Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar memiliki tujuan khusus yaitu untuk meningkatkan keterampilan berhitung sebagai alat bantu dalam kehidupan sehari-hari Depdiknas, 2007. Matematika tidak hanya mengembangkan kemampuan berhitung siswa, melainkan kemampuan untuk berfikir secara logis. Siswa dapat mempelajari konsep-konsep sederhana hingga konsep-konsep yang kompleks melalui mata pelajaran matematika. Penguasaan keterampilan dan konsep yang dimiliki oleh siswa dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah matematika maupun bidang ilmu yang lain sehingga siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapinya Susanto, 2013. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir, berargumentasi, dan memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari Susanto, 2013: 185. Seperti yang disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, tujuan pembelajaran matematika adalah untuk mencapai kompetensi matematika, diantaranya kemampuan berpikir kritis. Sekolah menjadi sarana yang sangat berperan penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Proses pembelajaran matematika di kelas hendaknya berpusat kepada siswa dan menghadapkan pada kenyataan dan kehidupan sehari-hari yang menghadirkan masalah matematis yang pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari yang menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, dengan demikian siswa akan terbantu dalam mempelajari materi mata pelajaran matematika selain itu pembelajaran seperti ini dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif yang dapat membantu siswa menuju jenjang pendidikan selanjutnya. Pembelajaran matematika dengan menghadapkan pada kenyataan kehidupan sehari-hari yang menghadirkan masalah matematis dan pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari siswa, akan menuntut siswa untuk berpikir kritis dalam penyelesaian masalah, menurut Angelo dalam Achmad, 2007 berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Jadi merupakan sebuah proses terarah yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis penting dikembangkan dalam setiap kegiatan pembelajaran di sekolah. Namun dalam kenyataannya, ketika peneliti melakukan wawancara dan observasi pembelajaran guru kelas IV SD Kanisius Ganjuran dalam pembelajaran matematika siswa tidak dihadapkan dengan realita kehidupan sehari-hari yang memuat permasalahan matematika, dalam pembelajaran matematika masih berpusat dari guru, yaitu menggunakan metode ceramah dan hafalan rumus, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pebelajaran dengan menekankan pada pemberian materi secara langsung, pada umumnya, guru menggunakan metode konvensional dalam membelajarkan siswa. Akibat dari tidak dilatihnya kemampuan berpikir siswa untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan yang berkaitan dengan matematika maka kemampuan berpikir kritis siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan menjadi tidak berkembang. Berdasarkan Wawancara yang dilakukan di kelas IV SD Kanisius Ganjuran pada tanggal 5 Agustus 2015, Kriteria Ketuntutasan Minimal pada mata pelajaran matematika di SDK Ganjuran adalah 70. Siswa yang belum mencapai KKM pada materi KPK dan FPB rata-rata ada 53 pada tahun ajaran 20142015. KKM di SDK Ganjuran pada tahun ini adalah 70. Ketika peneliti melakukan wawancara dan observasi pembelajaran guru kelas IV SD Kanisius Ganjuran dengan menggunakan indikator berpikir kritis siswa masih rendah. Keenam indikator yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah menganalisis argumen, mampu bertanya, menjawab pertanyaan, memecahkan masalah, membuat kesimpulan, keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan. Indikator pertama yaitu menganalisis argumen ketika pembelajaran tidak terlihat karena guru yang menjadi sumber pengetahuan bagi siswa. Indikator kedua dan ketiga yaitu mampu bertanya dan menjawab pertanyaan kurang dari 50 siswa dari 30. Indikator keempat yaitu memecahkan masalah juga tidak terlihat karena guru hanya menjelaskan dan siswa langsung mengerjakan sebuah lembar kerja. Indikator kelima yaitu membuat kesimpulan sudah terlihat ketika guru bertanya pada akhir pembelajaran, namun hanya beberapa siswa yang aktif. Indikator PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI terakhir, yaitu keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil pengamatan siswa terlihat tidak mengevaluasi dan menilai kembali hasil pekerjannya, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV masih rendah. Hal ini disebabkan guru jarang menerapkan metode kontekstual dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran inovatif dan media pembelajaran sangat penting digunakan karena matematika mempunyai objek kajian yang dianggap abstrak sedangkan siswa usia SD menurut Piaget berada pada tahap operasi konkrit. Pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis matematika salah satunya dengan menggunakan pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning CTL. Pembelajaran konstektual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sehari hari Hosnan, 2014: 267. Siswa sebaiknya dihadapkan pada realitas atau pengalaman yang ada pada dirinya. Permasalahan mengenai matematika pada kehidupan sehari-hari juga dapat dihadirkan sehingga nantinya siswa dapat menerapkan pemecahannya tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti merencanakan suatu penelitian tindakan kelas berjudul “Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV Pada Materi KPK dan FPB Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Ganjuran ”

B. Batasan Masalah

Dokumen yang terkait

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Sarikarya pada materi satuan jarak dan kecepatan melalui model pembelajaran kontekstual.

5 32 344

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VB pada materi KPK dan FPB melalui model pembelajaran kontekstual SD Kanisius Ganjuran.

0 7 291

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Tidar 1 dalam mata pelajaran Matematika melalui model pembelajaran kontekstual.

1 3 286

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas III C pada materi perkalian dan pembagian melalui model pembelajaran kontekstual di SD Negeri Perumnas Condong Catur.

0 0 288

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika kelas III pada materi perkalian dan pembagian melalui pembelajaran Problem Based Learning SD Kanisius Klepu.

0 0 212

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Karangmloko 1 pada materi KPK dan FPB melalui pendekatan pembelajaran kontekstual.

2 13 277

Peningkatakan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis kelas VA pada materi KPK dan FPB melalui pembelajaran kontekstual SDN Perumnas Condongcatur.

3 17 366

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IIIA pada materi perkalian dan pembagian melalui model pembelajaran kontekstual di SD Negeri Jongkang.

0 0 249

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika kelas IV pada materi KPK dan FPB melalui pembelajaran kontekstual SD Kanisius Klepu.

3 61 297

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika siswa kelas III pada materi operasi hitung campuran melalui model pembelajaran kontekstual SD Negeri Plaosan 1.

0 5 393