4. Imbauan politik memindahkan orang dari persuasi yang satu
kepada persuasi yang lain.
35
D. Kartun Dalam Komunikasi Politik
1. Representai
Stuart Hall menganggap bahwa “ada yang salah” dengan representasi kelompok minoritas dalam media, bahkan ia meyakini bahwa imaji-imaji yang
dimunculkan oleh media semakin memburuk. Hall mengamati bahwa media cenderung sensitif pada gaya hidup kelas
menengah keatas, mayoritas masyrakat yang sudah teratur, sementara orang kulit hitam digambarkan sebagai “kelompok luar”, “diluar konsensus”, “relatif
tidak terorganisir”, “kelas pekerja”. Lebih lanjut, media semakin mengagungkan institusi masyarakat, dimana masyarakat kulit hitam
bermasalah dalam area kekuasaan sensitif itu; pekerjaan, diskriminasi publik, perumahan, legalisasi parlemen,pemerintahan lokal, hukum dan polisi.
36
Representasi adalah konsep yang mempunyai beberapa pengertian. Ia adalah proses sosial dari
„representing‟. Ia juga produk dari proses sosial “representing‟. Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari
pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang kongkret.
Jadi, pandangan-pandangan hidup kita tentang perempuan, anak-anak, atau laki-laki misalnya, akan dengan mudah terlihat dari cara kita memberi hadiah
ulang tahun kepada teman-teman kita yang laki-laki, perempuan dan anak- anak. Begitu juga dengan pandangan-pandangan hidup kita terhadap cinta,
35
Ibid., h.
36
http:yolagani.wordpress.com20071118representasi-dan-media-oleh-stuart-hall
Diakses Pada, 24 November 2010, Pukul 14:57
perang, dal lain-lain akan tampak dari hal-hal yang praktis juga. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem
penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui
bahasa. Menurut Stuart Hall 1997, representasi adalah salah satu praktek
penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut „pengalaman berbagi’. Seseorang
dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan
yang sama, berbicara dalam „bahasa’ yang sama, dan saling berbagi konsep- konsep yang sama.
Menurut Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental. Yaitu konsep tentang „sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing
peta konseptual. Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, „bahasa’, yang berperan penting dalam proses konstruksi
makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam „bahasa’ yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan
ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu. Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan
mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem „peta konseptual’ kita. Dalam proses kedua, kita mengkonstruksi
seperangkat rantai korespondensi antara „peta konseptual’ dengan bahasa atau simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu.
Relasi antara ’sesuatu’, „peta konseptual’, dan „bahasasimbol’ adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga
elemen ini secara bersama-sama itulah yang kita namakan: representasi. Dalam hal politik kebenaran, setiap masyarakat dianggap memiliki
rezim kebenaran. Rezim kebenaran tersebut berupa a tipe wacana yang diterima dan membuatnya berfungsi sebagai kebenaran, b mekanisme untuk
memudahkan pembenaran dan penyalahan, c alat sanksi, d teknik dan prosedur untuk mengkomposisikan nilai. Berkaitan dengan politik kebenaran
tersebut, posmodernisme mengajukan kritiknya bahwa kebenaran bukanlah berasal dari base-structure ataupun super-structure, melainkan dari
perbincangan atau wacana yang berkembang dalam masyarakat yang selanjutnya membenarkan ataupun menyalahkan.
Proses pendisiplinan atau rutinisasi yang bertujuan menciptakan wacana ataupun transmisi pengetahuan, tidak hanya dilakukan oleh institusi-institusi
saja melainkan juga melalui wacana atau perbincangan yang terjadi secara umum dan meluas dalam masyarakat. Dengan demikian maka konsep
apparatus yang dikemukakan oleh Althusser menjadi tidak relevan lagi. Sebagai contoh : rakyat takut kepada negara padahal negara tdak lagi
menakuti rakyatnya. Foucault menyebutnya sebagai diskontinuasi fungsi. Total dominasi tersebut terus bergerak dan pada gilirannya mengalami
kontekstasi sehingga tak ada kesepakatan makna yang pasti.
