a. Faktor Organisasional
1 Kurangnya Otonomi Kerja
Tuntutan tugas merupakan faktor yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang. Mereka meliputi desain pekerjaan individu
otonomi, berbagai tugas, tingkat otomatisasi, kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik. Lebih banyak ketergantungan antara tugas-tugas
seseorang dan tugas lainnya, lebih berpotensi terhadap adanya stres. Di
sisi lain, otonomi cenderung dapat mengurangi stres Robbins, 1998.
Seseorang yang diberikan otonomi dalam pekerjaannya dapat memungkinkan berkurangnya stres dalam dirinya, hal ini didukung oleh
penelitian Harlen Saragih 2008 diketahui bahwa pekerja yang bekerja secara mandiri ada 78,4 yang tidak mengalami stres sedangkan yang
tidak bekerja secara mandiri ada 54,5 yang mengalami stres, dan dalam penelitian tersebut diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara
otonomi kerja dengan stres kerja.
2 Beban Kerja
Tugas-tugas yang diberikan kepada pekerja terlalu banyak atau terlalu sedikit untuk diselesaikan dalam waktu tertentu akan menimbulkan beban
kerja berlebih atau terlalu sedikit kuantitatif. Beban kerja berlebih atau terlalu sedikit kualitatif adalah apabila pekerja merasa tidak mampu untuk
melakukan suatu tugas, ataupun suatu tugas yang tidak disertai keterampilan danatau potensi dari pekerja tersebut Munandar, 2006.
Tugas yang banyak tidak selalu menjadi penyebab stres, akan cenderung menjadi sumber stres apabila tugas yang banyak tersebut
melebihi kemampuan fisik maupun keahlian dan waktu yang diberikan kepada pekerja tersebut untuk menyelesaikannya Davis dan
Newstrom,1989 dalam Margiati,1999. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitaif maupun beban
berlebih kualitatis adalah desakan waktu. Pada saat-saat tertentu dan dalam hal tertentu, waktu akhir deadline dapat meningkatkan motivasi
dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Dan pada pekerjaan yang menitikberatkan pada pekerjaan otak membuat pekerjaan menjadi
semakin majemuk, semakin tinggi kemajemukan pekerjaan menimbulkan bertambah tingginya tingkat stres yang dialami Munandar, 2006.
Sedangkan jika beban kerja dirasa terlalu sedikit yang disebabkan kurangnya rangsangan akan menimbulkan semangat dan motivasi yang
rendah untuk bekerja. Pekerja akan merasa dirinya tidak berkembang dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya
Sutherland dan Cooper, 1998 dalam Munandar, 2006. Dalam hal ini, penelitian Airmayanti 2010 dan bida 1995
mendapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan stres kerja yang dialami oleh responden dalam penelitiannya
masing-masing. Untuk beban kerja kuantitatif, Salafi Nugrahani 2008 menerangkan bahwa terdapat hubungan antara beban kerja kuantitatif
dengan tingkat stres kerja, yaitu semakin tinggi beban kerja kuantitatif
yang dirasakan pekerja, maka tingkat stres yang dialami akan semakin berat dan sebaliknya.
Untuk mencegah timbulnya dampak buruk bagi pekerja yang disebabkan oleh beban kerja adalah dengan menambah gaji yang diterima
pekerja maupun dengan memberikan motivasi yang membuat pekerja tidak merasa beban kerjanya terlalu berat. Karena menurut Sedamayanti
2009 yang dikutip dalam Airmayanti 2010 kesediaan pegawai untuk menyesuaikan beban kecepatan kerjanya selama jam kerja adalah dengan
menambah gajipendapatan yang diterima pekerja maupun motivasi lainnya.
