perempuan yang dicintai laki-laki itu adalah istrinya sendiri. Akan tetapi, comic memberikan punch line dan sekaligus mematahkan atau membelokkan ekspektasi
penonton. Punch Line: Andai istri saya kenal perempuan itu, saya bisa dibunuh.
Ternyata, meskipun sudah menikahi istrinya selama empat puluh tahun, laki-laki ini tidak bahagia dan lebih memilih untuk mencintai perempuan lain.
Akan tetapi, laki-laki ini merasa takut dibunuh oleh istrinya jika mengetahui perselingkuhannya dengan perempuan lain.
1.7 Metode dan Teknik Penelitian
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah 1 siapa sasaran kritik dan apa hal yang dikritik dalam WHKS SUCI 4 dan 2 bagaimana kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan
dalam WHKS SUCI 4 pada prinsip kerja sama Grice. Objek ini berada dalam data berupa wacana humor SUCI 4. Data-data diperoleh dari situs YouTube yang
menayangkan pertunjukan SUCI 4 pada Februari sampai Juni 2014. Data yang dikumpulkan berupa tuturan yang mengandung nilai humor kritik
sosial. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data-data ini adalah metode simak, yaitu metode yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa
Sudaryanto, 2015: 203. Metode ini diwujudkan dalam dua teknik penjaringan data. Dalam kajian ini, teknik sadap berperan sebagai teknik dasar; teknik simak
bebas libat cakap sebagai teknik lanjutannya; lalu diakhiri dengan teknik catat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pelaksanaan teknik sadap dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang Ibid., hlm.203. Sementara itu, teknik simak bebas
libat cakap dilakukan dengan hanya menyimak tuturan yang disampaikan oleh penutur secara reseptif atau tanpa terlibat dalam pembentukan dan pemunculan
calon data Ibid., hlm.203. Untuk melengkapi teknik ini, digunakan teknik catat, yaitu teknik yang dilakukan dengan mentranskripsikan tuturan humor yang
mengandung kritik sosial.
1.7.2 Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data sesuai rumusan masalah dan tujuan penelitian dalam kajian ini adalah metode padan pragmatis. Metode
padan pragmatis yaitu metode yang alat penentunya mitra tutur Ibid., hlm.18. Dalam metode padan pragmatis, segala reaksi atau tanggapan mitra tutur menjadi
penentu identitas satuan-satuan lingual tertentu. Adapun dalam kajian ini, peneliti berperan sebagai penonton SUCI 4 sekaligus penafsir tuturan comic. Metode ini
digunakan untuk mengidentifikasi tuturan-tuturan humor yang mengandung kritik sosial.
Dalam penerapannya, metode ini akan didahului dengan mengidentifikasi clue tanda, isyarat Titscher, dkk. via Subagyo, 2012: 59. Clue dalam wujud
tanda baca, kata, frasa, kalimat atau tuturan tunggal, gugus kalimat atau gugus tuturan, hingga paragraf. Selanjutnya, clue tersebut diidentifikasikan, ditafsirkan,
dan dipaparkan sesuai konteks Ibid., hlm.59. Pada kajian ini, pengidentifikasian clue untuk menentukan dan mendeskripsikan: 1 sasaran kritik dan hal yang
dikritik dalam WHKS SUCI 4; 2 kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan dalam WHKS SUCI 4 pada prinsip kerja sama.
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang akan dikaji di dalam penelitian ini, maka tahapan analisis data dilakukan sebagai berikut.
Pertama, untuk mendeskripsikan siapa sasaran kritik dan apa hal yang dikritik dalam WHKS SUCI 4, maka dilakukan pengidentifikasian clue berupa kata ganti
orang, nama orang, nama lembaga, dan pernyataan-pernyataan bermuatan informasi kritik sosial, lalu dideskripsikan, ditafsirkan, dan dijelaskan sesuai
konteks WHKS SUCI 4. Selanjtunya, data-data yang telah dianalisis diklasifikasi menurut kesamaan sasaran kritiknya. Berikut ini adalah contoh analisis datanya.
8 Saya itu memiliki kelembutan hati seperti Ibu saya. Kalau saya
melihat pengemis, dia itu kasihan, naik turun angkot susah. Saya pengen nganu, mbarengi. Saya pengen membonceng dia.
Saya kan naik motor.
O
1
: Ayo Bu, saya bonceng. Naik motor saya. Ngeng.
O
1
: Silakan turun, Bu. Kita sudah sampai. O
2
: Di mana nih? O
1
: Kantor Satpol PP.
Kartini membuat emansipasi tidak mengajarkan wanita untuk mengemis. Dodit, show 8.
Sasaran tutur pada wacana 8 mengacu pada kaum perempuan. Hal tersebut ditunjukkan dengan kata pengemis dan Bu. Tuturan ini mengimplikasikan seorang
ibu yang berprofesi sebagai pengemis. Pada wacana 8, comic mengimbau kaum perempuan untuk mengilhami dan memanifestasikan perjuangan Kartini. Hal ini
ditandai melalui tuturan Kartini membuat emansipasi tidak mengajarkan wanita untuk mengemis.
