Dampak Stres Kerja Manajemen Stres

Hal ini karena rokok, kopi dan alkohol dapat meningkatkan kadar kedua hormon tersebut dalam tubuh. Dari keempat cara tersebut, yang paling sering digunakan dalam penelitian stres adalah life event scale, karena paling mudah diatur dan membutuhkan biaya yang relatif lebih murah walaupun sering terdapat keterbatasan tertentu.

G. Dampak Stres Kerja

Dalam dunia kerja, dampak yang ditimbulkan akibat stres kerja dapat berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan maupun individu itu sendiri. Dampak stres terhadap organisasi diantaranya yaitu terjadinya hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja, kenormalan aktivitas kerja terganggu, menurunnya tingkat produktivitas kerja, menurunnya pemasukan dan keuntungan perusahaan, terjadinya kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya serta banyaknya karyawan yang mangkir kerja, ataupun pekerjaan tidak selesai tepat waktu baik karena kelambanan maupun karena banyaknya kesalahan yang berulang. Sedangkan dampak stres terhadap individu diantaranya adalah timbulnya berbagai permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis, dan interaksi sosial Rini, 2002. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Retnaningtyas 2005 mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara stres kerja dengan produktivitas pekerja wanita. Lain lagi dengan Tunjungsari 2011, hasil penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja. Sedangkan dari penelitian Suroso dan Siahaan 2006 diketahui bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerja, artinya semakin tinggi tingkat stres yang dimiliki pekerja maka semakin rendah kinerja yang dihasilkan. Dan menurut Randall Schuller 1980 yang dikutip oleh Rini 2002 diketahui bahwa stress pada pekerja berbanding lurus dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, dan tendensi terjadinya kecelakaan kerja.

