memperlihatkan bakat dan keterampilannya Sutherland dan Cooper, 1998 dalam Munandar, 2006.
Untuk mencegah timbulnya dampak buruk bagi responden yang disebabkan oleh beban kerja, disarankan kepada tiap individu responden untuk
lebih mengembangkan keahlian melalui pelatihan-pelatihan yang terkait dengan pekerjaannya baik yang diselenggarakan oleh perusahaan maupun pihak lainnya,
dan kepada pihak yang mempekerjakan responden disaranakan untuk lebih mempertimbangkan kembali beban kerja yang diberikan kepeada pekerjanya dan
juga terhadap jam kerja normal. Apabila pihak pemberi kerja ingin menambah waktu kerja pekerjanya melebihi jam kerja normal 8jam untuk menyesuaikan
dengan beban kerja yang diberikan, disarankan untuk memberikan upah lembur yang sesuai. Karena menurut Sedamayanti 2009 yang dikutip dalam
Airmayanti 2010 memaparkan bahwa kesediaan pegawai untuk menyesuaikan kecepatan
kerjanya selama
jam kerja
dipengaruhi oleh
banyaknya gajipendapatan yang diterima maupun motivasi lainnya.
D. Relokasi Mutasi Pekerjaan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden pernah mengalami relokasi mutasi kerja. Responden lebih banyak yang merasa sesuai
dengan relokasi mutasi pekerjaan pekerjaannya dibandingkan dengan yang merasa tidak sesuai dengan relokasi mutasi pekerjaan yang didapatkannya.
Keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh pengaruh kenaikan jabatan golongan yang sesuai dengan keterampilannya dan faktor lingkungan tempat
kerja baru yang tidak jauh dengan lokasi tempat tinggalnya ataupun tidak dalam daerah yang memiliki keterbatasan hubungan dengan dunia luar daerah
terpencil. Karena pada pekerja yang merasakan keterpencilan tempat kerjanya cenderung mendapatkan stres kerja tiga kali lebih besar daripada yang tidak
Bida, 1995. Baik responden yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan relokasi
pekerjaan yang didapatkan, keduanya lebih banyak yang mengalami stres. Hasil statistik uji chi-square menunjukkan relokasi mutasi pekerjaan tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety Council 2004 bahwa
relokasi pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Selain itu hasil ini juga tidak sejalan dengan penelitian
Saragih 2008 yang mendapatkan bahwa mutasi kerja memiliki hubungan bermakna dengan kejadian stres pada perawat.
Tidak adanya hubungan bermakna antara relokasi mutasi pekerjaan mungkin dikarenakan para responden yang pernah mengalami relokasi mutasi
pekerjaan sudah merasa sesuai dengan keahlian maupun jenjang karir responden, serta kemampuan yang dimiliki responden untuk dapat beradaptasi dengan baik
terhadap tugas, lingkungan kerja ataupun rekan kerjanya yang baru. Hal ini diperkuat oleh Davis dan Newstrom 1989 dalam Margiati 1999 yang
menyatakan bahwa ketidaksesuaian relokasi mutasi dengan keahlian maupun kesesuaian jenjang karirnya menimbulkan terjadinya perubahan tipe kerja yang
dapat menimbulkan stres.
Tujuan diadakannya relokasi mutasi kerja yang dinyatakan Hasibuan SP 2003 dalam Saragih 2008 adalah diharapkan dapat memberikan uraian
pekerjaan, lingkungan kerja dan alat kerja yang sesuai untuk orang yang bersangkutan sehingga dapat bekerja dengan efisien dan efektif. Akan tetapi
relokasi mutasi kerja yang tidak sesuai dapat menimbulkan tekanan kejiwaan maupun perasaan yang bersumber dari unit kerja baru ataupun jabatan baru,
apabila pada tingkat toleransi tertentu tidak dapat ditoleransi oleh orang yang mengalami relokasi mutasi kerja akan berpotensi menimbulkan stres Saragih,
2008. Oleh karena itu disarankan untuk para responden agar tidak menganggap relokasi mutasi pekerjaan sebagai ketegangan, tetapi menjadikannya sebuah
tantangan baru yang harus dihadapi dengan baik. Sehingga diharapkan dapat termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi dan tidak menimbulkan stres yang
dapat menggangu kinerja.
E. Pelatihan Kerja