3 Relokasi Mutasi Pekerjaan
Menurut kamus besar bahasa indonesia, mutasi relokasi kerja adalah pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain. Relokasi
mutasi kerja merupakan pemindahan suatu pekerjaan dari tempat kerja lama menuju tempat kerja baru dengan tanggung jawab sama atau
berubah Ghufroni, 2010. Menurut Alex S. Nitisemito 1982 yang dikutip oleh Zaini 2012 pengertian mutasi adalah kegiatan yang
dilakukan atas persetujuan pimpinan perusahaan untuk memindahkan karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap setingkat
atau sejajar. Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo 2002 dalam Zaini 2012 mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan
proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan
tenaga kerja ke situasi tertentu diharapkan agar tenaga kerja tersebut mendapatkan kepuasan kerja dan dapat memberikan prestasi kerja yang
maksimal kepada perusahaan. H. Malayu S.P. Hasibuan 2008 dalam Zaini 2012 menyatakan bahwa pada dasarnya mutasi termasuk dalam
fungsi pengembangan karyawan, karena bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja perusahaan institusi tersebut.
Tujuan diadakannya relokasi mutasi kerja yang dinyatakan Hasibuan SP 2003 dalam Saragih 2008 adalah diharapkan dapat
memberikan uraian pekerjaan, lingkungan kerja dan alat kerja yang sesuai untuk orang yang bersangkutan sehingga dapat bekerja dengan
efisien dan efektif. Akan tetapi relokasi mutasi kerja yang tidak sesuai dapat menimbulkan tekanan kejiwaan maupun perasaan yang bersumber
dari unit kerja baru ataupun jabatan baru, apabila pada tingkat toleransi tertentu tidak dapat ditoleransi oleh orang yang mengalami relokasi
mutasi kerja akan berpotensi menimbulkan stres Saragih, 2008. Dalam hasil penelitian Harlen Saragih 2008 diketahui bahwa ada
hubungan yang signifikan antara mutasi kerja dengan stres kerja pada perawat di ruang rawat inap RSUD Porsea. Sehingga seseorang yang
pekerjaannya direlokasimutasi, memungkinkan dirinya akan mengalami stres
karena pekerjaannya
yang berbeda
dari sebelum
dia direlokasikandimutasi. Lain lagi dengan hasil penelitian yang didapat
Bida 1995, pada pekerja yang merasakan keterpencilan tempat kerjanya cenderung mendapatkan stres kerja tiga kali lebih besar daripada yang
tidak. Ketidaksesuaian relokasi mutasi dengan keahlian maupun kesesuaian jenjang karirnya menimbulkan terjadinya perubahan tipe kerja
yang dapat menimbulkan stres Davis dan Newstrom 1989 dalam Margiati 1999.
4 Pelatihan
Pelatihan mengacu pada upaya yang direncanakan oleh perusahaan untuk memfasilitasi pembelajaran karyawan terkait kompetensi kerja
mencakup pengetahuan, keterampilan, atau perilaku yang penting untuk kinerja yang sukses Noe, 2000. Pelatihan atau training adalah salah
satu bentuk pendidikan dengan melalui training sasaran belajar atau sasaran pendidikan akan memperoleh pengalaman-pengalaman belajar
yang akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku mereka Notoadmodjo, 1989. Menurut Andrew E. Sikula dalam Notoadmodjo,
1989 training adalah proses pendidikan jangka pendek menggunakan prosedur sistemik dan terorganisir dimana non-manajerial personil
mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu. Pada bukunya “Manajemen Personalia” yang dikutip dalam Soekidjo
Notoadmojo 1989, Alex S. Nitisemito menyatakan bahwa pelatihan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan atau organisasi yang
bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawan atau anggotanya
sesuai dengan keinginan dari perusahaan atau organisasi tersebut. Strauss
dan Sayles dalam Notoadmodjo, 1989 mendefinisikan pelatihan sebagai kegiatan merubah perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya
menimbulkan perubahan perilakunya. Menurut lembaga administrasi Negara dalam Atmodiwirio, 2002, pelatihan adalah pembelajaran yang
dipersiapkan agar
pelaksanaan pekerjaan
sekarang meningkat
kinerjanya. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau
pekerjaan UU ketenagakerjaan no.13 tahun2003. Menurut Soekidjo Notoadmodjo 1989 tujuan pokok dari setiap
training pelatihan adalah untuk merubah kemampuan seseorang yang ditunjukkan
di dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Sedangkan kebijaksanaan umum suatu pelatihan adalah agar pekerja dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan efektif, serta menyiapkan mereka untuk dapat mengembangkan selanjutnya.
Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, dikembangkan satu sistem pelatihan kerja
nasional yang merupakan acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua bidang danatau sector yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.31
tahun 2006 mengenai sistem pelatihan kerja nasional. Karena menurut Denny 2011, seseorang yang di tempatkan dalam pekerjaan yang tidak
sesuai dengan kualifikasi kerjanya dan orang tersebut sulit dalam
mengatasi sesuatu akan menurunkan kepercayaan dirinya dapat menyebabkan stres, karena ketidakmampuan dirinya memenuhi tuntutan
kerja dan tidak adanya pelatihan untuk menyelesaikan pekerjannya tersebut.
5 Karir
Wanita yang bekerja, pada umumnya masih mendominasi pekerjaan skala bawah. Wanita yang bekerja di sektor pertanian pedesaan,
mayoritas berada di tingkat buruh tani. Wanita yang bekerja di sektor industri perkotaan lebih banyak terlibat sebagai buruh di industri tekstil,
garmen, sepatu dan elektronik. Di sektor perdagangan, pada umumnya wanita yang bekerja terlibat dalam perdagangan usaha kecil seperti
berdagang sayur mayur di pasar tradisional, usaha warung, yang merupakan jenis-jenis pekerjaan yang lazim ditekuni wanita Deka,
2009. Kecenderungan perempuan terpinggirkan pada pekerjaan marginal
tersebut tidak semata-mata disebabkan faktor pendidikan. Akan tetapi dari kalangan pengusaha, lebih cenderung mempekerjakan perempuan
pada sektor tertentu dan jenis pekerjaan tertentu karena upah perempuan lebih rendah daripada laki-laki Deka, 2009.
Diskriminasi upah yang terjadi secara eksplisit maupun implisit, seringkali
memanipulasi ideologi
gender sebagai
pembenaran. Banyaknya persepsi masyarakat yang beranggapan bahwa wanita yang
bekerja pada dasarnya hanya untuk membantu ekonomi keluarga validitasnya belum terbukti, karena untuk wanita dengan ekonomi
menengah kebawah pada kondisi krisis banyak wanita yang menjadi pencari nafkah utama keluarga Deka, 2009.
Kecilnya peluang untuk promosi, baik disebabkan oleh keadaan tidak mengizinkan maupun karena mungkin dilupakan, dapat menjadi
pembangkit stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah waktunya mendapat promosi. Begitu pula untuk promosi berlebih, dimana tenaga
kerja merasa terlalu dini untuk dipromosikan sedangkan dirinya belum siap untuk berpengetahuan dan berketrampilan yang tidak sesuai dengan
bakatnya, hal tersebut juga dapat memicu stres kerja Munandar, 2008. Kecilnya peluang untuk promosi bagi wanita merupakan fenomena
gless ceiling. Fenomena gless ceiling merupakan persepsi yang ada dalam masyarakat bahwa wanita dapat diterima sebagai karyawan perusahaan,
tetapi sulit untuk dipromosikan
Stoner et. al., 1996 dalam Wijayanti, 2009
. Airmayanti 2010 dalam hasil penelitian mendapatkan bahwa
pengembangan karir tidak memiliki hubungan dan tidak berpengaruh terhadap stres kerja. Berbeda dengan Airmayanti 2010, Pandyi
Soegiono 2008 dalam jurnal aplikasi manajemen memaparkan hasil penelitiannya yaitu pengaruh faktor tersendatnya karir bersifat positif
akan tetapi tidak signifikan terhadap stress kerja. Hal tersebut sesuai dengan pendapat ALLEN, et Al 1998 yang dikutip Koesmono 2007
dalam Soegiono 2008 yang menyatakan bahwa job content plateu menjadi hal yang biasa di dalam organisasi dan memiliki pengaruh
terhadap stres kerja seseorang baik negatif distress maupun positif eustress, sehingga orang tersebut lebih mengutamakan tugas dan
imbalan upahgaji yang diperoleh ketika bekerja. Menurut Davis dan Newstrom 1989 yang dikutip Koesmono 2007 dalam Soegiono 2008
menyatakan bahwa meningkatnya stress, diiringi dengan prestasi kerja yang cenderung naik karena stres yang dimiliki membantu pekerja untuk
mengerahkan segala sumber daya dalam memenuhi standar kerjanya.