H. Manajemen Stres

Memanajemeni stres merupakan usaha mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dan menampung akibat fisiologikal stres. Memanajemeni stres mempunyai tujuan mencegah berkembangnya stres jangka pendek menjadi stres jangka panjang atau stres yang bersifat kronis Munandar, 2006. Ada berbagai cara manajemen stres untuk mencegah ataupun mengendalikan stres. Dalam jurnal Lulus Margiyati 1999 strategi manajemen stres kerja menurut Baron dan Greenberg 1990 yaitu dengan strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual, yaitu: 1. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif. Artinya jika seorang merasa dirinya merasa ketegangannya meningkat, para karyawan tersebut seharusnya time out terlebih dahulu. Cara time out ini dapat dilakukan dengan istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja; ke ruang istirahat jika menyediakan; pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka dengan air dingin atau berwudhu bagi orang Islam; mendengarkan musik; menonton televisi sejenak; bercanda ringan dengan teman sekerja dan sebagainya. 2. Melakukan relaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. 3. Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayursayuran, dan semacamnya serta banyak melakukan olah raga seperti lari secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya. Cara mencegah dan mengendalikan stres kerja menurut Sauter 1990 yang dikutip dalam Prihatini 2008, diantaranya: 1. Beban kerja fisik ataupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas kerja dengan menghindari adanya beban kerja yang berlebih maupun yang terlalu ringan. 2. Jam kerja harus disesuaikan terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan 3. Diberikannya kesempatan mengembangkan karir, mendapatkan promosi, dan kemampuan keahlian kepada pekerja. 4. Membentuk lingkungan sosial yang sehat, baik diantara pekerja maupun antara atasan dengan bawahan. 5. Mendesain tugas-tugas kerja yang dapat menstimulasi dan memberikan kesempatan kepada pekerja menggunakan keterampilannya. Menurut Veithzal Rivai 2004 yang dikutip oleh Tunjungsari 2011, pengendalian stress kerja dapat dilakukan dengan pendekatan individu maupun pendekatan perusahaan, Pendekatan individu meliputi : 1. Meningkatkan keimanan 2. Melakukan meditasi dan pernapasan 3. Melakukan kegiatan olahraga 4. Melakukan relaksasi 5. Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga 6. Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan Pendekatan perusahaan meliputi: 1. Melakukan perbaikan iklim organisasi 2. Melakukan perbaikan terhadap lingkungan fisik 3. Menyediakan sarana olahraga 4. Melakukan analisis dan kejelasan tugas 5. Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan 6. Melakukan restrukturasi tugas 7. Menerapkan konsep manajemen berdasarkan sasaran Teknik-teknik manajemen stres dapat juga dilakukan dengan kerekayasaan organisasi, kerekayasaan kepribadian, teknik penenangan pikiran, maupun teknik penenangan melalui aktifitas fisik Munandar, 2006. 1. Kerekayasaan organisasi Teknik ini dilakukan untuk mengubah lingkungan kerja menjadi lingkungan kerja yang tidak penuh stres. Lingkungan kerja secara fisik yang menurut para pekerja dirasakan sebagai pembangkit stres diantaranya bising, vibrasi, tempratur panas ataupun terlalu dingin, serta paparan risiko dan bahaya lainnya dapat diatur kembali dengan menganalisa kondisi lingkungan kerja. 2. Kerekayasaan kepribadian Strategi yang digunakan dalam teknik ini adalah mengupayakan timbulnya perubahan-perubahan dalam kepribadian individu sehingga timbulnya stres dapat dicegah dan agar ambang stres dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi. Perubahan-perubahan yang dituju adalah perubahan yang terkait dengan pengetahuan, kecakapan, keterampilan, serta nilai yang mempengaruhi persepsi dan sikap pekerja terhadap pekerjaannya. Program pelatihan merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan keterampilan maupun mencegah timbulnya stres akibat adanya perbedaan antara nilai-nilai organisasi dengan nilai pribadi. Program pelatihan yang efektif akan mencegah timbulnya stres maupun meningkatkan ambang individu terhadap stres dalam menghadapi beban kerja berlebihan, promosi, dan job insecurity yang dapat membakitkan stres kerja. Apabila pekerja telah mengalami stres yag menimbulkan ganguan terhadap kesehatan mentalnya, maka psikoterapi dapat diberikan agar kesehatan mentalnya dapat berfungsi optimal kembali. 3. Teknik penenangan pikiran Teknik ini bertujuan untuk mengurangi kegiatan pikiran, membuat perasaan cemas dan khawatir berkurang, kesigapan umum general arousal berkurang, sehingga pikiran menjadi tenang dan stres akan berkurang. Teknik ini dapat dilakukan dengan meditasi, pelatihan relaksasi autogenic maupun pelatihan relaksasi neuromuscular. Pelatihan relaksasi autogenic fokus pada gambaran perasaan tertentu yang dihayati bersama dengan terjadinya peristiwa tertentu yang kemudian terkait kuat dalam ingatan, sehingga timbulnya kenangan tentang peristiwa akan menimbulkan penghayatan dari gambaran perasaan yang sama. Pelatihan relaksasi autogenic berusaha mengaitkan penghayatan yang menenangkan dengan kejadian yang menimbulkan ketegangan, sehingga tubuh kita terkondisi untuk memberikan penghayatan yang tetap menenangkan walaupun mengalami kejadian yang sebelumnya menimbulkan ketegangan. Sedangkan pelatihan relaksasi neuromuscular terdiri dari latihan sitematis terhadap otot dan komponen-komponen system syaraf yang mengendalikan aktifitas otot, untuk mengurangi ketegangan dalam otot sehingga dapat mengurangi ketegangan yang nyata dari tubuh kita.. 4. Teknik penenangan melalui aktifitas fisik Teknik ini berfungsi untuk menggunakan sampai habis hasil-hasil sres yang diproduksi oleh katekutan maupun ancaman, atau mengubah sistem hormon dan syaraf kita ke dalam sikap mempertahankan. Dan dapat juga menurunkan reaktifitas kita terhadap stres di masa mendatang dengan mengondisikan relaksasi. Selain itu juga perasaan sehat, tenang ,dan ringan transcendence yang timbul setelah melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik dapat dilakukan sebelum dan sesudah terjadinya stres. Aktifitas dapat dilakukan dengan senam kesegeran badan, jogging, berjalan santai di pagi hari, dan sebagainya. Apabila aktifitas fisik dilakukan secara teratur, dapat membantu kita menjadi lebih tahan terhadap stres. Selain cara pencegahan dan pengendalian stres yang telah disebutkan, ada lagi cara pencegahan dan pengendalian stres lainnya yaitu dengan melakukan manajemen diri. Menurut Prijosaksono dan Mardiyanto 2003 yang dikutip dalam Yudhaningrum 2009, manajemen diri merupakan suatu mekanisme untuk dapat mengendalikan risiko dari dampak stres kerja, membuat individu dapat menghadapi dan mengendalikan realita kehidupan dan keberadaan diri yang terdiri atas tubuh fisik, emosi, mental, maupun pikirannya. Manajemen diri adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengendalikan hal-hal yang berlebihan dalam pengambilan keputusan maupun perilakunya, yang dapat digambarkan sebagai seperangkat strategi kognitif dan perilaku yang membantu individu dalam mendesain lingkungannya, membentuk motivasi diri, dan membentuk perilaku yang tepat khususnya dalam mengantisipasi dan mengelola dengan baik tekanan-tekanan yang dapat menimbulkan stres di tempat kerja Yudhaningrum, 2009. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Yudhaningrum 2009 yang mendapatkan bahwa pekerja yang telah mendapatkan pelatihan manajemen diri tingkat stres kerja pada pekerja mengalami penurunan. Teknik manajemen diri ada berbagai macam caranya. Menurut Manz 1986 yang dikutip dalam Yudhaningrum 2009, teknik manajemen diri diantaranya yaitu: 1. Standard-setting, menentukan sasaran, target tingkah laku atau prestasi yang hendak dicapai. Bila tujuan telah ditetapkan, seseorang akan lebih fokus pada bagaimana tujuan tersebut dapat dicapai, misalnya seorang wanita karir yang memiliki rencana dan tujuan yang mantap akan dapat mencapai kesuksesan dalam pekerjaannya. 2. Self monitoring, dapat dilakukan dengan cara mencatat atau membuat grafik sehingga perubahan data dapat dilihat individu yang bersangkutan dan berfungsi sebagai insentif atau penguat reinforcer, contohnya seorang karyawan memiliki sebuah catatan khusus yang digunakan untuk memantau perkembangan pekerjaannya, biasanya orang tersebut akan lebih cepat berkembang di bidangnya. 3. Self evaluation, dalam tahap ini, individu yang bersangkutan mengevaluasi kembali perkembangan rencana kerjanya, misalnya seorang karyawan mengevaluasi hasil kerjanya apakah sudah memenuhi target atau belum, karena bila belum, maka dia dapat memperbaiki diri agar targetnya dapat terpenuhi, misalnya urusan pengambilan keputusan menghambat pencapaian target pekerjaan, maka karyawan tersebut dapat berusaha menyesuaikan dan memperbaiki diri, seperti mencari cara yang menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya tanpa terganggu pengambilan keputusannya. 4. Self reinforcement, teknik menghargai diri sendiri secara positif, seperti member penilaian atau penghargaan terhadap apa yang telah dilakukan, misalnya seorang pekerja melakukan penilaian atas hasil kerjanya dan cara pengambilan keputusannya, bila targetnya terpenuhi, maka dirinya dapat menghadiahi diri sendiri sebagai imbalan atas usaha yang telah dilakukan.

I. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini mengacu pada teori menurut National Safety Council 2004 bahwa faktor-faktor penyebab stres kerja terdiri dari faktor organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor organisasional terdiri dari otonomi kerja, kuota beban yang tidak logis, relokasi pekerjaan, pelatihan, karir yang melelahkan, hubungan buruk dengan majikan, perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji, dan pekerja dikorbankan penurunan laba yang didapat. Faktor individual terdiri dari pertentangan antara karir dan keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan, kejenuhan kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan hubungan dengan rekan kerja. Faktor lingkungan terdiri dari kondisi lingkungan kerja, diskriminasi ras, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan. Bagan 2.2 Kerangka Teori Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja Sumber: National Safety Council 2004  Faktor Organisasi  kurangnya otonomi kerja  beban kerja  relokasi pekerjaan  pelatihan  karir yang melelahkan  hubungan dengan majikan  perkembangan teknologi  bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji  pekerja dikorbankan penurunan laba yang didapat  Faktor Individu  pertentangan karir-keluarga  ketidakpastian ekonomi  kurangnya penghargaan  kejenuhan kerja  perawatan anak yang tidak adekuat  hubungan dengan rekan kerja  Faktor Lingkungan  kondisi lingkungan kerja  diskriminasi ras  pelecehan seksual  kekerasan di tempat kerja  kemacetan Stres Kerja 67

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini mengacu pada kerangka teori menurut National Safety Council 2004 bahwa faktor-faktor penyebab stres kerja terdiri dari faktor organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor organisasional terdiri dari otonomi kerja, beban yang kerja, relokasi pekerjaan, pelatihan, karir yang melelahkan, hubungan dengan majikan, perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji, dan pekerja dikorbankan penurunan laba yang didapat. Faktor individual terdiri dari pertentangan antara pekerjaan dan keluarga, ketidakpastian ekonomi, penghargaan, kejenuhan kerja, dan perawatan anak. Faktor lingkungan terdiri dari kondisi lingkungan kerja, diskriminasi ras, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan. Namun ada beberapa variabel yang tidak dimasukkan ke dalam konsep penelitian ini. Variabel otonomi kerja tidak dimasukkan karena dari studi pendahuluan peneliti, variabel otonomi kerja datanya tidak bervariasi bersifat homogen. Variabel pekerja dikorbankan penurunan laba yang didapat tidak di masukkan karena penelitian ini dilakukan di lingkungan masyarakat yang jenis dan tempat kerjanya berbeda-beda antara satu responden dengan responden lainnya. Selain itu, peneliti merasa kesulitan untuk mengetahui kebenaran responden menjadi korban akibat penurunan laba