37
Di dalam teori semiotika, proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik disebut sebagai representasi. Secara lebih tepat ini
37
http:veggy-artefak.blog.friendster.comstrukturalisme-vs-poststukturalisme, Diakses Pada 24 November 2010, Pukul 15:07
didefinisikan sebagai penggunaan „tanda-tanda’ gambar, suara, dan sebagainya untuk menampilkan ulang sesuatu yang dicerap, diindra,
dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik. Representasi juga bisa dikirimkan melalui teknologi, yaitu melalui artefak atau penemuan tertentu.
Pelbagai masyarakat kuno mengembangkan peralatan sederhana untuk mengirimkan pesan, seperti drum, sinyal api atau asap, dan lentera sehingga
bisa dilihat atau didengar dari jarak jauh.
38
2.
Kartun Sebagai ‘watch Dog’
Pers berasal dari perkataan Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam bahasa
Inggris yang juga berarti menekankan atau mengepres. Jadi, secara harfiah kata pers atau press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan
dengan perantara barang cetakan. Tetapi, sekarang kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang
berhubungan dengan menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun oleh wartawan media cetak.
Pers mengandung dua arti. Arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, pers hanya menunjuk kepada media cetak berkala: surat kabar, tabloid, dan
majalah. Sedangkan dalam arti luas, pers bukan hanya menunjuk pada media cetak berkala melainkan juga mencangkup media elektronik auditif dan media
elektronik audiovisual berkala yakni radio, televisi, film, dan media online internet. Pers dalam arti luas disebuut media massa.
39
38
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, Yogyakarta: Jalasutra, 2010, h. 3-6
39
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita Dan Featur, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006, h.31
Pers adalah lembaga sosial social institution atau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari sistem pemerintahan di
negara dimana ia beroperasi, bersama-sama dengan subsistem lainnya. Definisi pers yaitu suatu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa
yang menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memilki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, dan gambar serta data grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan
segala jenis saluran yang tersedia. Dimana pers saat ini tidak hanya terbatas pada media cetak maupun media elektronik tetapi juga telah merambah ke
berbagai medium informasi seperti internet. Pers adalah lembaga kemasyarakatan alat revolusi yang mempunyai
karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya, diperlengkapi atau tidak tidak
diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan, alat-alat foto, klise, mesin-mesin stensil atau alat-alat tehnik lainnya.
40
Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan ini melalui medianya baik media cetak maupun media elektronik seperti radio, televisi
dan internet. Tetapi, tugas dan fungsi pers yang bertanggung jawab tidaklah hanya sekedar itu, melainkan lebih dalam lagi yaitu mengamankan hak-hak
warganegara dalam kehidupan bernegaranya. a.
Fungsi pers yang bertanggung jawab adalah fungsi informatif, yaitu memberikan informasi, atau berita, kepada khalayak ramai
40
Sudirman Tebba, Hukum Meida Massa Nasional, Ciputat: Pustaka irVan, 2006, h. 152
dengan cara yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak dan kemudian
menuliskannya dalam kata-kata. Pers mungkin akan memberitakan kejadian-kejadian pada hari itu, memberitakan pertemuan-
pertemuan yang diadakan atau memberitakan pengangkatan- pengangkatan pejabat di kantor pemerintah. Per juga mungkin
memperingatkan orang banyak tentang tentang peristiwa-peristiwa yang diduga akan terjadi seperti perubahan cuaca atau bencana
alam. b.
Fungsi kontrol pers yang bertanggungjawab adalah masuk ke balik panggung kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau
perusahaan. Fungsi “watchdog” atau fungsi kontrol ini harus dilakukan dengan lebih aktif ileh pers dari pada oleh kelompok
masyarakat lainnya. c.