6 Hubungan Dengan AtasanMajikan
Menurut hasil penelitian Buck 1972 dikutip oleh Novendra 1994, bahwa kurangnya perilaku perhatian pertimbangan dari seorang atasan
akan dapat mendorong kepada perasaan tekanan pekerjaan. Menurut Munandar 2006 kelekatan kelompok, kepercayaan antar pribadi dan
rasa senang dengan atasan berhubungan dengan penurunan stres pekerjaan dan menjadikan kesehatan lebih baik. Perilaku yang kurang
menenggang rasa dari atasan akan menimbulkan rasa ketegangangan dari pekerjaan yang dapat dirasakan sebagai penuh stres.
Salah satu faktor utama yang berpengaruh dari seorang manajer yang dikutip oleh Novendra 1994 adalah pengawasannya terhadap pekerjaan
orang lain. Ketidakmampuan untuk mendelegasi dapat menjadi suatu masalah, tetapi sekarang strain baru adalah mempunyai keterampilan
interpersonal dari seorang manajer, manajer harus mempelajari bekerja secara partisipatif. Menurut Gowler dan Legge 1956 dalam Novendra
1994 diketahui bahwa faktor yang dapat digunakan pada partisipasi suatu sebab dari keberhasilan, ketidakpastian dan stres para mananjer,
diantaranya adalah ketidaksesuaian dari kekuasaan formal dan kekuasaan yang sebenarnya, manajer bisa mengalami pengikisan dari kekuasaan dan
peraturan formalnya serta kehilangan dalam memberi penghargaan, manajer dapat menjadi subyek penekanan yang tidak dapat menjadi satu
antara berpartisipasi dan dalam hal meningkatkan jumlah produksi yang tinggi serta bawahannya yang mungkin dapat menolak untuk
berpartisipasi. Menurut Munandar 2006 menyatakan bahwa hubungan yang buruk
dengan atasan, rekan kerja dan bawahan dalam bekerja dapat memicu timbulnya stres dan absenteisme dalam bekerja. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Britton 1989 yang dikutip oleh putri 2011 memaparkan bahwa dukungan sosial dari para atasan berpengaruh positif
terhadap kesehatan fisik dan kesehatan mental para pekerja. Hal tersebut sejalan dengan yang didapatkan Nugrahani 2008 dalam penelitiannya
bahwa ada hubungan antara hubungan dengan supervisor terhadap stres. Selain itu juga menurut Parasuraman,dkk 1992 yang dikutip oleh putri
2011, dukungan sosial yang diterima seseorang dari atasannya, teman sekerja, dan keluarga mempunyai pengaruh yang besar untuk
meringankan beban seseorang yang mengalami kelelahan fisik, emosional maupun mental.
Untuk membangun hubungan atasan-bawahan yang baik, dapat dengan melakukan langkah dasar Loh, 2013 seperti: mengerjakan
pekerjaan dengan baik dan patuhi peraturan yang ada d perusahaan, berusaha memahami cara kerja atasan anda, bekerjalah sebagai bagian
dari perusahaan, apabila ada ketidaksepahaman dengan atasan segera diselesaikan dengan baik, bersikap yang tidak menimbulkan kesan
mengancam posisi atasan anda, serta bersikaplah jujur dan tidak berjanji secara berlebihan dapat memenuhi deadline tertentu.
7 Perkembangan Teknologi
Ketidakpastian teknologi ditandai dengan perubahan inovasi teknologi yang sangat pesat. Pesatnya inovasi teknologi membuat
pekerja dituntut untuk dapat menguasainya dalam waktu singkat serta minimnya pengalaman yang dimiliki merupakan faktor pembangkit stres
kerja bagi pekerja Robbins, 1998. Hal ini juga diperkuat oleh Rina Fiati dan Nafi Inayati Zahro dalam Seminar Nasional Teknologi Informasi
Komunikasi Terapan Semantik tahun 2012 yang menyatakan bahwa hubungan antara teknologi informasi dan tingkat stress pada wanita yang
bekerja adalah positif. Dan menurut hasil penelitian Kagawa 2013 dalam dalam Syarifuddin 2013, bahwa sebanyak 93 responden
Indonesia mengatakan bahwa mereka membawa perangkat pribadinya untuk bekerja dan menggunakannya untuk melakukan pekerjaan mereka.
8 Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji
Menurut Greenberg 2002 faktor-faktor yang secara khusus dianggap berhubungan dengan ketidakpuasan terhadap pekerjaan salah satunya
adalah gaji. Pernyataan yang sama juga dipaparkan oleh Cooper dan Davidson 1987 dalam Miller 2000 yaitu kepuasan terhadap
pembayaran dalam dunia usaha dapat diartikan sebagai gaji merupakan faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Sejalan dengan Bida 1995
yang pada penelitiannya mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara gaji dan stres kerja.
Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Salafi Nugrahani 2008 yang memaparkan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan terhadap gaji
dengan tingkat stres yang dialami pekerja, yaitu semakin rendah kepuasan pekerja terhadap gajinya, maka tingkat stres yang dialami akan
semakin berat dan begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, berbeda dengan penelitian Airmayanti 2010 yang memaparkan bahwa pengembangan
karier berupa pemberian gaji bukan termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja.
Menurut Hezberg dalam Munandar 2006 jika seseorang menganggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas, dan
sebaliknya apabila seseorang menganggap gajinya cukup, pekerja akan
merasa puas. Semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin rendah stres kerja, karena kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi negatif
signifikan terhadap stres kerja
Kosnin dan Lee
, 2008. Menurut Miller 2000 salah satu cara untuk mengurangi potensi stres kerja pada pekerja
yaitu dengan mempertimbangkan kepuasan kerja pekerja itu sendiri.
9 Pekerja Dikorbankan Akibat Penurunan Laba yang Didapat
Perampingan organisasi merupakan serangkaian kegiatan, yang dilakukan pada bagian dari manajemen organisasi dan dirancang untuk
meningkatkan efisiensi organisasi, produktivitas, dan atau daya saing. Kegiatan tersebut merupakan strategi yang diterapkan oleh manajer yang
berdampak pada jumlah tenaga kerja perusahaan, biaya, dan proses kerja Cameron, 1994.
Cameron 1994 mendefinisikan perampingan dalam 4 kriteria. Yang pertama, perampingan merupakan serangkaian kegiatan yang sengaja
dilakukan oleh anggota organisasi. Kedua, perampingan biasanya melibatkan pengurangan personel, meskipun tidak terbatas hanya pada
pengurangan personil. Berbagai strategi pengurangan personel yang berhubungan dengan perampingan seperti pengalihan, memberikan
mutasi, insentif pensiun, paket pembelian, PHK, putus sekolah, dan sebagainya.Yang ketiga, perampingan yang difokuskan pada peningkatan
efisiensi organisasi. Perampingan terjadi baik secara proaktif atau reaktif dalam rangka untuk mengendalikan biaya untuk meningkatkan
pendapatan, atau untuk meningkatkan daya saing. Artinya, perampingan dapat diimplementasikan sebagai reaksi defensif penurunan atau sebagai
strategi proaktif untuk meningkatkan kinerja organisasi. Dan terakhir, Perampingan mempengaruhi proses kerja secara sadar ataupun tidak.
Misalnya pada kontrak tenaga kerja, apabila karyawan yang tersisa lebih sedikit untuk melakukan jumlah beban kerja yang sama, hal ini
berdampak pada pekerjaan apa yang akan dilakukan dan bagaimana hal itu akan dilakukan.
b. Faktor Individual