Berdasarkan  hasil  uji  bivariat  didapatkan  bahwa  hubungan  rekan  kerja tidak  memiliki  hubungan  dengan  stres  kerja.  Hasil  ini  sejalan  dengan  hasil
penelitian yang dilakukan oleh Bida 1995 bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna  antara  hubungan  sesama  rekan  kerja    dengan  stres  yang  dialami
pekerja. Hal  ini  mungkin  disebabkan  karena  wanita  biasanya  menyampaikan
keluh  kesahnya  dengan  bertukar  pikiran  kepada  orang  dekat  yang  nyaman baginya, untuk hal pekerjaan yang menjadi orang terdekat biasanya adalah rekan
sekerjanya karena mereka sama-sama berada dalam  satu  tingkatan maupun satu lini kerja yang sama. Sehingga secara tidak langsung menimbulkan kenyamanan
hubungan  dengan  rekan  kerja.  Selain  itu,  tidak  adanya  hubungan  antara hubungan  rekan  kerja  dengan  stres  pekerja  mungkin  disebabkan  karena  merasa
pada  satu  tingakatan  karir  yang  sama  membuat  pekerja  tersebut  tidak  perlu mempertanggung  jawabkan  pekerjaannya  kepada  teman  sekerja  dan  juga
dimungkinkan  karena  budaya  gotong  royong  yang  tercipta  di  lingkungan kerjanya, seperti yang dikemukakan Bida 1995.
P. Kondisi Lingkungan Kerja
Berdasarkan  hasil  penelitian,  sebagian  besar  responden  menyatakan kondisi  lingkungan  kerjanya  baik.  Responden  yang  menyatakan  kondisi
lingkungan  kerjanya  baik  lebih  banyak  yang  tidak  mengalami  stres,  sedangkan responden  yang  memiliki  kondisi  lingkungan  buruk  sebagian  besar  mengalami
stres.  Kondisi  lingkungan  kerja  responden  yang  paling  banyak  dirasakan  tidak
nyaman adalah
kondisi keramaian
tempat kerjanya,
diikuti suhu
lingkungansirkulasi  udara  tempat  kerja,  dan  terakhir  kondisi  house  keeping lingkungan kerja.
Berdasarkan  hasil  uji  chi-square  didapatkan  bahwa  tidak  ada  hubungan bermakna  antara  kondisi  lingkungan  kerja  dengan  stres  kerja.  Hal  ini  tidak
sejalan  dengan    teori  yang  diungkapkan  National  Safety  Council  2004  bahwa kondisi lingkungan kerja merupakan salah satu faktor  yang dapat menimbulkan
stres kerja. Hal ini juga tidak sejalan dengan hasil penelitian Susilo 2007 yang mendapatkan  bahwa  lingkungan  kerja  fisik  secara  parsial  berpengaruh  negatif
signifikan terhadap stres kerja pada karyawan, artinya semakin baik lingkungan fisik maka stres kerja akan menurun.
Tidak  adanya  hubungan  antara  kondisi  lingkungan  kerja  dengan  stres kerja  mungkin  karena  responden  telah  beradaptasi  dengan  baik  pada  kondisi
lingkungan tempat kerjanya dan juga mungkin karena sebagian besar responden adalah  wanita  bekerja  di  sektor  formal,  biasanya  telah  tersedia  fasilitas  yang
cukup untuk menjaga kebersihan tempat kerja. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa stres kerja yang dialami respoden dipengaruhi oleh
faktor lainnya.
Q. Pelecehan Seksual
Dari  hasil  penelitian  diketahui  bahwa  sebagian  besar  responden menyatakan  tidak  pernah  mengalami  pelecehan  seksual.  Responden  yang  tidak
pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerjanya lebih banyak yang tidak
mengalami  stres,  sedangkan  responden  yang  pernah  mengalami  pelecehan seksual di tempat kerjanya sebagian besar mengalami stres.
Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa ada hubungan antara pelecehan  seksual  dengan  stres  kerja.  Hasil  ini  sejalan  dengan  teori  yang
dikemukakan Margiati 1999 bahwa pelecehan seksual dapat menyebabkan stres kerja.  Hal  ini  juga  didukung  oleh  womens  health  2013  yang  memaparkan
bahwa  wanita  yang  mengalami  pelecehan  seksual  mungkin  akan  beresiko menderita  masalah  emosional,  seperti  depresi,  kecemasan,  dan  gangguan  stres
pasca-trauma Post Trauma Stress Dissorder PTSD. Post  Traumatic  Stress  Disorder  PTSD  adalah  gangguan  kecemasan
yang dapat terjadi mengikuti pengalaman atau menyaksikan peristiwa traumatis. Sebuah  peristiwa  traumatis  adalah  peristiwa  yang  mengancam  jiwa  seperti
pertempuran militer, bencana alam, insiden teroris, kecelakaan yang serius, atau penyerangan fisik atau seksual pada orang dewasa atau anak-anak Riggs, 2013.
Tingkatan gangguan stres pasca trauma berbeda-beda tergantung seberapa parah kejadian  tersebut  mempengaruhi  kondisi  psikologis  dari  korban  Wardhani
Lestari, 2007. Untuk  mengobati  gangguan  stres  pasca  trauma  PTSD  bisa  dengan
psikoterapi,  medis  kedokteran,  ataupun  dengan  dukungan  kelompok.  Untuk psikoterapi  walaupun  mungkin  tampak  menyakitkan  untuk  menghadapi  trauma,
melakukan  psikoterapi  dengan  bantuan  seorang  profesional  kesehatan  mental dapat  membantu  untuk  jadi  lebih  baik.  Cara  pengobatan  dengan  medis
kedokteran  untuk  mengobati  gejala  PTSD,  dapat  menggunakan  selective
serotonin reuptake inhibitor atau SSRI. SSRI dapat menurunkan kecemasan dan depresi dan membantu dengan gejala lainnya. Selain itu, obat penenang dan obat
anti-kecemasan juga dapat membantu dengan masalah tidur. Sedangkan  pengobatan  PTSD  dengan  cara  dukungan  kelompok
merupakan  bentuk  terapi  yang  dipimpin  oleh  seorang  profesional  kesehatan mental, melibatkan kelompok beranggotakan 4 sampai 12 orang dengan masalah
yang  sama  untuk  dibicarakan.  Berbicara  kepada  korban  trauma  lainnya  dapat menjadi  langkah  membantu  dalam  pemulihan  PTSD.  Penderita  PTSD  dapat
berbagi  pikiran  untuk  membantu  mengatasi  perasaan,  selain  itu  juga menimbulkan  rasa  kepercayaan  dalam  menghadapi  kenangan  dan  gejala,  serta
menemukan  kenyamanan  dalam  mengetahui  bahwa  penderita  PTSD  tidak sendirian.
Menurut  Mackinnon  1979  dalam  Dharma  2012  sering  terjadinya pelecehan  seksual  dapat  disebabkan  karena  adanya  daya  tarik  seksual  atau
rangsanggan yang alami diantara dua jenis kelamin yang berbeda, ditambah lagi wanita  yang  menjadi  korban  tidak  berani  menolak  perlakuan  karena  takut
kehilangan  pekerjaan.  Karena    bidang  pekerjaan  bagi  perempuan  umumnya terbatas menyebabkan wanita menjadi susah untuk menghindari tindak pelecehan
yang diterimanya. Menurut  Papu  2005  dalam  Dharma  2012,  penyebab  terjadinya
pelecehan  seksual  pada  wanita  karena  didasari  oleh  wanita  itu  sendiri,  secara disadari  atau  tidak  disadari  wanita  telah  mengundang  lawan  jenisnya  untuk
melakukan  pelecehan  seksual,  karena  penggunaan  baju  yang  menampilkan  atau
menonjolkan  lekuk  tubuh,  memakai  pakaian  yang  minim  seksi,  menggunakan parfum yang menarik lawan jenis, cara bicara yang mendesah dan sebagainya.
Oleh  karena  itu  saat  keluar  rumah  untuk  melakukan  aktivitas  kerja, wanita bekerja sebaiknya menghindari penggunaan pakaian  yang terbuka, ketat,
pendek,  maupun  tembus  pandang.  Selain  itu  juga  sebaiknya  menghindari pemakaian  parfum  secara  berlebihan,  serta  diharapkan  untuk  mencari  sumber
informasi mengenai pelecehan seksual ditempat kerja untuk dapat terhindar dari pelecehan seksual di tempat kerja.
R. Kekerasan di Tempat Kerja