BAB II KREDIT MACET DAN PENYELESAIANNYA
DI PERBANKAN
A. Tinjauan Umum tentang Kredit
1. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Latin credere credo atau creditum, yang berarti kepercayaan, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan faith atau trust. Dapat
dikatakan bahwa kreditur sebagai yang memberi kredit lazimnya bank dalam hubungan perkreditan dengan debitur nasabah, penerima kredit mempunyai
kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan membayar kembali kredit.
45
Credere percaya maksudnya adalah si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit, bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian.
Sedangkan bagi si penerima kredit berarti menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut sesuai dengan
jangka waktunya.
46
Muchdarsyah Sinungan mengatakan bahwa kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi
pada suatu masa tertentu yang akan daytang disertai dengan suatu kontrak prestasi berupa bunga.
47
45
Rachmadi Usman, Op. cit., hal. 236
46
Kasmir, Log. cit.
47
Muchdarsyah Sinungan, Dasar-dasar Teknik Manajemen Kredit, Jakarta: Bina Aksara, 1987 hal.11
Universitas Sumatera Utara
Pada dunia bisnis pada umumnya kata kredit diartikan sebagai kesanggupan akan meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau
memperoleh penyerahan baranga atau jasa dengan perjanjian akan membayar kelak.
48
Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang tentang Perbankan memberi difinisi; ”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu dengan pemberian bunga”. Berdasarkan pengertian ini, segala bentuk penyaluran dana dapat
dikategorikan sebagai pemberian kredit.
49
Secara yuridis, unsur–unsur kredit yang
48
Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan, Perdagangan, Jakarta,: Pradya Paramita, 1995, hal 279
49
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Log, cit., Menurut Rachmadi Usman, Undang- undang Perbankan yang Diubah menggunakan 2 dua istilah yang berbeda, namun mengandung makna
yang sama untuk pengertian kredit. Penggunaan istilah yang berbeda tersebut tergantung pada kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank, apakah bank dalam menjalankan kegiatan usahanya secara
konvensional ataukah berdasarkan prinsip syari’ah. Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional menggunakan istilah kredit, sedangkan bank yang menjalankan usahanya berdasarkan
prinsip syari’ah menggunakan istilah pembiayaan. Istilah kredit disebutkan pada Pasal 1 angka 11, sementara istilah pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah disebutkan pada Pasal 12 Undang-undang
Perbankan yang Diubah, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Adapun pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dari rumusan kedua istilah tersebut, maka perbedaannya terletak pada bentuk kontra-prestasi yang akan diberikan nasabah peminjam dana debitur kepada
pihak bank kreditur atas pemberian kredit atau pembiayaannya. Pada bank konvensional, kontra prestasinya berupa bunga. Sedangkan bank syari’ah, kontra prestasinya dapat berupa imbalan atau bagi
hasil sesuai dengan persetujuan atau kesepakatan bersama. Baik kredit maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah, sama-sama menyediakan uang tagihan atas dasar persetujuan atau
kesepakatan bersama antara pihak bank dan pihak lain dengan kewajiban pihak peminjam atau pihak yang dibiayai untuk melunasi utangnya atau mengembalikannya beserta bunga, imbalan, ataupun bagi
hasil dalam tenggang waktu yang telah disepakati bersama. Lihat Rachmadi Usman, Op. cit., hal. 236- 237
Universitas Sumatera Utara
diatur dalam ketentuan Pasal 1 butir 11 UU No.10 tahun 1998 tentang Perbankan dapat dirinci, yakni sebagai berikut:
a. penyediaan uang sebagai utang oleh pihak bank; atau
b. tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang sebagai pembiayaan,
misalnya pembiayaan pembuatan rumah, pembelian kendaraan; c.
kewajiban pihak peminjam debitur melunasi utangnya menurut jangka waktu disertai pembayaran bunga; dan
d. berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam uang antara bank dan peminjam
debitur dengan persyaratan yang disepakati bersama. Adapun secara konseptual, Kasmir, dalam bukunya Dasar-dasar Perbankan,
menyebutkan unsur-unsur esensial yang terkandung dalam kredit adalah sebagai berikut:
50
a. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, barang, atau jasa benar-benar diterima kembali di
masa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit yang disepakati. Kepercayaan diberikan oleh bank sebagai dasar utama yang melandasi suatu kredit berani
dikucurkan. Oleh karena itu, sebelum kredit dikucurkan harus dilakukan penelitian dan penyelidikan lebih dulu secara mendalam tentang kondisi nasabah, baik secara
interen maupun eksteren. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi pemohon kredit sekarang dan masa lalu dilakukan untuk menilai kesungguhan dan etiket baik nasabah
terhadap bank.
