18. Rebut simpati rakyat lewat iklan ditelevisi
Gambar 18
Caption: Rebut simpati rakyat lewat iklan ditelevisi
PUTARAN TERAKHIR KAMPANYE, PDI-P MERAJAI IBUKOTA
Memasuki putaran terakhir kampanye pemilu 2004, rakyat Jakarta tampak acuh dan apatis. Ajang ibukota sejak akhir pekan bergiliran dikuasai partai partai
PPP, PDI-P, PD dan PAN. Betapa pun, PDI-Perjuangan tetap optimis. Kalau Ibu Megawati sudah berjoged di panggung, itu berarti kampanye PDI-P sukses, kata
orang. Massa rakyat yang datang sekedar untuk rame-rame ikut-ikutan
kampanye, ibu-ibu yang dibayar meramaikan pawai PPP dan esoknya meramaikan pawai PDI-P, supirtaksi yang sinis akan kesungguhan elit
memberantas KKN, tukang ojek yang marah-marah menagih duit yang dijanjikan setelah mengerahkan orang sekampung, dan sebagainya, kejadian-kejadian
semacam itu merupakan pertanda betapa rakyat sebenarnya cenderung apatis, acuh, paling sedikit pragmatis, dan memanfaatkan pemilu untuk kebutuhan hidup
mereka. Toh Jakarta menjadi semarak juga akhir pekan silam. Sabtu berwarna
hijaunya PPP, dan Ahad menjadi merah dengan kepala banteng bermoncong putihnya PDI-P di Senayan. Sementara dua balon Zeppelin mengitari angkasa
ibukota, yang satu merah bergambar Megawati, yang lain putih-biru dengan potret SBY, Susilo Bambang Yudhoyono. Persaingan elit politik tidak hanya di langit
biru, tapi lebih seru lagi di layar televisi. Megawati tampil sebagai ibu, dengan telunjuk ke atas mencamkan, Ingat tanggal lima, coblos moncong putih di muka
gambar banteng berhidung putih. PPP, partai bernomor-urut lima, tampil serupa, dengan Hamzah Haz berseru, Ingat tanggal lima, coblos nomor lima.
Tiga hal tampak mencolok di ibukota. Pertama, PKS, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Islam yang paling menarik perhatian itu, menggaet simpati
dengan sikap santun yang meminta ijin penduduk sebelum memasang panji- panjinya dan membersihkan kaleng dan sampah di tempat tempat kampanyenya.
Kedua, PAN, partai yang didirikan oleh intelegensia Jakarta pada detik-detik jatuhnya Soeharto tahun 1998, sekarang tampil amat populistis, dengan Amien
Rais di TV berpelukan dengan rakyat melarat yang menangisi korupsi para elit. Ketiga, SBY dianggap tampil dengan seruan paling cerdas di layar TV sebab
Partai Demokratnya membawa pesan sederhana yang mengena di hati rakyat. Yaitu, Insya Allah, kita menuju Indonesia yang aman dan sejahtera. Mantan
Menko Polkam itu dinilai tahu benar bahwa isu-isu yang paling pokok bagi rakyat
adalah keamanan dan kemakmuran, bukan kangen Orde Baru, rindu Soeharto, korupsi elit atau pun soal NKRI.
Kalau kota-kota besar di Jawa seperti Jakarta bisa menjadi ajang persaingan para pemimpin partai, seperti terjadi antara Megawati di Senayan dan
SBY di Kemayoran, dan Sabtu sebelumnya didahului Hamzah Haz, dan Senin ini Amien Rais, maka daerah seperti Aceh, Papua dan Sulawesi Selatan menjadi
ajang adu kekuatan antar tokoh Golkar dan antara Golkar dan PDI-P. Jangan pilih moncong putih, demikian sebuah lelucon baru yang popular di Aceh. Putih
dalam bahasa Aceh adalah Puteh, nama Gubernur NAD Abdullah Puteh yang berasal dari Partai Golkar. Jadi lelucon itu sekaligus mengajak orang menafikan
moncong putihnya PDI-P dan Golkarnya Puteh. Surya Paloh yang asal Aceh tampil di muka massa Lhoksemauwe dengan menyindir tentara tapi menyalahkan
PDI-P. Keadaan Aceh sekarang ini berkat pemimpin sekarang, katanya. Akhirnya Papua, yang kesal terhadap perongrongan otonomi khusus oleh pemerintahan
Megawati boleh jadi akan bimbang, acuh dan menjadi ajang perebutan suara bagi PDI-P dan Golkar.
Sign: -
Gambar sebuah televisi -
Gambar tiga orang laki-laki dan satu perempuan -
Gambar laki-laki memakai peci hitam, kaos putih, celana panjang dan memegang remot
Interpretasi:
Pada gambar diatas terlihat sebuah televisi berukuran cukup besar, televisi merupakan merukan alat audio visual yang menyajikan bermacam-macam acara
dan iklan, di dalam televisi tersebut terlihat sekelompok orang diantaranya tiga laki-laki dan satu perempuan.
Ciri-ciri lelaki yang pertama yaitu memakai kacamata dan memiliki hidung yang besar, lelaki yang kedua yaitu memakai kacamata, memakai peci dan
mata yang tayup dan lelaki yang ketiga yaitu muka terlihat kotak kuping sedikit caplang. Sedangkan cirri dari perempuan tersebut adalah berbadan gemmuk,
memakai kacamata, berambut pendek dan memiliki tahi lalat di bagian dagu. Ketiga laki-laki tersebut adalah Akbar Tanjung, Gus Dur dan Amin Rais,
sedangkan yang perempuan adalah Megawati. Memasuki putaran terakhir kampanye pemilu 2004, rakyat Jakarta tampak acuh dan apatis. Ajang ibukota
sejak akhir pekan bergiliran dikuasai partai partai PKB, PDI-P, PD dan PAN. Pada gambar terlihat seorang lelaki memakai kaos, peci dan celana
panjang sedang ditarik-tarik oleh keempat orang yang berada di dalam televisi. Lelaki tersebut merupakan rakyat Indonesia.
Mega, Gus Dur, Akbar, dan Amin mencari simpati rakyat melalui iklan di televisi dengan berbagai cara yang mereka lakukan agar rakyat dapat memilih
mereka pada pemilu mendatang.
Tabel 18
Histories Rebut simpati rakyat
Sign - Empat kadidiat Presiden di dalam televisi
- Seorang masyarakat Interpretasi
Para calon Presiden menghiasi layar televisi dengan kata-kata manisnya untuk merebut simpati rakyat.
19. Mega yang pelit bicara dipaksa untuk ikut debat