2.9.2 Kesadaran Masyarakat Jakarta dalam Penanganan Banjir
Wacana di bawah ini memuat kritikan terhadap kesadaran masyarakat Jakarta dalam penanganan banjir.
57
Lagu: Buang sampah ke dalem kali. Kalo banjir, setenge
mati. Stop Banjir setenge mati. Jakarta banjir salah siapa? Salah kite. Tempat air loe tempatin. Zaman dulu Pitung bisa
jalan di air itu sakti. Salah. Pitung visioner. Zaman sekarang nemu orang jalan di air mah banyak. Saban banjir kita jalan di
air. Saktian kita ama Pitung. Jalan di airnya rutin setahun sekali. David, show 14.
Hal yang dikritikkan comic ditandai melalui tuturan Buang sampah ke dalem kali dan Tempat air loe tempatin. Tuturan Buang sampah ke dalem kali
mengimplikasikan rendahnya kesadaran dan ketertiban masyarakat Jakarta dalam menjaga kebersihan lingkungan alam. Tuturan Tempat air loe tempatin
mengimplikasikan Jakarta sebagai kawasan yang rentan terhadap genangan air. Nahasnya, kesadaran masyarakat pun terbilang rendah, sehingga masih banyak
masyarakat yang tetap menempati kawasan ini. Merunut pada aspek historis dan geologisnya, permasalahan banjir dan
genangan air di Jakarta telah berlangsung lama sejak zaman pemerintahan Kolonial Belanda, dan penanganannya pun hingga kini tidak kunjung usai.
Sebagian daratan pada kawasan Jakarta juga merupakan dataran rendah yang pada zaman dulu merupakan rawa-rawa yang dikepung banyak sungai. Rawa-rawa itu
dikeringkan dan dijadikan hunian. Akibatnya, kawasan untuk resapan air justru mengirim lebih banyak air permukaan ke Jakarta. Kedudukan permukaan tanah di
Jakarta juga mengalami penurunan pada kisaran 4-20 sentimeter per tahun. http:sains.kompas.comread201301189141229Bagi.Jakarta.Banjir.Seolah.
Menjadi.Takdir. Menilik pada realitas ini, comic pun mengungkapkan bahwa Jakarta
memang merupakan kawasan genangan air dan masyarakat Jakarta terlalu gegabah untuk menempati daerah tersebut.
2.9.3 Perilaku Penonton Dangdut