Komponen Tutur Struktur Wacana SUC

SUC pun haruslah komunikatif dan informatif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menyampaikan tuturan yang mematuhi prinsip kerja sama.

1.6.6 Konteks

Menurut Kridalaksana 2008: 134, konteks adalah 1 aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait-mengkait dengan ujaran tertentu; 2 pengetahuan yang sama-sama dimiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa yang dimaksud pembicara. Sementara itu, di dalam KBBI Sugono, dkk. eds., 2008: 728 konteks didefinisikan sebagai 1 bagian suatu uraian atau kalimat yg dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; 2 situasi yg ada hubungannya dengan suatu kejadian. Sementara itu, Leech 1983: 13 menerangkan bahwa konteks merupakan pengetahuan latar apapun yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur yang membantu mitra tutur dalam menafsirkan apa yang dimaksud oleh penutur.

1.6.7 Komponen Tutur

Teori komponen tutur yang digunakan dalam kajian ini adalah teori komponen tutur yang dikemukakan oleh Poedjosoedarmo via Baryadi, 2015: 24- 25. Adapun komponen-komponen tutur tersebut yang digunakan dan berkaitan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, orang ke-satu O1, yaitu penutur –dalam pertunjukan SUC mengacu pada comic. Pribadi si penutur berkaitan dengan dua hal, yaitu siapakah O1 dan dari manakah asal atau latar belakang O1. Kedua, orang ke-dua O2, yaitu mitra tutur –dalam pertunjukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI SUC mengacu pada penonton. Dalam kajian ini, peneliti juga bertindak sebagai penonton. Ketiga, maksud dan tujuan percakapan. Maksud dan kehendak O1 sangat mempengaruhi bentuk-bentuk tutur yang diujarkannya.

1.6.8 Struktur Wacana SUC

Struktur atau bagian utama dari wacana SUC terdiri atas setup dan punch line. Menurut Dean 2012: 14, setup adalah bagian pertama dari humor SUC, yang menyiapkan orang untuk tertawa. Punch line adalah bagian kedua dari humor SUC, yang membuat orang tertawa. Dengan kata lain, setup menciptakan ekspektasi dan punch line menghadirkan kejutan. Bagian setup menuntun penonton menuju sebuah ekspektasi. Selanjutnya, punch line mengejutkan penonton, namun berbeda dengan ekspektasi yang telah terbentuk di dalam benak penonton. Dean Ibid., hlm.18 memberi contoh sebagai berikut. 7 Saya sudah menikah selama empat puluh tahun dan cinta sejati saya hanya ada di satu perempuan. Andai istri saya kenal perempuan itu, saya bisa dibunuh. Setup: Saya sudah menikah selama empat puluh tahun dan cinta sejati saya hanya ada di satu perempuan. Saat dan setelah comic mengucapkan setup-nya, di benak penonton akan tercipta asumsi pada tuturan tersebut yang kira-kira seperti ini: Pria ini membanggakan betapa ia mencintai istrinya sepenuh hati. Mereka sudah menikah selama empat puluh tahun dan mereka sangat bahagia. Pria ini tidak pernah sekali pun berselingkuh dan akan setia seumur hidupnya. Melalui asumsi itu, para penonton akan menduga dan berekspektasi bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI perempuan yang dicintai laki-laki itu adalah istrinya sendiri. Akan tetapi, comic memberikan punch line dan sekaligus mematahkan atau membelokkan ekspektasi penonton. Punch Line: Andai istri saya kenal perempuan itu, saya bisa dibunuh. Ternyata, meskipun sudah menikahi istrinya selama empat puluh tahun, laki-laki ini tidak bahagia dan lebih memilih untuk mencintai perempuan lain. Akan tetapi, laki-laki ini merasa takut dibunuh oleh istrinya jika mengetahui perselingkuhannya dengan perempuan lain.

1.7 Metode dan Teknik Penelitian