Fungsi pers yang bertanggungjawab adalah fungsi interpretatif dan direktif, yaitu memberikan interprestasi dan bimbingan. Pers harus
menceritakan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian. Ini biasanya dilakukan pers melalui tajuk rencana atau tulisan-tulisan
latar belakang. d.
Fungsi regeneratif yaitu menceritakan bagaimana sesuatu itu dilakukan dimasa lampau, bagaimana dunia ini dijalankan
sekarang, bagaimana sesuatu itu diselesaikan, dan apa yang dianggap oleh dunia itu benar atau salah. Jadi, pers membantu
menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru agar terjadi
proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada yang lebih muda.
e. Fungsi pengawalan hak-hak warga negara yaitu mengawal dan
mengamankan hak-hak pribadi. Demikian pula halnya, bila ada massa rakyat berdemonstrasi, pers harus menjaga baik-baik jangan
sampai timbul tirani golongan mayoritas di mana golongan mayoritas itu menguasai dan menekan golongan minoritas.
f. Fungsi ekonomi yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan.
Tanpa radio, televisi, majalah dan surat kabar, maka beratlah untuk dapat mengembangkan perekonomian sepesat seperti sekarang.
Dengan menggunakan iklan, penawaran akan berjalan dari tangan ke tangan dan barang produksi pun dapa dijual.
g. Fungsi swadaya yaitu bahwa pers mempunyai kewajiban untuk
memupuk kemampuannya sendiri agar ia dapat membebaskan dirinya dari pengaruh-pengaruh serta tekanan-tekana dalam bidang
keuangan. Bila medai seperti radio, televisid dan suratkabar berada di bawah tekanan soal keuangan, maka sama halnya dengan
menempatkan diri berada di bawah kehendak siapa saja yang mampu membayarnya sebagai balas jasa. Karena itulah, untuk
memelihara kebebasannya yang murni, pers pun berkewajiaban untuk memupuk kekuatan permodalannya sendiri.
41
Dalam berbagai literatur komunikasi dan jurnalistik disebutkan terdapat lima fungsi fungsi utama pers yang berlaku universal. Disebut universal,
41
Hikmat kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori Praktik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, h. 27-29
karena kelima fungsi tersebut dapat ditemukan pada setiap negara di dunia yang menganut paham demokrasi yakni informasi, edukasi, koreksi dan
mediasi. Fungsi pertama dari lima fungsi utama pers ialah menyampaikan
informasi secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya. Setiap informasi yang disampaikan harus memenuhi kriteria dasar: aktual, faktual,
menarik, atau penting, benar, lengkap-utuh, jelas-jernih, jujur-adil, berimbang, relevan, bermanfaaat, etis.
Fungsi kedua yaitu edukasi, apa pun informasi yang disebarluaskan pers hendaknya dalam kerangka mendidik. Inilah antara lain yang membedakan
pers sebagai lembaga ekonomi pers memang dituntut berorientasi komersial untuk memperoleh keutungan finansial. Namun orientas dan komersial itu,
sama sekali tidak boleh mengurangi atau meniadakan fungsi dan tanggung jawab sosial pers. Dalam istilah sekarang, pers harus mau dan mampu
memerankan dirinya sebagai guru bangsa. Fungsi ketiga yaitu koreksi, pers adalah pilar demokrasi keempat setelah
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam kerangka ini, kehadiran pers dimaksudkan untuk mengawasi atau mengontrol kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif agar kekuasaan mereka tidak menjadi korup dan absolud. Untuk itulah, dalam negara-negara penganut paham demokrasi, pers
menegmban fungsi sebagai pengawas pemerintah dan masyarakat watchdog function.
