Sementara itu, penonton bisa saja menafsirkannya pada pengertian yang pertama. Oleh karena ketaksaannya, maka tuturan yang tidak mematuhi maksim cara ini
memiliki efek humor.
3.3.2 Subtipe IIb
Subtipe IIb adalah tuturan yang mematuhi maksim kuantitas dan maksim relevansi, tetapi tidak mematuhi maksim kualitas dan maksim cara. Ketiga wacana
berikut ini digolongkan ke dalam Subtipe IIb. 90
Emang pemilu suka bikin bingung ya. Partai banyak. Namanya p anu lah, p itu lah. Menurut gua, percuma bang kalau ujung-
ujungnya jadi PHP, Partai Harapan Palsu. David, show 6.
91 Percuma loe pakai peci-koko-sarung, peci-koko-sarung, tapi
giliran pas lagi ceramah di atas panggung, kepala orang dipiting. Percuma. Siapa namanya tuh? Ustad apa? Ustad apa? Ya, Ustad
Harajuku. Ini mungkin waktu dia masih di pesantren, temen- temennya bangun malam buat sholat tahajud, dia bangun malam
buat nonton smackdown. Dzawin, show 13.
92 Meskipun suara saya cempreng emejing gila, suara saya ini juga
menentukan siapa yang bakal duduk di DPR. Dan demokrasi ini berjalan tanpa suara saya itu nggak bakal bisa. Suara rakyat
kecil, dalam arti sebenarnya. Dan pemerintah ini cuma janji- janji kosong. Katanya memperjuangkan rakyat kecil. Bohong.
Kalau memang memperjuangkan, kenapa sampai sekarang tes CPNS masih menggunakan tinggi badan sebagai syarat utama.
Saya kerja apa? Arif, show 6.
Wacana 90 mematuhi maksim kuantitas karena kontribusi informasi yang disampaikan comic terhadap intisari pembicaraan yang disampaikannya
mencukupi. Pokok gagasan dari wacana di atas berisi tentang keresahan comic terhadap keberadaan dan peran partai-partai politik di Indonesia bagi masyarakat.
Hal itu ditandai dalam tuturan Partai banyak. Lebih lanjut, untuk mendukung PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
gagasan itu, comic lantas menambah informasi pendukung, yaitu partai-partai politik ini pada kenyataannya tidak memberikan kontribusi bagi masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, wacana di atas juga mematuhi maksim relevansi karena pertautan antarinformasi-informasinya tersebut.
Wacana 90 tidak mematuhi maksim kualitas karena terkandung informasi yang tidak benar, yaitu pada frasa Partai Harapan Palsu. Faktanya, partai politik
tersebut memang tidak pernah ada. Penuturan frasa tersebut dimaksudkan comic sebagai ungkapan metaforis untuk menyindir kinerja partai politik Indonesia yang
tidak jarang memberikan harapan palsu kepada masyarakat. Di samping itu, pada wacana ini juga terdapat informasi yang ambigu, yang ditandai dalam ujaran PHP.
Berdasarkan pengertian umumnya, kata PHP merupakan singkatan dari istilah Pemberi Harapan Palsu. Untuk menghasilkan gelak tawa penonton, comic pun
memberikan makna lain ganda pada kata PHP tersebut. Wacana 91 mematuhi maksim kuantitas karena jumlah informasi yang
disampaikan comic terhadap pokok pembicaraan yang disampaikannya memadai. Intisari tuturan di atas ihwal kritikan terhadap perilaku banal individu yang
agamis. Untuk mendukung informasi tersebut, comic lantas memberikan informasi tambahan berupa contoh salah seorang yang memiliki laku demikian:
Ustad Harajuku, serta hal yang melatarbelakangi atau memengaruhi tindakan ustad tersebut. Berdasarakan penjelasan tersebut, informasi-informasi yang
dipaparkan comic juga saling bertalian. Dengan demikian, tuturan comic mematuhi maksim relevansi.
Pada wacana di atas, terdapat informasi yang tidak mematuhi maksim kualitas, yakni pada tuturan dia bangun malam buat nonton smackdown. Tuturan
ini tidak mematuhi maksim kualitas karena hanya merupakan asumsi comic yang bisa saja tanpa berdasarkan fakta, dengan maksud untuk menyindir Ustad Hariri.
Sementara itu, tuturan yang tidak mematuhi maksim cara terdapat pada frasa Ustad Harajuku. Nama sebenarnya yang dimaksudkan comic ialah Ustad Hariri,
salah seorang ustad yang pernah tersangkut kasus sebagai pelaku kekerasan fisik kepada salah seorang penata suara pada sebuah acara yang diikutinya. Oleh
karena itu, efek humor pada tuturan ini terjadi karena beberapa hal: ujaran tersebut menjadi tidak jelas kabur, tidak diketahui penonton, atau konteks individu yang
dimaksud dapat dikenali oleh penonton.
Wacana 92 mematuhi maksim kuantitas karena sumbangan informasi yang disampaikan oleh comic memadai. Wacana ini mengangkat persoalan lemahnya
kinerja anggota DPR dalam memperjuangkan hak rakyat untuk mendapatkan kesempatan kerja. Berikut tuturan kuncinya: pemerintah ini cuma janji-janji
kosong. Katanya memperjuangkan rakyat kecil. Bohong. Berkenaan dengan hal tersebut, comic pun memberikan informasi tambahan perihal aturan ukuran tinggi
badan sebagai salah satu syarat utama untuk mengikuti tes Calon Pegawai Negeri Sipil CPNS yang ditetapkan oleh pemerintah. Bagi comic, yang juga berukuran
tubuh pendek, aturan ini merupakan sikap diskriminasi pemerintah dalam menjamin hak bagi setiap masyarakat Indonesia untuk memperoleh pekerjaan.
Berikut tuturan kuncinya: kenapa sampai sekarang tes CPNS masih menggunakan tinggi badan sebagai syarat utama. Di samping itu, berdasarkan ulasan di atas,
hal tersebut juga menunjukkan bahwa wacana ini mematuhi maksim relevansi karena keterkaitan setiap informasi yang disampaikan comic.
Adapun bagian wacana yang tidak mematuhi maksim kualitas diungkapkan melalui tuturan kenapa sampai sekarang tes CPNS masih menggunakan tinggi
badan sebagai syarat utama. Tuturan tersebut diasumsikan oleh penonton sebagai informasi yang tidak valid, karena pada umumnya aturan tersebut memang jarang
ada atau tidak diketahui publik, dan hanya sebagian kecil instansi pemerintah yang memberlakukan aturan tersebut.
Sementara itu, ujaran yang tidak mematuhi maksim cara diungkapkan melalui tuturan berikut: 1 Rakyat kecil, dalam arti sebenarnya; 2 Katanya
memperjuangkan rakyat kecil. Untuk menciptakan efek humor, frasa rakyat kecil pada kedua tuturan tersebut dibuat taksa oleh comic dengan membiaskannya dari
pengertian umumnya „orang yang tingkat sosial ekonominya rendah‟ menjadi „orang yang berukuran tubuh kecil atau pendek‟.
3.3.3 Subtipe IIc