16 kontroversial adalah Pembaruan Dalam Misi. Pada sidang sebelumnya mereka masih menekankan perlunya
memberitakan Injil kepada non Kristen tetapi pada sidang ini hampir tidak disinggung, sebaliknya menekankan pada dimensi “horisontal”, yaitu perdamaian pada umat manusia. Gagasan Karl Rahner tentang Anonymous
Christians
diterima, akibatnya penekanan pertobatan menjadi kurang penting. Sidang di Uppsala menjadi titik tolak perjumpaan dengan agama-agama lain di dunia bahwa:
Pertemuan dengan orang-orang yang berbeda keyakinan atau orang-orang tidak beriman harus memimpin kepada dialog. Dialog Kristen dengan orang tidak seiman
menunjukkan bukan suatu penyangkalan mengenai keunikan Yesus dan bukan meniadakan komitmennya sendiri kepada Yesus. Tetapi pendekatan orang Kristen
kepada orang yang tidak seiman harus manusiawi, bersifat pribadi, relevan dan rendah hati. Dalam dialog, kita membagi rasa kemanusiaan kita, baik harkat martabatnya dan
kejatuhannya, serta mengekspresikan kepedulian kita untuk kemanusiaan.... masing- masing bertemu dan menantang yang lain, bersaksi dari kedalaman keberadaannya
kepada kepedulian yang tinggi yang mendatangkan perwujudan perkataan dan perbuatan. Sebagai orang Kristen kita percaya bahwa Kristus berbicara dalam bentuk
dialog, menyatakan diri-Nya kepada mereka yang tidak mengenal Dia dan mengkoreksi pengetahuan mereka yang terbatas dan kabur. Dialog dan proklamasi Injil adalah
berbeda, tetapi kadang-kadang orang Kristen tidak dapat menmpatkan dalam pembukaan dialog dan proklamasi Injil....
Walaupun banyak pertentangan-pertentangan yang terjadi di sidang Uppsala terutama dari kelompok Injili, namun kaum Pluralis mengambil keuntungan dengan konsep yang lebih luas dalam pandangan teologia mereka.
Sidang Uppsala merupakan dasar bagi dukungan teologi bagi mereka. Salah satu teolog Asia C.S. Song mendefinisikan misi Kristennya yang pluralis bertolak dari rumusan Sidang Raya DGD kelima di Nairobi,
perkembangan dari Uppsala. Ia menekankan bahwa misi berarti mencari persekutuan dengan orang lain dalam kasih Allah.
G. Kesimpulan
Kelahiran dan perkembangan Pluralisme modern, tidak terlepas dari mundurnya era modernisme yang digantikan oleh postmodernisme. Perkembangan dunia berlangsung begitu pesat, dimana selalu terjadi perubahan-perubahan
baru. Di dalam dunia teologi pun tidak terlepas dari hal tersebut. Era modernisme yang didominasi oleh kaum Liberal berubah ke postmodernismenya kaum Pluralis. Kemunculan teologi-teologi kontemporer yang mod-
ern seperti ; teologi pengharapan, teologi mesianis, teologi feminisme, membuka pemahaman baru bagi dunia teologi Liberal yang tidak lahir baru. Masalah kemajemukan agama serta dialog-dialog antar agama merubah
kerangka berpikir teolog-teolog mereka yang tidak lahir baru. Dengan menggabungkan semua itu ditambah dengan filosofi pragmatisme dan relativisme, memunculkan suatu paham keagamaan yang baru, yaitu pluralisme
modern. Paham tersebut berkembang dengan sangat subur ditambah lagi dengan perubahan teologi yang terjadi di kalangan Gereja Katolik dan Protestan arus utama yang Liberal. Sehingga terjadilah pergeseran
paradigma teologi yaitu, dari eksklusivisme ke inklusivisme dan akhirnya kepada Pluralisme yang meninggalkan klaim-klaim finalitas menjadi relativitas.
17
BAB II PANDANGAN – PANDANGAN UTAMA PLURALISME MODERN
Tema – tema yang dimunculkan oleh kaum Pluralisme merupakan tema – tema sentral dari Alkitab. Penggerogotan terhadap tema – tema ini adalah upaya untuk membangun dasar doktrin bagi mereka sekaligus
mengesahkan pandangan mereka. Teologi Pluralisme dibangun atas penafsiran Alkitab secara teks dan secara konteks dibangun atas presupposisi teologi atau filsafat yang mereka anut, khususnya filsafat agama yang
memberikan inspirasi kepada mereka untuk membangun teologi agama. Bab ini merupakan penjabaran dari pandangan – pandangan utama kaum Pluralisme modern.
A Kristologi dalam Pluralisme
Topik mengenai Kristologi merupakan masalah yang sudah timbul sejak gereja mula – mula. Hal itu dapat kita lihat dalam tulisan – tulisan Rasul Paulus dan Yohanes. Persoalan itu terus muncul seiring dengan timbulnya
bidat – bidat Kristen. Paham Ebionet Alogi dan Monarkhian yang menyangkal keilahian Kristus yang berhadapan dengan golongan Doketisme, Gnostikisme dan Modalisme yang secara tegas menolak kemanusian Kristus.
Kemudian muncul lagi golongan Nestorian, Cyrilian, Euthianisme, Menophysites, Monothelitis. Persoalan masalah Kristologi itu terus berkembang sampai kepada zaman Thomas Aquinas hingga ke reformasi bahkan sampai
zaman modern.
Masalah Kristologi ini jugalah yang merupakan salah satu tema yang paling disorot oleh kaum Pluralisme. Pandangan tentang Yesus sejarah, Kristosentrisme, inkarnasi Kristus, finalitas Kristus adalah persoalan yang
paling disorot teolog – teolog Pluralisme.
1. Metode Pendekatan Kristologi
Dalam melakukan pendekatan Kristologinya kaum Pluralisme memakai dua metode. Metode yang pertama adalah Kristologi dari bawah dan yang kedua adalah Kristologi fungsional yang merupakan pertentangan dari
bawah
a. Kristologi dari bawah
Metode ini adalah metode yang berusaha untuk memahami keTuhanan Yesus yang dimulai dari manusia Yesus dari Nazaret, kemudian bertanya bagaimana caranya ia menjadi Allah. Metode ini disebut juga Voninten,
metode yang sama juga dipakai oleh kaum Adaptionis. Walaupun kaum Pluralis banyak tidak setuju dengan metode ini, tetapi dalam membangun teologinya mereka berusaha untuk mengembangkan dan menjadikannya
sebagai dasar doktrin mereka.
b. Kristologi Fungsional
Kristologi fungsional menekankan pada karya Kristus, yaitu Apakah yang Yesus lakukan ? Kaum Pluralisme dalam bukunya “ Wajah Yesus di Asia “ mengatakan yang penting bukan siapakah Yesus melainkan dimana
dia berada? Kaum Pluralis umumnya melihat Allah dari sudut manfaat seperti Allah mengasihi, memberi hidup. Kristologi fungsional ini merupakan jalan untuk mewujudkan Kristologi kontekstual. Berkenaan dengan Kristologi
fungsional ini kaum Pluralis sangat berupaya mengembangkannya, hal ini terlihat dari buku “Wajah Yesus di