damai, pengharapan dan kehidupan yang sama sekali tidak bertentangan dengan kita. Dari sanalah teologi Kristen akan kembali dari awal. Disitulah gereja akan membangun dirinya kembali.