Fungsi keempat pers adalah rekreasi atau menghibur. Pers harus memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus
yang menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat. Artinya apa pun pesan rekreatif yang disajikan mulai dari cerita pendek sampai kepada teka-teki
silang dan anekdot, tidak boleh yang bersifat negatif apalagi destruktif. Pers harus jadi sahabat setia pembaca yang menyengkan. Karena itulah berbagai
sajian hiburan yang bersifat menyesatkan, harus dibuang jauh-jauh dari pola pikir dan pola perilaku pers sehari-hari.
Fungsi kelima pers adalah mediasi atau penghubung. Bisa juga disebut sebagai fasilitator atau mediator. Setiap hari pers melaporkan berbagai
peristiwa yang terjadi di dunia dalam lembaran-lembaran kertas yang tertata rapi dan menarik. Dengan kemampuan yang dimilikinya pers telah
menghubungkan berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai belahan bumi itu dengan kita yang sedang duduk di ruang tamu atau sedang bersantai di sofa.
Dengan fungsi mediasi, pers mampu menghubungkan tempat yang satu dengan tempat yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain,
orang yang satu dengan orang yang lain pada saat yang sama. Karakteristik pers adalah ciri-ciri spesifik. Setiap media memiliki karakteristik sendiri yang
sekaligus membedakannya dengan media lain.
42
E.
Citra Politik
Citra berasal dari bahasa Jawa, berarti gambar. Kemudian dikembangkan
menjai gambaran sebagai padanan kata image dalam bahasa inggris. Kamus Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka 2001 menyebutkan, citra berarti:
1 Kata benda: gambar, rupa, gambaran. 2 Gambaran orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. 3 Mental atau
42
Haris Sumadira, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Featur, h. 32-35.
bayangan visual yang timbul oleh kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi.
Citra politik dapat dirumuskan sebagai gambaran tentang politik kekuasaan, kewenangan, otoritas, konflik, dan konsensus yang memiliki
makna kendatipun tidak selamanya sesuai dengan realitas politik yang sebenarnya. Citra politik tersusun melalui kepercayaan, nilai, dan pengharapan
dalam bentuk pendapat pribadi yang selanjutnya dapat berkembang menjadi pendapat umum. Citra politik itu terbentuk berdasarkan informasi yang kita
terima, baik langsung maupun melalui media politik, termasuk media massa yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual.
43
Media massa yang berkerja untuk menyampaikan informasi dapat membentuk, mempertahankan atau mendefenisikan citra. Realita yang
ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi atau sering orang mengatakannya sebagai realitas tangan kedua. TV maupun surat kabar
memillih tokoh dan berita lainnya. Seringkali khalayak cenderung memperoleh informasi itu semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan
media massa. Akhirnya, kita membentuk citra tentang lingkungan sosial kita bedasarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa.
Lee Loevinger mengemukakan teori komunikasi yang disebut ‟reflektive
projektive theory‟. Teori ini beranggapan bahwa media massa mencerminkan suatu citra yang ambigu-menimbulkan tafsiran yang bermacam-macam
sehingga pada media massa setiap orang memproyeksikan atau melihat citranya pada penyajian media massa dalam Jalaluddin Rakhmat, 1993.
43
Ardial, Komunikasi Politik, h. 45.
Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa.
Cerita lain di balik berita adalah, dalam memberitakan partai-partai politik, media cenderung melakukan labeling tertentu terhadap masing-masing parpol
sehingga citra image yang dimiliki masing-masing partai itu tidak sama. Proses labeling ini terutama dilakukan melalui cara penyajian dan pemakaian
simbol politik. Elemen-elemen framing dalam cara penyajian, yakni pilihan fakta yang dimuat dan struktur penyajian fakta, menentukan citra suatu parpol,
begitu juga, pemilihan atau pemakaian simbol verbal kata, istilah, sebutan, frase yang diletakkan pada parpol maupun non-verbal foto kegiatan parpol.
Di sini media melakukan apa yang disebut dalam komunikasi politik dengan permainan kata dalam pembicaraan politik guna menciptakan citra politik.
Alhasil, akibatnya permainan simbol politik ini setiap parpol memiliki citranya sendiri.
