Berbagai Konteks lainnya Sistem Hermeneutika Yang Benar

52 fakta sejarah masa kini. Penafsiran yang melupakan konteks sejarah akan mengecilkan arti Alkitab. Verbal berarti bahasa lisan yang diterima oleh penerima asli dan disandingkan dengan literal. Kalau bahasa verbalnya adalah maka tidak boleh ditafsir macam-macam. Verbal literal berarti percaya bahwa Alkitab diilhamkan secara kata perkata.Setiap kata dalam Alkitab mempunyai arti khusus karena itu perlu diadakan studi kata. Plenary maksudnya adalah lengkap, sesuai dengan arti umum kata perkata dan sesuai dengan kaidah tata bahasa.

c. Dispensasionalisme

Sistem penafsiran dispensasionalisme adalah sistem penafsiran yang melihat perbedaan perlakuan Allah kepada manusia dalam zaman-zaman yang berbeda. Kebanyakan kelompok fundamental menggunakan sistem penafsiran ini. Pendukung dispensasionalisme melihat adanya perubahan signifikan terjadi yang menyebabkan terjadinya perubahan tugas penyelenggaraan anugerah Allah dalam suatu periode waktu. Dengan memakai sistem penafsiran ini, maka seseorang akan melihat ayat-ayat Alkitab atau bagian-bagian Alkitab sesuai dengan zaman dimana kekhususan ini berlalu. Sistem dispensasi menuntun para penafsir melihat ayat-ayat Alkitab sesuai dengan perkembangan waktunya. Sekalipun masih dalam lingkup satu zaman, katakanlah zaman jemaat lokal yang dimulai sejak Yohanes Pembaptis memberitahukan Injil dan membaptiskan petobat, tetapi harus dapat melihat perkembangan kebenaran yang semakin hari semakin sempurna hingga menjadi sebuah ukuran yang pasti, sistem ini juga adalah cara yang memungkinkan penafsir melihat perkembangan dari sejak pertama kali kebenaran itu disampaikan hingga seorang penafsir akan melihat tahapan-tahapan kebenaran dan perbedaan cara kebenaran itu disajikan pada zaman-zaman yang berbeda.

d.Wahyu progresif

Ketika seseorang memulai menafsirkan Alkitab, hal pertama yang patut kita ketahui ialah bahwa Alkitab bukanlah sebuah buku yang dijatuhkan bulat-bulat dari langit melainkan ditulis oleh manusia yang dipakai Allah sedikit demi sedikit. Alkitab adalah wahyu Allah kepada manusia yang bersifat progresif. Ia bertumbuh atau bertambah sedikit demi sedikit menjadi banyak atau dari sederhana menjadi sempurna. Setelah sampai Wahyu 22:21 maka wahyu tidak bertambah lagi. Tujuan dari firman Allah diturunkan adalah agar melaluinya manusia bisa mengenal Allah dan seluruh kebenarannya sebagi seorang anak bertumbuh, maka demikian juga sarana pengenalan Allah itu bertumbuh hingga puncaknya yaitu bertemu muka dengan muka dengan Kristus. Tetapi sarana yang dipakai Allah dari yang sederhana hingga yang paling sempurna itu bertahap, dari undian, mimpi, visi, firman lisan hingga firman tertulis adalah proses perkembangan sarana untuk mengenal Allah, bertemu muka dengan muka yang akan terjadi pada hari pengangkatan. Proses perkembangan wahyu itu sendiri terlihat jelas dari kitab Kejadian hingga kitab Wahyu. Siapapun yang berusaha menafsirkan Alkitab harus melihat perkembangan wahyu jika ia ingin berhasil menafsirkan Alkitab dengan proporsional. Keseluruhan Alkitab dari Kejadian 1:1 sampai Wahyu 22:21 adalah firman Tuhan yang sudah lengkap dan sempurna, dan karena sifat progresif maka penafsir harus mengerti tentang konteks-konteks Alkitab secara keseluruhan.

