Sasaran tutur pada kedua wacana tersebut mengacu pada orangtua. Wacana 49 ditunjukkan melalui kata Orangtua. Wacana 50 diungkapkan melalui kata
Orangtua. Adapun hal yang dikritikkan kepada orangtua adalah pola asuh
terhadap anak.
2.5.1 Pola Asuh terhadap Anak
Wacana berikut memuat kritikan terhadap pola asuh terhadap anak. 51
Orangtua sekarang itu masih banyak yang berpikir bahwa anak yang cerdas adalah anak yang pintar matematika,
sedangkan anak yang pintar di bidang lain itu enggak dibilang cerdas. Sekarang gini, untuk orang-orang yang tidak
mencintai matematika, buat apa loe belajar matematika terlalu dalam. Ingat, men, loe belajar matematika dari SD sampai SMA
persamaan linear dua variable enggak kepakai pas loe lagi beli siomay. Ya kan? Ya kali gitu beli siomay.
O
1
: Bang, beli siomay. Bang, kalau siomay 1, tahunya 3 kan tiga ribu. Kalau siomay 2, tahunya 5 kan lima ribu.
Berapakah harga satu siomay? Ya, enggak gitu, kan? Dzawin, show 8.
Wacana 52 mengandung kritikan atas pola asuh terhadap anak. 52
Sampai sekarang masih banyak orangtua yang berpikir, anak yang mendalami hobinya itu, itu nggak baik, orangtua nggak
senang. Karena banyak orangtua sekarang berpikir bahwa anak SD lebih baik pintar matematika, anak SMP pintar
fisika dasar, anak SMA pintar kimia, mahasiswa pintar dialektika. Kalau semua orang beranggapan seperti itu, terus
bidang-bidang lain siapa yang mau ngisi? Siapa yang mau ngisi? Ya, diisi sama anak yang dulunya dianggap bodoh di sekolah
yang bahkan nggak naik kelas dua kali: Pras Teguh. Bidang lain mau diisi sama siapa? Anak pinggiran, anak Betawi pinggiran
yang dulunya tukang ojek? Yang kalau omong apa-apa nyai, apa-apa nyai. Bidang lain mau diisi sama siapa? Sama anak
pesisir timur yang datang ke Malang buat belajar, dan ketika datang ke Jakarta, masuk hotel ngelihat
air langsung teriak, “Eh, Dzawin, Dzawin, sumber air su dekat
.” Ya kan? Dan bidang lain PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mau diisi sama siapa? Bidang lain diisi sama anak pesantren yang dulunya hanya bisa dianggap hanya bisa ngaji dan
ceramah, padahal nggak bisa dua-duanya. Dzawin, show 15.
Pada wacana 51, comic mengeluhkan sikap dan perilaku orangtua dalam mengasuh dan menumbuhkembangkan kecerdasan anaknya, seperti memaksakan
kecerdesan dan minat anak pada bidang tertentu, misalnya matematika. Hal tersebut ditunjukkan melalui tuturan Orangtua sekarang itu masih banyak yang
berpikir bahwa anak yang cerdas adalah anak yang pintar matematika, sedangkan anak yang pintar di bidang lain itu enggak dibilang cerdas.
Seperti yang dilansir Kompas.com 31015, disebutkan bahwa ada delapan jenis kecerdasan anak. Kecerdasan itu meliputi word smart kecerdasan
linguistik, number smart kecerdasan logika atau matematis, self smart kecerdasan intrapersonal, people smart kecerdasan interpersonal, music smart
kecerdasan musikal, picture smart kecerdasan spasial, body smart kecerdasan kinetik, dan nature smart kecerdasan naturalis http:health.kompas.comread
201510031740419238.Jenis.Kecerdasan.Anak.dan.Cara.Mengembangkannya. Setiap anak dapat memiliki tipe-tipe kecerdasan yang berbeda atau
menonjol pada kecerdasan tertentu. Berkenaan dengan hal ini, comic mengimbau para orangtua agar tidak membabaskan anaknya pada bidang yang tidak sesuai
dengan kecerdasannya. Misalnya, anak-anak yang barangkali tidak meminati dan membakati bidang matematika, namun dipaksa oleh orangtuanya untuk menekuni
bidang tersebut agar sang anak dianggap atau menjadi cerdas. Perkembangan kecerdasan anak tidak saja terganggu, kebermanfaatan pengetahuan atau yang
dimiliki oleh sang anak pun menjadi tidak berguna dalam kehidupan sehari-hari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Parameter kecerdasan seseorang tidak hanya dapat diukur berdasarkan kecakapannya dalam bidang matematika. Tugas orangtua adalah mengenali dan
membantu mengembangkan kecerdasan apapun yang dimiliki anaknya. Pada wacana 52, comic mengkritisi pola asuh para orangtua yang
menuntut anaknya untuk menekuni bidang eksakta dan menentang minat dan bakat anak dalam bidang lain. Hal tersebut ditunjukkan melalui tuturan Banyak
orangtua sekarang berpikir bahwa anak SD lebih baik pintar matematika, anak SMP pintar fisika dasar, anak SMA pintar kimia, mahasiswa pintar dialektika.
Sikap tersebut dapat mendiskreditkan bidang lain serta anak yang membakati atau meminati bidang lain tersebut. Comic mencontohkan dirinya dan
ketiga comic SUCI 4: Pras Teguh, David Nurbianto, dan Abdur Arsyad. Oleh karena ketiganya, kecuali Abdur Arsyad
–ketika itu sedang menempuh program Magister Matematika
– tidak berbekal kecerdasan matematis, lantas dianggap bodoh, lalu terpaksa menekuni bidang keilmuan lain.
Kecerdasan itu bersifat majemuk. Setiap anak dilahirkan dengan kecerdasan, bakat, dan minat yang beragam. Dengan demikian, tolok ukur kecerdasan anak
pun tidak hanya mengacu pada satu jenis kecerdasan atau bidang tertentu, dalam hal ini kecerdasan logika atau matematis, sebagaimana pandangan umum
masyarakat yang diyakini oleh para orangtua. Guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak, orangtua tidak hanya harus mengetahui kecerdasan, bakat,
dan minat anaknya; orangtua juga harus membantu dan memfasilitasi anaknya untuk menunjang kecerdasan, bakat, dan minat tersebut. Dengan demikian,
keberagaman bidang-bidang keilmuan dalam pendidikan formal, pendidikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
informal, dan pendidikan nonformal pun untuk mengakomodasi berbagai macam kompetensi setiap anak.
2.9 Masyarakat Lokal