Kartini mengangkat martabat perempuan Indonesia agar dapat hidup secara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mandiri, cerdas, produktif, dan tangguh. Berkat kegigihannya itu, dewasa ini, sudah banyak perempuan-perempuan Indonesia yang menjadi sosok penting dan
sumber inspirasi bagi rakyat Indonesia. Namun, pada kenyataan lain, gambaran nasib kaum perempuan Indonesia ada yang masih memilukan. Comic
mencontohkan perempuan yang berprofesi sebagai pengemis: para perempuan yang hanya mendapat uang hasil rasa haru orang lain.
Pada wacana 8 diceritakan bahwa comic O
1
menaruh iba pada seorang perempuan pengemis O
2
yang kesulitan menaiki dan menuruni angkutan umum. Oleh karena itu, O
1
pun berinisiatif untuk mengantar O
2
dengan menggunakan sepeda motornya. Tanpa disadari oleh O
2
, O
1
justru mengantarnya ke kantor Kesatuan Polisi Pamong Praja Satpol PP. O
1
bermaksud agar O
2
mendapat pembinaan agar kelak tidak mengemis lagi. Menilik sikap comic pada seorang
perempuan pengemis yang semula dikasihaninya, hal ini dimaksudkan agar siapapun dapat terlibat dan bahu-membahu bersama para aparatur pemerintah
terkait dalam pengentasan persoalan pada penyandang masalah kesejahteraan sosial. Di samping itu, comic juga memberi peringatan kepada kaum perempuan
agar terus menghidupkan semangat, perjuangan, dan cita-cita Kartini untuk memperadabkan diri perempuan itu sendiri maupun kaum perempuan pada
umumnya. Kedua, untuk mendeskripsikan kepatuhan dan ketakpatuhan tuturan dalam
WHKS SUCI 4 pada prinsip kerja sama Grice, maka dilakukan pengidentifikasian data tuturan yang menghasilkan tawa. Langkah berikutnya adalah
mendeskripsikan setiap tuturan yang telah teridentifikasi berdasarkan kepatuhan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan ketakpatuhan pada prinsip kerja sama. Langkah terakhir dalam tahapan ini adalah mengelompokkan setiap tuturan berdasarkan tipe-tipe kepatuhan dan
ketakpatuhannya pada prinsip kerja sama. Berikut ini adalah contoh hasil analisis datanya.
9 Saya itu memiliki kelembutan hati seperti Ibu saya. Kalau saya
melihat pengemis, dia itu kasihan, naik turun angkot susah. Saya pengen nganu, mbarengi. Saya pengen membonceng dia. Saya
kan naik motor. O
1
: Ayo Bu, saya bonceng. Naik motor saya. Ngeng. O
1
: Silakan turun, Bu. Kita sudah sampai. O
2
: Di mana nih? O
1
: Kantor Satpol PP. Kartini membuat emansipasi tidak mengajarkan wanita untuk
mengemis. Dodit, show 8.
Wacana 9 mematuhi maksim kuantitas, maksim kualitas, dan maksim cara, tetapi tidak mematuhi maksim relevansi. Bagian wacana ini yang mematuhi
maksim kuantitas dapat dilihat dari tuturan O
1
yang menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang memiliki kelembutan hati dan punya empati terhadap orang
lain. Hal ini ditunjukkan melalui tuturan Saya itu memiliki kelembutan hati seperti Ibu saya. Kalau saya melihat pengemis, dia itu kasihan. Sebagai bukti kebaikan
hatinya, lantas comic menerangkannya berupa tuturan tambahan melalui dialog. O
2
, yang
merupakan seorang
pengemis, dibantu
oleh O
1
dengan memboncengkannya di sepeda motornya karena tidak tahan melihat O
2
yang kesulitan saat keluar-masuk dari angkutan umum. Nahasnya, O
1
tidak mengantarkan O
2
ke tempat yang dikehendakinya, melainkan menurunkannya di kantor Kesatuan Polisi Pamong Praja Satpol PP.
Sementara itu, bagian wacana 9 yang mematuhi maksim kualitas yakni PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terdapat pada tuturan Saya pengen membonceng dia dan Ayo Bu, saya bonceng. Kedua tuturan ini mengimplikasikan keselarasan perbuatan dan perkataan comic.
Selain itu, wacana ini mematuhi maksim cara karena penuturan comic jelas dan tidak ada tuturan yang taksa. Berkenaan dengan ketaksaan, tuturan yang
bergaris bawah di atas menimbulkan reaksi tawa karena adanya pemahaman penonton terhadap konteks tuturan tersebut, yakni bahwa pengemis yang dibawa
maupun ditahan di kantor tersebut pada umumnya akan diberi pendampingan dan pembinan agar tidak mengemis lagi. Hal ini justru tidak dikehendaki oleh
pengemis karena meminta-minta adalah satu-satunya jalan bagi mereka agar tetap hidup.
Wacana di atas tidak mematuhi maksim relevansi karena tuturan awal O
1
yang mengklaim dirinya sebagai pribadi yang memiliki kelembutan hati, tidak sejalan dengan realitasnya, yaitu ketika O
1
memboncengi O
2
, O
1
justru mengantarkannya ke kantor Satpol PP.
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data