e. Berbagai Konteks lainnya

Selain beberapa hal di atas seorang penafsir juga harus melihat konteks - konteks yang lain seperti koin dengan dua sisinya yaitu yang menekankan kedaulatan Allah sepenuhnya terhadap seluruh alam semesta, 53 serta tanggung - jawab manusia sepenuhnya atas apa yang dia lakukan. Kemudian memahami berbagai disiplin ilmu theologi yang mencakup eksegesis, biblical theologi, dan sistematika teologi, kemudian memperhatikan konteks yang dimaksud, kualitatif sebuah ayat dan gaya bahasa. Kaum Pluralis cenderung mengabaikan hal- hal diatas. Kesalahan yang paling fatal dilakukan oleh mereka adalah mengkritik Alkitab, kemudian mendirikan dasar doktrin di atasnya. Adalah sebuah kekonyolan yang luar biasa sebab hal itu dapat disamakan dengan seseorang yang sedang duduk di atas sebuah kursi sambil menggergaji kaki kursi tersebut. Pandangan filsafat lebih ditekankan dalam penafsiran Alkitab sama dengan melihat dan membuat uang palsu untuk memberikan sebuah keaslian bagi uang asli. Itulah sebabnya kaum Pluralis gagal memahami finalitas Kristus dan keselamatan yang ada didalamnya.

B. Alkitab dan Yesus Adalah Fakta Nyata dan Bukan Mitos

Kaum Pluralis mengetengahkan bahwa Alkitab bukanlah firman Allah, tulisan-tulisan Injil bukanlah laporan tentang Yesus sebenarnya, melainkan Yesus yang imani, mitos dari para penulis Injil. Praduga ini diawali ketika mereka mempelajari tentang kehidupan Kristus dan membaca tentang mujizat-mujizatNya, sehingga mereka menarik kesimpulan bahwa itu bukanlah mujizat atau kebangkitan, karena kita pengkritik tahu bukan secara historis, melainkan filosofis bahwa itu adalah sesuatu yang mustahil. Mujizat adalah mustahil, kita hidup dalam sistem yang terbatas, dalam hal adikodrati hal itu tidak ada. Jadi semuanya itu tidak mungkin ada. Apa yang kaum Pluralis lakukan adalah menyangkut hal-hal supranatural terutama tentang kebangkitan Kristus beranjak dari hal ini, bahkan sebelum memulai penelitian sejarah tentang hal itu. Pemikiran ini lebih tepat disangka sebagai prasangka filosofi daripada praduga historis. Metode pendekatan sejarah yang mereka lakukan didasari oleh “pikiran yang rasional”. Bukannya malah meneliti data-data sejarah secara benar, mereka malah menarik kesimpulan melalui “metafisik” dari rasio mereka yang sempit dibandingkan dengan hikmat Allah yang Mahatinggi. Mereka tidak memahami bahwa sebenarnya iman Kristen adalah iman yang obyektif; oleh karena itu harus ada suatu obyek. Konsep Kristen tentang iman yang menyelamatkan adalah iman yang membangun hubungan seseorang dengan Yesus Kristus, dan sama sekali bertentangan dengan pengertian iman secara “filosofis” kaum pluralis. Demikian juga kebenaran tentang Yesus Kristus dan Alkitab adalah sesuatu yang ada faktanya dan bukan sekedar mitos, yang kebenarannya tidak hanya didukung berdasarkan Alkitab saja, tetapi juga dari orang yang hidup sekontemporer dengan Injil yang hidup di luar Kristus, bahkan dari bukti-bukti arkeologi.

1. Fakta Kebenaran Dari Para Penulis Alkitab itu Sendiri

Kebenaran yang dikemukakan oleh para penulis Alkitab adalah kebenaran yang paling utama yang dapat diterima daripada kebenaran yang dikemukakan oleh kaum pluralis. Sebab adalah sesuatu yang konyol bila lebih mempercayai kesaksian orang yang hidupnya sangat berbeda jauh dengan zaman dimana Yesus hidup daripada orang yang hidup sekontemporer dengan Yesus dan menjadi saksi hidup itu sendiri. Hal yang lebih masuk akal ialah bahwa mitos itu sendiri adalah “Yesus historisnya” kaum Pluralis dari pada Yesus yang ditulis para penulis Injil. Sebab kaum Pluralis tidak punya fakta-fakta yang nyata dan bukti-bukti, tetapi hanya mengandalkan kebenaran pragmatis, prasangka filosofis dan praduga historis. Kaum Pluralis mengemukakan bahwa sangat sulit untuk mempercayai kebenaran berita tentang kehidupan Yesus yang peristiwanya dengan waktu penulisan ada jarak sekitar 15-20 tahun, akan tetapi akan lebih sulit lagi untuk mempercayai peristiwa atau kebenaran tentang Yesus dimana penelitiannya dilakukan setelah ribuan tahun itu pun bukan secara faktual, seperti yang dilakukan kaum Pluralis. Fakta kebenaran Injil adalah nyata, karena penulis PB menulis berdasarkan apa yang dilihatnya sendiri