tawa penonton.
3.3.4 Subtipe IId
Subtipe  IId  adalah  tuturan  yang  mematuhi  maksim  kualitas  dan  maksim cara,  tetapi  tidak  mematuhi  maksim  kuantitas  dan  maksim  relevansi.  Berikut  ini
wacana yang termasuk dalam Subtipe IId. 97
Caleg.  Caleg  ini  mereka  berebut  kursi,  tapi  setelah  mereka menang  dan  duduk  di  kursi  itu,  mereka  malah  tidur,  dan  lebih
parahnya lagi yang mimpin rapat udah tahu yang dengerin tidur, rapatnya  masih  gitu-gitu  aja.  Ini  harusnya  dibikin  rapat  yang
lebih meriah. Jadi, begitu masuk ruang rapat:
O
1
:  Oke,  peserta  rapat  paripurna,  mana  suaranya?  Yang  di sebelah sana, mana suaranya?
O
2
:  Rghhh Mendengkur. O
1
:  Yang sebelah, sana mana suaranya? O
3
:  Rghhh Mendengkur. Akhirnya,
O
1
:  Oke, kita mulai rapatnya. Pas dia duduk, tidur. Ini kan sama aja ya? Coki, show 6.
98 Tapi sebenarnya, jujur, gua kurang suka sama bola, gua kurang
suka  nonton  bola,  nggak  suka  bahkan.  Karena  kalau  menurut gua, bola itu penuh dengan provokasi. Loe lihat kemarin itu ada
kasus  Materazzi  disundul  sama  Zidane.  Itu  karena  Materazzi memprovokasi Zidane.
O
1
:  Eh, Zidane, ibu kamu teroris ya? Zidane masih sabar.
O
1
:  Eh, Zidane, adik kamu teroris ya? Zidane masih sabar.
O
1
:  Eh, Zidane, Bapak kamu tukang siomay ya? O
2
:  Eh,  anjir,  gua  digombalin.  Derrr  menanduk  dada  O
1
. Dzawin, show 15.
99 Kalau menurut gua, kalau menurut gua, cewek cantik itu adalah
cewek yang dapat memantaskan dan melindungi dirinya sendiri. Makanya  gua  suka  banget  sama  cewek-cewek  yang
berkerudung. Tapi, banyak yang bilang cewek yang berkerudung itu  kuno,  nggak  modern.  Eh,  kata  siapa?  Sekarang  banyak  kok
kerudung-kerudung modern yang udah digaya-gayain. Hijabers kan,  yang  kerudungnya  warna-warni,  dikasih  bunga,  tancepin
batang singkong, pohon kelapa. Dzawin, show 10.
Wacana  97  mematuhi  maksim  kualitas  karena  comic  menyampaikan tuturan  yang  mengandung  kebenaran.  Hal  ini  dapat  dilihat  dari  tuturan  kunci
berikut: Caleg ini mereka berebut kursi, tapi setelah mereka menang dan duduk di kursi  itu,  mereka  malah  tidur.  Tuturan  kunci  tersebut  mengimplikasikan  fakta
kebiasaan tidur anggota DPR saat mengikut rapat. Wacana ini mematuhi maksim cara karena tidak mengandung tuturan yang taksa dan multitafsir.
Wacana  97  tidak  mematuhi  maksim  kuantitas  karena  informasi  yang disampaikan  berlebihan.  Pokok  pembicaraan  wacana  ini  membahas  kebiasaan
tidur anggota DPR saat sidang. Oleh karena keresahan comic pada hal tersebut, ia lantas  memberikan  ide  solutif  agar  anggota  dewan  bisa  menghentikan  tabiatnya
itu.  Hal  tersebut  ditunjukkan  melalui  dialog.  Nahasnya,  jalan  keluar  yang disampaikan  comic  ternyata  tidak  menyelesaikan  persoalan  tersebut.  Berikut
tuturan yang menerangkan hal tersebut: Pas dia duduk, tidur. Ini kan sama aja ya? Alhasil,  di  samping  kuantitas  informasi  yang  berlebih,  tuturan  itu  pun  tidak
mematuhi maksim relevansi. Wacana  98  memiliki  tuturan  yang  mematuhi  maksim  kualitas  yang
ditandai melalui tuturan  Loe lihat kemarin itu ada kasus Materazzi disundul sama Zidane.
Itu karena
Materazzi memprovokasi
Zidane. Tuturan
ini mengimplikasikan salah satu fakta provokasi yang terjadi dalam ranah sepak bola.
Wacana di atas juga mematuhi maksim cara karena tidak ada satupun tuturan yang mengandung ketaksaan.
Sementara  itu,  bagian  wacana  98  yang  tidak  mematuhi  maksim  kuantitas dan  relevansi  secara  bersamaan  terdapat  pada  dialog  terakhir  O
1
dan  O
2 :
“Eh, Zidane,  Bapak  kamu  tukang  siomay  ya?
”  “Eh,  anjir,  gua  digombalin.  Derrr menanduk  dada  O
1
.”  Sumbangan  tuturan  tersebut  tidak  informatif  dan  tidak relevan  karena  kehadiran  kedua  bagian  wacana  tersebut  justru  berlebihan  dan
tidak    menambah    informasi  apapun  yang  relevan  dengan  tindakan  provokasi berupa ucapan berbau SARA O
1
kepada O
2
. Wacana  99  mengandung  tuturan  yang  mematuhi  maksim  kualitas,  yang
ditandai  dalam  tuturan  kunci  berikut:  Sekarang  banyak  kok  kerudung-kerudung modern yang udah digaya-gayain. Hijabers kan, yang kerudungnya warna-warni,
dikasih bunga. Tuturan ini mengimplikasikan suatu fakta bahwa model dan desain kerudung  telah  mengalami  transformasi,  menyesuaikan  diri  dengan  tren  busana
masa  kini.  Wacana  ini  juga  mematuhi  maksim  cara  karena  tidak  ada  satupun tuturan yang mengandung ambiguitas.
Bagian  wacana  99  yang  tidak  mematuhi  maksim  kuantitas  dan  maksim relevansi  ditandai  oleh  tuturan  yang  sama:  tancepin  batang  singkong,  pohon
kelapa. Tuturan  tersebut  tidak  menambah  informasi  apapun  dengan  tuturan  yang mendahuluinya. Tuturan itu juga tidak relevan dengan tuturan sebelumnya, secara
khusus tuturan dikasih bunga. Tuturan ini menjadi set up pamungkas comic untuk membelokkan  persepsi  dan  harapan  penonton  pada  tuturan  yang  akan
disampaikan  comic berikutnya.  Oleh  karena  ada  unsur  “tumbuhan”  pada  set  up
dikasih  bunga  tersebut,  maka  comic  lantas  memberi  dimensi  informasi  yang mirip pada punch line-nya tancepin batang singkong, pohon kelapa, yakni sama-
sama  memiliki  unsur  “tumbuhan”.  Akan  tetapi,  baik  secara  tekstual  maupun kontekstual, set up dan punch line ini tidak saling terkait, karena yang menjadi inti
wacana di atas ihwal model kerudung kontemporer.
3.3.5 Subtipe IIe