64 ke Efesus, Paulus juga menegaskan tentang partikularisme Kristologi, bahwa segala orang yang ada di dalam
Kristus menerima keselamatan. Paulus menunjukkan bahwa pandangan ini cocok dengan keesaan Allah Efesus 4.
Keesaan Allah menjadi pokok pengajaran Perjanjian Lama terkait dengan masalah pluralisme agama. Hal ini nampak dimana Allah mengajarkan umatnya dengan menyatakan diriNya sebagai Tuhan, Allah mereka
yang membawa mereka keluar dari tanah Mesir Kel 20:2.Hal yang sama tetap berlaku didalam Perjanjian Baru. Keesaan Allah dan keesaan penyataan Allah yaitu Kristus Yesus adalah pokok yang tidak dapat diganggu
gugat. Suatu kesalahan bagi kaum Pluralis untuk menolak eksistensi Allah yang Esa dan finalitasnya di dalam Kristus Yesus, sebab sepanjang sejarah Allah selalu menuntut untuk menjadi eksklusif dan terpisah dari
kepercayaan-kepercayaan yang lain.
D. Keunikan Yesus Kristus
Masalah Kristologi merupakan yang paling disorot oleh kaum Pluralis. Mereka menganggap bahwa Yesus sama saja dengan tokoh-tokoh agama lain, Yesus yang ada di dalam Injil adalah mitos belaka. Yesus
adalah seorang manusia bukan Allah dan bukan Tuhan. Tetapi McDowell berkata, “Kalau Yesus bukan Tuhan maka Dia layak menerima Oscar.” Tetapi apakah memang sesungguhnya demikian. F. F. Bruce, profesor
Rylands dalam penelitian kritis dan penjelasan Alkitab dari Universitas Manchester mengatakan, “Beberapa pengarang boleh saja bermain-main dengan suatu mitos Kristus”. Tetapi mereka tidak melakukannya
berdasarkan bukti-bukti sejarah. Bagi sejarawan yang tidak memihak, latar belakang sejarah Kristus adalah sama pentingnya dengan sejarah Yulius Caesar. Jadi yang yang mempropagandakan teori “mitos Kristus”
pasti bukan sejarawan.
Pada bagian ini menyoroti mengenai keunikan Yesus Kristus, dan yang menyoroti ketuhanan Yesus yang final.
1. Kristologi yang Ontologis
Kaum Pluralis dalam pendekatan Kristologinya sangat menekankan Kristologi fungsional yang menafsirkan pribadi Kristus dengan berpikir tentang peranan aktifNya dalam rencana Allah. Oleh sebab itu
mereka cenderung menolak pendekatan Kristologi yang ontologis. Apalagi Kristologi ontologis merupakan pandangan yang tradisional dan ortodoks. Keinginan untuk melepaskan ontologi sebenarnya tidak mempunyai
dasar yang alkitabiah. Pernyataan seperti “firman itu menjadi manusia” Yohanes 1:14 memang bersifat ontologi dan menjawab pertanyaan mengenai keberadaan dan kodrat sang Pengantara Yoh. 1:1-18, 2 Kor. 2:8, Fil.
2:5-11, Kol. 1:15-20, Ibr. 1:1-3.
Selanjutnya pandangan Alkitab tentang realitas perbedaan antara berbagai keberadaan dengan kodrat tetap Allah, manusia, malaikat, dsb dan kategori-kategori umum yang mendasari tafsiran penebusan dalam
Adam”, “dalam Kristus” bersifat ontologis dan menyediakan kerangka tentang “subfungsi” dan “entitas” yang dipakai dalam rumusan tradisional. Memang tidak terelakkan bahwa ajaran Kristologi harus bersifat ontologis
juga bersifat fungsional.
2. Nama-nama Kristus
Nama-nama Kristus merupakan penjelasan tentang sifat Kristus yang menunjukkan jabatan Kristus, dan karyaNya demi tujuan kedatanganNya ke dalam dunia ini.
a. Nama Yesus
65 Arti nama Yesus diungkapkan secara jelas dalam Matius 1:21. Nama Yesus adalah bentuk bahasa
Yunani dari kata bahasa Ibrani Jehoshua, Joshua, Yos 1:1, Zak 3:1 atau Jeshua, yang berarti penyelamat atau penebus. Dalam bentuk Injil kausatif aktif Hoshia artinya “menyelamatkan”. Jadi nama Yesus tidak
hanya berkenaan dengan pribadiNya, tetapi juga berkenaan dengan karyaNya, jabatanNya.
b. Nama “Anak Manusia”
Nama ini muncul dalam PL dalam Mazmur 8:4, Daniel 7:13 secara umum ketergantungan pemakaian nama itu dalam PB didasarkan pada kitab Daniel. Istilah itu merupakan penunjukkan dari Yesus yang sangat
umum. Yesus sendiri memakai nama “Anak Manusia” ini untuk menunjuk diriNya lebih dari 40 kali dalam kesempatan-kesempatan yang berbeda sedangkan orang lain tidak mempergunakannya. Satu-satunya
pengecualian dalam Injil kita jumpai dalam Yohanes 12:34, dimana nama itu diperlukan dalam kutipan kalimat Yesus, dan dalam seluruh PB, hanya Stefanus dan Yohanes yang memakainya. Dengan menyebut diriNya
“Anak Manusia” Yesus menanamkan kepada kemanusiaanNya, semangatNya yang berpusat pada surga. Dan ketinggian yang ditujuNya. Ketika Ia mengangkat pribadi dan karyaNya, mungkin sekali bersangkut paut
dengan keengganan dari pengikutNya yang mula-mula untuk menyebutNya dengan nama yang paling indah dari segala-gala yang ada.
c. Nama “Anak Allah”
Nama ini dalam PB dipakai oleh Yesus dan orang lain juga menyebutkan nama itu kepadaNya. Nama ini ditujukan kepada Yesus dalam empat pengertian yang berbeda di dalam Alkitab akan tetapi kadang-
kadang digabungkan. Nama itu diterapkan kepadaNya dalam pengertian: 1. Jabatan atau Mesianis, sebagai penjabar jabatan Yesus dan bukan untuk menunjuk sifatNya. Sang Mesias
dapat disebut sebagai Anak Allah sebagai Ahli waris dan Wakil Allah. 2. Tritunggal. Nama itu kadang-kadang dipakai untuk menunjukkan keIllahian Yesus Kristus. Nama itu juga
menunjuk pada keberadaan Yesus, sebagai Putra Allah yang kekal, yang secara mutlak mengatasi segala keadaan manusiawi Kristus dan panggilan jabatanNya sebagai Mesias.
3. KelahiranNya. Kristus disebut juga Anak Allah berkenaan dengan kelahiranNya yang supranatural. Nama itu juga diterapkan kepadaNya dalam ayat-ayat yang dikenal dalam Injil Lukas, dimana asal mula natur
manusiaNya dikaitkan langsung dengan keillahian Allah secara langsung dan supranatural yaitu dalam Lukas 1:35.
4. Etis Religius. Dalam arti nama inilah istilah “anak-anak Allah” diterapkan pada orang percaya dalam PB. Mungkin saja kita memiliki contoh dari pemakaian nama “Anak Allah” untuk menunjuk pada Yesus dalam
pengertian etis religius dalam Matius 17:24-27. Dalam pengertian inilah teologi Liberal menyebut Yesus sebagai Anak Allah, bahwa Dia hanyalah bersifat etis religius, kelihatan diagungkan, tetapi sesungguhnya secara essensial
tidak berbeda dengan keadaan murid-murid.
3. Kesatuan Dua Natur Pribadi Yesus Kristus