50
Kasmir, Op. cit., hal. 104-105
Universitas Sumatera Utara
b. Kesepakatan
Adanya kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian atau akad kredit. Kesepakatan tersebut berisikan tanda tangan dari masing-masing pihak yang mengatur
hak dan kewajibannya. Penandatanganan ini dilakukan sebelum kredit dikucurkan. Abdulkadir Muhammad dan Rilda Muniarti, dalam bukunya Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, menambahkan bahwa semua persyaratan pemberian kredit dan prosedur pengembalian kredit serta akibat hukumnya adalah hasil dari kesepakatan, dituangkan
dalam akta perjanjian yang disebut sebagai kontrak kredit.
51
c. Jangka waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu. Jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati, yakni jangka pendek,
menegah, dan panjang. Adapun jangka pendek di bawah 1 tahun, jangka menengah 1 sampai 3 tahun, atau jangka panjang di atas 3 tahun. Jangka waktu merupakan
batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu, jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.
d. Risiko
Akibat dari adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit akan memungkinkan terjadinya suatu risiko, yakni tidak tertagihnya atau macetnya
pemberian kredit. Semakin panjang jangka waktu kredit, maka semakin besar risikonya, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko
51
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Op. cit. hal. 59
Universitas Sumatera Utara
yang disengaja oleh nasabah maupun risiko yang tidak disengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya
sehingga nasabah tidak mampu melunasi kredit yang diperolehnya. e.
Balas jasa Bagi bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu
kredit. Dalam bank jenis konvensional balas jasa dikenal dengan bunga bank. Di samping balas jasa dalam bentuk bunga, bank juga membebankan kepada nasabah
biaya administrasi kredit yang juga merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah, balas jasanya ditentukan dengan sistem bagi hasil.
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, memakai istilah bunga bank untuk menyebutkan balas jasa sebagai salah satu unsur yang terkandung dalam
perkreditan. Dalam hal ini, setiap pemberian kredit selalu disertai imbalan jasa berupa bunga yang wajib dibayar oleh calon debitur, dan ini merupakan keuntungan yang
diterima oleh bank.
52
Perjanjian adalah suatu persetujuan, yakni perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.
53
Suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata
sebagai berikut:
54
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
52
Abdulkadir Muhammad Rilda Murniati, Log. Cit.
53
Subekti, R, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pranya Paramita, Jakarta, 1975, hal. 304.
54
Setiawan, R, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1977, hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dari macam-macam perjanjian yang ada di dalam KUH Perdata, salah satunya adalah perjanjian pinjam pengganti. Perjanjian itu daitur dalam bab ketiga belas buku
ketiga KUH Perdata. Adapun yang disebut perjanjian pinjam pengganti dari ketentuan pasal 1754
KUH Perdata menetapkan: Pinjam pengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Undang-undang perbankan sendiri dalam hal ini tidak mengatur secara khusus
tentang perjanjian kredit. Untuk mengetahui bagaimana bentuk perjanjiannya, perlu melihat apa yang dimaksud dengan kredit dalam pasal 1 butir 12 undang-undang
tersebut, yakni: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa perjanjian kredit
merupakan perjanjian pinjam meminjam uang antara bank pemberi kredit dengan pihak lain nasabah. Melihat bentuk perjanjiannya dan kewajiban debitur seperti di
atas, maka perjanjian kredit tergolong sebagai perjanjian pinjam meminjam. Meskipun perjanjian kredit merupakan perjanjian khusus, karena di dalamnya terdapat
kekhususan dimana pihak kreditur selalu bank, dan objek perjanjiannya berupa uang.
Universitas Sumatera Utara
Karena itu peraturan-peraturan yang berlaku bagi perjanjian kredit adalah KUH Perdata sebagai peraturan umumya, dan undang-undang perbankan beserta
pelaksanaannya sebagai peraturan khusus.
2. Jenis-jenis Kredit