Sasaran tutur pada ketiga wacana tersebut mengacu pada pertelevisian Indonesia. Wacana 39 ditunjukkan dalam frasa Kontes nyanyi Faktor X. Tuturan
ini mengimplikasikan sebuah ajang pencarian bakat dalam bidang tarik suara bernama X Factor yang ditayangkan di RCTI pada 2013 lalu. Wacana 40
ditunjukkan melalui tuturan acara Dunia dan Lain-lain. Tuturan ini mengimplikasikan sebuah acara uji nyali bertajuk Masih Dunia Lain yang
ditayangkan di Trans 7. Wacana 41 diungkapkan melalui tuturan Film-film di Indonesia.
Hal yang dikritikkan kepada pertelevisian Indonesia adalah sebagai berikut. Pertama, kualitas program televisi Indonesia. Kedua, jam tayang iklan. Ketiga,
diskriminasi peran keaktoran.
2.6.1 Kualitas Program
Wacana berikut memuat kritikan terhadap kualitas acara kompetisi bernyanyi X Factor di RCTI.
42 Waktu itu saya hampir ikut kontes nyanyi Factor X, tapi nggak
jadi. Soalnya yang dinilai bukan suaranya, tapi tampangnya. Lihat aja Mika tuh ya. Mika itu cuma modal tampang cakep.
Coba kalo dia nggak cakep, pasti jelek. Pasti komentarnya kayak gini
, “Lagu kamu pernah dinyanyiin sama Once, tapi aku lebih suka waktu kamu nyanyiinnya. Feel-nya lebih dapet
.” Beni, show 1.
Wacana 43 mengandung kritikan atas kualitas acara Masih Dunia Lain di Trans 7.
43 Ini keresahan gua sebenarnya. Gua benci sama acara Dunia dan
Lain-lain. Ya, loe tahu lah acara itu ya. Ini gua benci banget. Gua benci. Menurut gua, acara itu ngeselin karena hanya
menghasilkan pribadi-pribadi yang pemberani. Harusnya dibikin lebih bermanfaat. Acara uji nyali menghasilkan pribadi-
pribadi yang pemberani, cerdas, tangkas, dan ceria. Jadi, bikin acara uji nyali yang berfaedah dan edukatif. Jadi, nanti kalau ada
setan gitu nakut-nakutin, jadi berpendidikan. O
1
: Oi…, apa rumus pitagoras? Atau, atau misalnya nanti kalau kesurupan ditanya-tanyanya
bisa lebih interaktif gitu. O
2
: Oe ….
O
3
: Namanya siapa, Pak? O
2
: Joko. O
3
: Oke, Mbah Joko, apa ibukota Indonesia? O
2
: Sunda Kelapa. O
3
: Salah. Jakarta. O
2
: Eh, waktu saya masih hidup mah namanya Sunda Kelapa. Coki, show 5.
Wacana 44 berikut ini berisi kritikan terhadap kualitas iklan di Indonesia. 44
Banyak iklan di Indonesia ini yang memicu kita untuk nonton bola, tapi nggak ada satupun iklan di Indonesia yang
memacu kita untuk sholat tahajud. Bener nggak, sih? Iya, nggak? Emang di sini ada yang pernah lihat iklan sholat tahajud
gitu? Nggak ada, kan? Seharusnya ada, men , kayak “Extra joss
susu jahe untuk menemani sholat tahajudmu ”; atau “Kuku bima
religi”; atau “Jangan sholat tahajud tanpa kacang garudo”. Dzawin, show 11.
Pada wacana 42, comic mengkritisi kualitas ajang pencarian bakat dalam bidang tarik suara X Factor Indonesia musim pertama yang ditayangkan stasiun
televisi RCTI pada 2013. Hal tersebut diungkapkan melalui tuturan Soalnya yang dinilai bukan suaranya, tapi tampangnya. Tuturan ini mengimplikasikan
rendahnya kualitas kompetisi bernyanyi X Factor Indonesia tahun 2013. Sebagai contoh, comic mempermasalahkan kemampuan bernyanyi Mika, kontestan ajang
tersebut, dan berasumsi jika keberadaan Mika dalam panggung pertunjukan tersebut disebabkan bukan pada kepiawaiannya menarik perhatian juri dan
penonton melalui kualitas suaranya, melainkan pada paras rupawan yang dimilikinya. Berdasar pada dugaan ini, comic yang pada awalnya memiliki niat
mengikuti kontes itu, mengurungkan niatnya karena merasa tidak memiliki tampang yang dapat memikat perhatian juri dan penonton untuk berkompetisi di
ajang tersebut. Pada wacana 43, comic mengkritisi kualitas tayangan uji nyali bertajuk
Dunia dan Lain-lain. Nama acara ini mengimplikasikan sebuah acara bernama Masih Dunia Lain yang ditayangkan di stasiun televisi Trans 7. Kritikan comic
ditandai melalui kalimat Acara itu ngeselin karena hanya menghasilkan pribadi- pribadi yang pemberani. Tuturan ini mengimplikasikan opini comic perihal
minimnya nilai edukasi pada tayangan ini bagi para penonton. Masih Dunia Lain menayangkan acara realitas yang bertemakan
supranatural. Acara ini menampilkan kegiatan para peserta dalam melakukan uji nyali. Para peserta pun harus berbekal keberanian spiritual dan ragawi karena
akan ditempatkan dan dibiarkan sendiri di sebuah lokasi angker sepanjang malam hingga fajar.
Wacana 43 bersifat satiris yang mengungkapkan keresahan comic pada acara Masih Dunia Lain yang dianggapnya tidak bernilai edukatif, sebagaimana
tertuang dalam Bab VII Pasal 11 ayat 1 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siasaran:
Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik. Acara ini tidak hanya
gagal memuat nilai didaktis, namun juga dapat menciptakan ketakutan dan kengerian publik. Oleh karena itu, dengan menimbang dan memperhatikan hak
tahu atau pemenuhan informasi masyarakat, comic memberi solusi untuk memperbaiki kualitas program tersebut. Secara implisit, anjuran dan ilustrasi
comic sebagai bentuk sindiran. Ilustrasi berupa dialog itu bermaksud untuk menggambarkan betapa minimnya kualitas tayangan Masih Dunia Lain jika
ditilik dari parameter kebermanfaatannya bagi khayalak. Di dalam wacana 44, comic mengkritisi tayangan iklan di televisi yang
hanya menampilkan konten produk barang dan jasa, tanpa memiliki pesan moral tertentu pada masyarakat, misalnya ajakan beribadah. Imbasnya, kesadaran
masyarakat untuk menjalankan ibadah pun berkurang. Hal ini ditunjukkan pada kalimat Banyak iklan di Indonesia ini yang memicu kita untuk nonton bola, tapi
nggak ada satupun iklan di Indonesia yang memacu kita untuk sholat tahajud. Sebagai contoh, beberapa iklan produk makanan dan minuman ringan
mempersuasi masyarakat untuk lebih menyaksikan pertandingan sepak bola pada dini hari atau subuh, alih-alih melaksanakan sholat tahajud bagi pemeluk Islam.
Oleh karena itu, comic mengusulkan agar iklan di televisi harus dapat menumbuhkan, mengajak, dan memicu kesadaran masyarakat untuk taat
beribadah.
2.6.2 Jam Tayang Iklan