Seringkali kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak, membuat suami dan istri harus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Kondisi tersebut membuat sang istri tidak punya pilihan lain kecuali ikut mencari pekerjaan di luar rumah. Ada pula ibu-ibu yang tetap memilih untuk bekerja, karena
mempunyai kebutuhan sosial yang tinggi dan tempat kerja mereka sangat mencukupi kebutuhan mereka tersebut. Dalam diri mereka tersimpan suatu kebutuhan akan
penerimaan sosial, akan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Bergaul dengan rekan-rekan di kantor, menjadi agenda yang lebih
menyenangkan dari pada tinggal di rumah.
2.2.3 Konflik Peran Ganda pada Perempuan Bekerja
Peran perempuan dalam kehidupan baik sebagai individu, istri, ibu maupun anggota masyarakat sangat lah komplek. Konflik peran disini bermakna sebagai
gabungan dua atau lebih peran sehingga pemenuhan peran yang satu menghalangi peran yang lain. Perempuan yang berperan sebagai ibu lebih banyak konflik dari pada
merek yang tidak memiliki anak. Hal ini disebabkan karena perempuan yang bekerja sebagai ibu merasakan peran yang berlebih Barnet, 1985.
Menurut Green House dalam Irawati, 2008 mengatakan bahwa konflik peran perempuan bekerja merupakam intercole konflik. Hal ini terjadi karena apabila dalam
keluarga dan pekerjaan membutuhkan perhatian yang sama dan saling dipenuhi, namun pemenuhan salah satu peran menghasilkan kesulitan pda peran yang lain.
Reaksi emosional akan muncul biasanya disebabkan karena tidak dapat mengurus anak dengan sempurna.
Universitas Sumatera Utara
Th Dewi 2001 mengatakan bahwa konflik peran itu perempuan seringkali mengorbankan pekerjaan jika tuntutan keluarga semakin meningkat. Perempuan
masih berfikir bahwa sebuah kesuksesan bukan hanya ditandai dengan uang dan prestise maka ia akan mundur dari pekerjaan demi keluarganya. Hal itu terjadi karena
perempuan tak mau dianggap bersalah bila harus dinilai mementingkan karir dari pada keluarganya. Gejala merasa bersalah, gelisah, cemas, dan frustasi akan
menurunkan kesehatan fisik maupun mental ibu Wiyarini, 1998. Beberapa aspek yang menunjukan bahwa perempun bekerja mengalami
konflik peran ganda seperti yang diungkapkan Sembel 2003, apabila kemampuan dalam mengendalikan perubahan dan merancang masa depan masih rendah,
kebebasan financial yang diimpikan belum tercapai, pengelolaan waktu yang masih belum teratur, kesehatan fisik kurang diperhatikan, kecerdasan spiritual belum terasah
dan manajeman kendali diri belum baik. Hal ini diperkuat oleh Fitri 2008 bahwa aspek yang memengaruhi konflik
peran ganda adalah : 1 Masalah kehadiran anak, 2 Keterlibatan dalam keluarga, 3 Komunikasi dengan keluarga, 4 Mengelola waktu, 5 Penentuan prioritas, 6
Keterlibatan kerja. Sedangkan faktor yang memengaruhi konflik peran ganda dijelaskan oleh Rini
2002 adalah; 1 Faktor internal yaitu perasaan ibu, 2 Faktor eksternal yaitu dukungan suami, kehadiran anak dan masalah kerja.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Hubungan Kemandirian Perempuan Bekerja dengan Sikap terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga