6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Leptospirosis
1. Definisi, gejala dan tanda
Leptospirosis  adalah  penyakit  infeksi  akut  yang  disebabkan  oleh  bakteri gram  negatif  berbentuk  spiral  yaitu  Leptospira  interrogans  yang  terbawa  dalam
urine  tikus.  Penyakit  ini  juga  dikenal  dengan  nama  penyakit  Weil,  atau  istilah yang  marak  beredar  di  masyarakat  awam  adalah  penyakit  “kencing  tikus”
Lestariningsih, 2002. Gejala leptospirosis berkembang dalam 2-30 hari setelah paparan bakteri.
Manifestasi  klinis  leptospirosis  terdiri  dari  3  fase,  yaitu  fase  leptospiremia,  fase imun  dan  fase  penyembuhan.  Fase  leptospiremia  berlangsung  4-9  hari  dan
berakhir dengan menghilangnya gejala klinis untuk sementara. Fase leptospiremia ditandai  dengan  demam  yang  mendadak  dan  tinggi  sampai  menggigil  yang
disertai  dengan  sakit  kepala,  nyeri  otot,  hiperaestesia  pada  kulit,  mual  muntal, ikterus,  diare,  serta  bradikardi  relatif.  Fase  kedua  yaitu  fase  imun  yang  ditandai
dengan  terbentuknya  IgM  dalam  sirkulasi  darah,  sehingga  manifestasi  klinis bervariasi  dari  demam,  gangguan  fungsi  ginjal,  hati,  serta  gangguan  hemostatis
dengan  manifestasi  pendarahan  spontan.  Fase  ketiga  yaitu  fase  penyembuhan yang  terjadi  pada  minggu  ke  2-4  dengan  patogenesis  yang  sering  ditemukan
demam  dengan  atau  tanpa  muntah,  nyeri  otot,  ikterik,  sakit  kepala,  batuk,
hepatomegali, pendarahan dan menggigil serta splenomegali  Forbes et al, 2012; Widarso et al., dan Lestariningsih 2002.
2. Etiologi
Leptospirosis  disebabkan  oleh  bakteri  genus  Leptospira,  famili Leptospiraceae,  ordo  Spirochaetales.  Leptospira  terdiri  dari  Leptospira
interrogans  yang  patogen  dan  Leptospira  biflexa  yang  non  patogen.  Leptospira merupakan  spirochaeta  yang  motil  dengan  lebar  0,1µm,  panjang  6-20µm  dan
memiliki  hooked  pada  bagian  ujung  tubuhnya  Nasronudin,  2007;  Speelman, 1998.
Terdapat tiga tipe epidemiologi leptospirosis. Pertama, terjadi pada musim tertentu,  dimana  transmisi  melalui  kontak  langsung  dengan  binatang  yang
terinfeksi. Kedua, terutama pada daerah tropis yang lembab. Pada tipe ini, paparan pada  manusia  tidak  terbatas  hanya  oleh  pekerjaan  tetapi  lebih  sering  akibat
kontaminasi  lingkungan,  terutama  pada  musim  hujan.  Ketiga,  transmisi  terjadi melalui  rodentborne infection  di  daerah perkotaan. Sering terjadi  di  daerah  yang
mengalami  kerusakan,  misalnya  dampak  perang  atau  bencana  alam  Depkes, 2003; Kusmiyati, 2005; Levett, 2001.
Faktor risiko penyakit leptospirosis diantaranya terdapat faktor pekerjaan, faktor  perilaku  manusia,  serta  faktor  lingkungan  yang  meliputi  lingkungan  fisik
berupa karakteristik genangan air, sampah, curah hujan, kelembaban udara, jarak rumah dengan tempat pengumpulan sampah, lingkungan biologik berupa vegetasi,
lingkungan  kimia  berupa  pH  tanah  dan  air,  serta  keberadaan  populasi  tikus Depkes, 2003; Rejeki, 2005; Sabroza, 2001; Widarso, 2008.
3. Patologi dan Patofisiologi