f. Menteri Keuangan, dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik. Menteri keuangan.
Kewenangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reansuransi, dana pensiun, Badan Usaha Milik
Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan
Dengan demikian dalam Pasal 2 ayat 1, 2, 3, 4, 5 UUK PKPU pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit ditambah Menteri Keuangan untuk
perusahaan yang berkaitan dengan kegiatan para pensiun, dimana hal ini tidak terdapat dalam UUKepailitan UUK.
2. Lembaga peradilan yang berwenang
Berlakunya UU Kepailitan 1998 telah memindahkan kewenangan mutlak absolut dari Pengadilan Umum untuk memeriksa permohonan pailit, dengan
menetapkan Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan yang memiliki kewenangan untuk menerima permohonan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang
PKPU
110
. Seperti diketahui bahwa secara teoretis system peradilan di Indonesia mengenal dua macam kewenangan, yaitu kewenangan mutlakabsolut dan
kewenangan relatif. Kewenangan mutlak atau absolut diartikan sebagai pembagian kekuasaan antar
badan-badan peradilan yang berkaitan dengan pemberian kekuasaaan untuk mengadili
110
Munir Fuady, Hukum Pailit 1998 Dalam Teori dan Praktek Cet. 1, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 177.
Universitas Sumatera Utara
attribute van rechtsmacht
111
. Dengan kata lain, kewenangan mutlak atau absolut ini berbicara mengenai kewenangan badan-badan peradilan dalam menerima, memeriksa,
dan memutus perkara. Konsekuensinya, suatu pengadilan tidak dapat memeriksa gugatanpermohonan yang diajukan kepadanya apabila ternyata secara formil gugatan
tersebut masuk dalam ruang lingkup kewenangan mutlak pengadilan lain. Sementara itu, kewenangan relatif mengatur mengenai pembagian kekuasaan
untuk mengadili antar pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat seperti yang terdapat di dalam Pasal 118 ayat 1 Het Herziende Indische Reglement
HIR. Selain kewenangan absolut dan relatif, Pengadilan Niaga juga memiliki kewenangan secara komprehensif. Pasal 280 UU Kepailitan 1998, menyatakan bahwa
kewenangan secara komprehensif itu adalah kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan seputar kepailitan dan PKPU serta memeriksa dan memutus perkara
lain di bidang perniagaan. Kewenangan secara komprehensif yang dimiliki Pengadilan Niaga bukan tidak
mungkin menimbulkan permasalahan terkait dengan titik taut dengan kewenangan Pengadilan Umum Pengadilan Negeri dalam hal pemeriksaan perkara, karena
permasalahan seputar kepailitan tidak hanya berkaitan dengan utang sebagai pokok utama, melainkan hal-hal lain seperti pembatalan perjanjian perdamaian, actio
pauliana Kondisi inilah yang memicu beberapa masalah karena sudah ditegaskan secara eksplisit bahwa pemeriksaan di Pengadilan Niaga adalah bersifat sumir atau
111
Retnowulan Sutantio, dan Iskancar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Bandung: CV Mandar Maju, 1997, hal. 11
Universitas Sumatera Utara
sederhana, suatu hal yang sulit untuk dilakukan bila menyangkut pemeriksaan lain di luar Pasal 1 ayat 1 UU Kepailitan 1998.
Berdasarkan sifat sumir atau sederhana dari suatu perkara di Pengadilan Niaga, maka yang harus dibuktikan cukup pada suatu keadaan berhenti membayar. Kondisi
tersebut membawa konsekuensi berbeda-beda. Sebagian pihak mengatakan cukup dipenuhinya syarat kepailitan dalam Pasal 1 ayat 1 maka salah satu pihak termohon
pailit dapat langsung dinyatakan pailit. Sementara, di lain pihak mengatakan diperlukan suatu analisis lebih lanjut di bidang hukum ekonomi dan bisnis untuk
menyatakan bahwa termohon pailit dapat dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.
3. Prosedur Permohonan Pailit terhadap Debitur