Dalam mengkonstruksi memberitakan parpol setiap media melakukan permainan bahasa politik yang berbeda untuk setiap partai. Berkaitan dengan
pencitraan adalah pembentukan opini publik. Dampak dari pencitraan tertentu adalah lahirnya opini publik. Ada juga koran yang lebih suka mengembangkan
opini postur politik masing-masing partai dengan menghindari penilaian hitam-putih atas parpol. Kecenderungan media yang mengembangkan opini
jenis ini adalah dengan menggambarakan ”apa adanya perilaku politik” parpol.
Karena pers itu menjadi partisan ke masing-masing parpol sesuai orientasi ideologi dan atau politiknya, maka dalam memberitakan parpol, koran-koran
bersaing untuk menonjolkan parpol partisannya. Dalam situasi seperti ini terjadi kompetisi makna untuk memenangkan wacana politik di tengah publik.
Hal ini juga merupakan cerita lain di balik berita. Jadi ditinjau dari kerangka teori, benar bahwa pengkonstruksian partai-partai politik oleh media tiada lain
dalam rangka penciptaan makna dan pencitraan partai dan aktor politik; pembentukan opini publik mengenai partai dan massanya.
44
Pembentukan citra politik sangat terkait dengan sosialisai politik. Hal ini disebabkan karena citra politik terbentuk melalui proses pembelajar politik,
baik secara langsung maupun melalui pengalaman empirik. Sekaitan ini Arifin menegaskan, citra politik mencakup tiga hal, yaitu:
a. Seluruh pengetahuan politik seseorang, baik benar maupun keliru.
b. Semua referensi yang melekat pada tahap tertentu dari peristiwa politik
yang menarik. c.
Semua penghargaan yang dimiliki orang tentang apa yang mungkin terjadi jika ia berperilaku dengan cara berganti-ganti terhadap objek
dalam situasi itu. Salah satu konsekuensi dari komunikasi politik yang sangat penting
adalah terbentuknya citra politik baik bagi khalayak terhadap politikus atau pemimpin politik dan partai politiknya. Citra politik itu dapat berkembang
melalui proses pembelajaran politik atau sosialisai politik yang terus-menerus. Citra politik dapat terbentuk melalui komunikasi politik, baik secara
antarpersoanal, maupun melalui medai massa pers, radio, film, dan televisi.
44
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa, Granit
Pesan politik yang disampaikan oleh media massa bukanlah realitas yang sesungguhnya, melainkan realitas media. Yaitu, realitas buatan atau
realitas tangan kedua. Realitas ini dibuat oleh wartawan dan reaktur yang mengolah peristiwa politik menjadi berita politik, melalui proses penyaringan
dan seleksi.
45
45
Ardial, Komunikasi Politik, h. 46-47.
60
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Profil Megawati
Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri atau umum dikenal sebagai Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947; umur
63 tahun adalah Presiden Indonesia yang kelima yang menjabat sejak 23 Juli 2001
– 20 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan anak presiden Indonesia pertama yang mengikuti jejak ayahnya menjadi
presiden. Pada 20 September 2004, ia kalah oleh Susilo Bambang Yudhoyono dalam tahap kedua pemilu presiden 2004.
Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Sidang Istimewa MPR diadakan dalam menanggapi langkah
Presiden Abdurrahman Wahid Gus Dur yang membekukan lembaga MPRDPR dan Partai Golkar. Ia dilantik pada 23 Juli 2001. Sebelumnya dari
tahun 1999-2001, ia menjabat Wakil Presiden di bawah Gus Dur. Megawati juga merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan PDIP sejak memisahkan diri dari Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1999.
Megawati adalah anak kedua Presiden Soekarno yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ibunya
Fatmawati kelahiran Bengkulu di mana Sukarno dahulu diasingkan pada masa penjajahan belanda. Megawati dibesarkan dalam suasana kemewahan di Istana
Merdeka.