Tabel III. Distribusi pengelompokan usia pasien leptospirosis yang menerima antibiotika periode Januari-Mei 2015 di RSUD Panembahan Senopati
Bantul. No
Kategori umur Jumlah
Persentase 1
Masa balita
2
Masa kanak-kanak
3 Masa remaja awal
4 Masa remaja akhir
2 6,25
5
Masa dewasa awal 3
9,38
6 Masa dewasa akhir
12 37,50
7 Masa lansia awal
10 31,25
8
Masa lansia akhir 5
15,62
9 Masa manula
Jumlah 32
100
B. Profil Peresepan Antibiotika
Pada profil peresepan antibiotika ini akan dijelaskan mengenai golongan, jenis, cara pemberian dan durasi pemakaian antibiotika yang diresepkan pada pasien
leptospirosis di RSUD Panembahan Senopati periode Januari-Mei 2015.
1. Golongan dan Jenis Antibiotika
Pada tabel IV menunjukkan antibiotika yang paling sering digunakan yaitu golongan sefalosporin dengan jumlah 35 satuan resep atau 61, 5 dari jumlah
keseluruhan peresepan antibiotika. Dari golongan tersebut, seftriakson paling banyak digunakan yaitu sebanyak 31 satuan resep atau 54,4 dari jumlah
keseluruhan resep. Hal ini sesuai dengan jenis penyakit yang diteliti yaitu leptospirosis. Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans yang
merupakan bakteri gram negatif. Lini pertama terapi leptospirosis berat adalah antibiotika golongan penisilin yaitu penisilin G. Pengadaan penisilin G yang susah
untuk dilakukan dan ketersediaannya yang tidak menentu menjadikan pilihan
terapi beralih ke ceftriaxone injeksi. Antibiotika yang paling jarang digunakan yaitu dari golongan kuinolon yang berjumlah 2 satuan resep atau sebanyak 3,5.
Tabel IV. Profil Golongan dan Jenis Antibiotika pada Pasien Leptospirosis di RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Januari-Mei 2015
No Golongan dan Jenis
Antibiotika Jumlah
satuan resep
Persentase
1 β-laktam
A Penisilin
Penisilin G 9
15,8 Co-amoxiclav
6 10,5
Ampisilin 2
3,5 B
Sefalosporin
Sefotaksim 1
1,8 Seftriakson
31 54,4
Sefiksim 1
1,8 Seftazidim
2 3,5
C Karbapenem
Meropenem 3
5,2
2 Kuinolon
Siprofloksasin 2
3,5
Jumlah 57
100
2. Cara Pemberian Antibiotika
Cara pemberian antibiotika yang paling banyak adalah intravena yaitu sebanyak 89,47, sedangkan sisanya diberikan secara oral. Hal ini disebabkan
karena tercapainya bioavailabilitas yang tinggi pada pemberian secara intravena, selain itu juga dikarenakan onset pemberian intravena yang cepat dan banyaknya
kondisi pasien yang mengalami mual, muntah dan lemas sehingga sulit untuk diberikan obat secara oral sehingga banyak peresepan yang diberikan secara
intravena. Dari keseluruhan kasus, peresepan antibiotika dilakukan secara empiris karena pasien tidak melakukan uji kultur.
Gambar 4. Cara Pemberian Antibitoika pada Pasien Leptospirosis di RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Januari-Mei 2015
3. Durasi Peresepan antibiotika