Kinerja Anggota DPR Anggota Dewan Perwakilan Rakyat

merupakan ungkapan figuratif yang bermakna „menduduki jabatan sebagai anggota DPR‟. Wacana 21 ditandai melalui kata Caleg. Hal yang dikritik kepada anggota DPR adalah sebagai berikut. Pertama, kinerja anggota DPR. Kedua, kebiasaan tidur saat rapat. Ketiga, perilaku korupsi.

2.3.1 Kinerja Anggota DPR

Wacana berikut ini memuat kritikan terhadap kinerja anggota DPR. 22 DPR itu tugasnya kan untuk mendengarkan suara rakyat, aspirasi rakyat. Tapi, gimana caranya DPR mendengarkan suara rakyat ketika DPR dihalangi oleh tembok yang begitu tinggi, pakai, naik ke kantor, ke kantor itu pakai Camry. Ya kan? Seharusnya DPR itu bukan diletakkan di Senayan, tapi di tengah-tengah pasar. Iya. Di pasar itu kan segala macam ada kan? Dari tukang ayam sampai tukang cabe, ayam kampus, cabe-cabean. Ada gitu. Dzawin, show 6. Wacana 23 berisi kritikan terhadap hasil kerja anggota DPR perihal memperjuangkan nasib rakyat kecil. 23 Meskipun suara saya cempreng emejing gila, suara saya ini juga menentukan siapa yang bakal duduk di DPR. Dan demokrasi ini berjalan tanpa suara saya itu nggak bakal bisa. Suara rakyat kecil, dalam arti sebenarnya. Dan pemerintah ini cuma janji- janji kosong. Katanya memperjuangkan rakyat kecil. Bohong. Kalau memang memperjuangkan, kenapa sampai sekarang tes CPNS masih menggunakan tinggi badan sebagai syarat utama. Saya kerja apa? Arif, show 6. Wacana 24 berikut mengandung kritikan terhadap kinerja anggota DPR yang sering kali memberi harapan palsu pada rakyat. 24 Emang pemilu suka bikin bingung ya. Partai banyak. Namanya p anu lah, p itu lah. Menurut gua, percuma bang kalau ujung- ujungnya jadi PHP, Partai Harapan Palsu. David, show 6. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pada wacana 22, comic mengungkapkan, fungsi keterwakilan suara rakyat yang diemban oleh anggota DPR tidak berjalan secara ideal. Hal ini ditandai melalui tuturan Tapi, gimana caranya DPR mendengarkan suara rakyat ketika DPR dihalangi oleh tembok yang begitu tinggi, pakai, naik ke kantor, ke kantor itu pakai Camry. Tuturan Tembok yang begitu tinggi merupakan ungkapan asosiatif dari Kantor DPR RI di Senayan. Kata Camry mengacu pada mobil sedan berkelas menengah ke atas yang bernama lengkap Toyota Camry. Tuturan ini merupakan asosiasi dari simbol kemewahan anti-kemasyarakatan. Dengan demikian, tuturan kunci tersebut mengimplikasikan para anggota DPR, yang begitu sulit didekati, ditemui, dan tidak merakyat. Sikap para wakil rakyat yang memisahkan jarak dengan rakyatnya ini berdampak langsung dengan rendahnya aspirasi rakyat yang dapat terpenuhi. Kebijakan-kebijakan publik yang dihasilkan pun tidak mampu mengatasi persoalan masyarakat secara komprehensif. Sebagai simbol kerakyatan, comic mengusulkan agar kantor DPR RI dipindahkan ke lingkungan sosial yang dekat dengan masyarakat, misalnya pasar tradisional –sebagai simbol kerakyatan, pasar menjadi tempat berjubelnya masyarakat, terutama masyarakat lapisan menengah ke bawah –, agar anggota DPR ini bisa mengetahui masalah nyata yang dialami masyarakat serta mendengarkan aspirasi dan kebutuhan mereka secara langsung. Pada wacana 23, comic mengkritisi kinerja anggota DPR yang sering kali memburas atau membohongi masyarakat. Hal ini ditunjukkan melalui tuturan Pemerintah ini cuma janji-janji kosong. Katanya memperjuangkan rakyat kecil. Bohong. Terminologi pemerintah dalam tuturan tersebut mengacu bukan pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI lembaga eksekutif, melainkan lembaga legislatif, dalam hal ini yaitu anggota DPR. Hal ini selaras dengan tuturan awal comic yang mengungkapkan Suara saya ini juga menentukan siapa yang bakal duduk di DPR. Sebagai contoh buruknya hasil kerja anggota legislatif, comic menyebutkan langkah diskriminatif anggota DPR dalam menetapkan aturan terkait syarat pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil CPNS. Salah satu persyaratan pendaftaran tersebut yakni adanya batas minimal tinggi badan bagi para pendaftar. Aturan ini mendiskriminasi masyarakat yang memiliki tinggi badan yang tidak memenuhi kualifikasi itu untuk mendapatkan hak dan kesempatan kerja yang sama dengan masyarakat lainnya. Comic pun merasa dirugikan oleh aturan ini karena memiliki ukuran tubuh yang relatif pendek, sehingga menganggap anggota DPR tidak dapat memperjuangkan kebutuhan dan aspirasi segala lapisan dan golongan masyarakat. Pada wacana 24, comic mengeluhkan kinerja para anggota DPR yang tidak memberikan kontribusi nyata dan baik bagi kehidupan rakyat, meskipun jumlah partai politik termasuk anggota DPR di Indonesia relatif banyak. Hal ini ditunjukkan dalam tuturan Partai banyak. Menurut gua, percuma bang kalau ujung-ujungnya jadi PHP, Partai Harapan Palsu. Runtuhnya rezim Orde Baru pada Mei 1998 sebagai penanda lahirnya reformasi demokrasi –yang direpresi pertumbuhannya pada masa pemerintahan Soeharto. Kini, sebagai masyarakat demokratis, rakyat dapat terlibat langsung ataupun tidak langsung –melalui wakil rakyat di badan legislatif– dalam membantu penyelenggaraan negara. Entitas keterlibatan rakyat itu meliputi kegiatan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Hal ini pun tercantum dan dijamin secara konstitusional oleh negara melalui Pasal 28E ayat 3 UUD 1945 amandemen IV yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Singkatnya, aturan ini pun memicu kelahiran dan pertumbuhan partai politik parpol baru di Indonesia. Tercatat, parpol nasional maupun lokal peserta pemilu 1999 berjumlah 48, parpol peserta pemilu 2004 berjumlah 24, parpol peserta pemilu 2009 berjumlah 44, dan parpol peserta pemilu 2014 berjumlah 15. Idealnya, keberadaan parpol-parpol ini tentu membawa angin segar bagi masyarakat Indonesia, terutama karena jumlahnya relatif banyak. Logikanya, semakin besar jumlahnya, maka harapan dan cita-cita rakyat semakin banyak yang tersalur dan terserap. Akan tetapi, berjibunnya jumlah parpol pada setiap penyelenggaraan pemilu nyatanya berbanding terbalik dengan hasil pengentasan persoalan ekonomi dan sosial masyarakat. Salah satu indikatornya: jumlah penduduk miskin Indonesia masih memilukan, yaitu pada angka 27,73 juta jiwa per September 2014 http:bisniskeuangan.kompas.comread20150103 070700226Turun.Jumlah.Penduduk.Miskin.Capai.27.7.Juta.Orang. Oleh karena itu, comic lantas menyimpulkan bahwa partai-partai politik di Indonesia adalah partai harapan palsu alias pemberi harapan palsu.

2.3.2 Kebiasaan Tidur Saat Rapat