Prosedur Pengolahan Kokon A. atlas dan Hasilnya Menjadi Benang

82 Selama pengamatan dan hasil pengukuran konsumsi pakan pada kedua jenis pakan uji sirsak dan teh menunjukkan bahwa, instar keenam menkonsumsi pakan yang cukup banyak 61,42 gramekor untuk sirsak dan 68,58 gramekor pada daun teh selama satu periode. Hasil uji statistik Tabel 18 berbeda nyata, yaitu konsumsi pakan segar teh lebih tinggi dari sirsak. Hal ini disebabkan karena kadar air daun teh lebih tinggi daripada daun sirsak. Kadar air daun sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan segar, kecernaan, pertumbuhan dan produksi kokon Ekastuti, 2005. Kadar air daun teh 69,64 jauh lebih baik dari sirsak 65,46, oleh karena itu konsumsi pakan segar 137,97 gram, kecernaan, laju pertumbuhan, produksi telur dan kualitas kokon lebih baik dari sirsak. Hasil penelitian terhadap Attacus atlas F3 dengan pemberian pakan daun sirsak dan teh, menunjukkan keberhasilan hidup yang tinggi. Dari 80 ekor larva yang dipelihara pada pakan daun sirsak 100 persen mencapai masa pupasi. Keberhasilan hidup yang tinggi ini disebabkan Attacus atlas F3 telah beradaptasi dengan kondisi suhu dan kelembaban dalam ruangan serta tersedianya kualitas pakan yang baik dan diberikan secara kontinyu. Bila dibandingkan dengan pemeliharaan di alam persentase keberhasilan hidupnya relatif kecil. Hasil penelitian Situmorang 1996 menunjukkan bahwa dari 100 ekor larva Attacus atlas yang dipelihara pada tanaman keben Barringtonia asiatica K., keberhasilan hidupnya hanya mencapai 10 , bobot kokon berisi pupa antara 6,6-11,8 gram. Widyarto 2001 yang memelihara 100 ekor larva A. atlas pada tanaman dadap Erythrina lithosperina M., dan gempol Nauclea orientalis L., di Kebun Sawit Fakultas Biologi UGM Yogyakarta, keberhasilan hidup pada tanaman dadap 10 dan pada gempol 8,33 . Tjiptoro 1997 melaporkan bahwa dari 100 ekor larva A. atlas 83 yang dipelihara pada tanaman gempol di Kebun Biologi, setiap pohon ditutupi dengan kain kasa kelambu untuk menghindari dari serangan predator, keberhasilan hidupnya mencapai 44 dengan total perkembangan 73,08 hari. Subagyo 2000 yang memelihara A. atlas pada tanaman mahoni Swietenia mahagoni J. di Kebun Biologi UGM Yogyakarta, dari 100 ekor larva yang dipelihara tingkat mortalitas 58 keberhasilan hidup 42 dengan waktu perkembangan 73,08 hari. Kalshoven 1981 mengatakan bahwa sutera yang dipelihara di alam, tidak menghasilkan kokon yang banyak. Hal ini disebabkan sekitar 85 telur-telurnya terserang penyakit, parasit dan predator, sehingga telur-telur yang berkembang sampai dewasa sekitar 2-5 saja. Attacuss atlas dapat menkonsumsi dan memanfaatkan pakan dengan baik, maka akan terjadi pertambahan bobot badan yang besar sesuai dengan tahapan instar. Dari hasil pengamatan terlihat jelas bahwa terjadi pertambahan bobot badan pada setiap tahapan instar, mulai dari instar pertama sampai instar terakhir pada pakan daun sirsak maupun pada pakan daun teh. Bobot badan awal instar enam pada daun sirsak 28,30 gramekor dan 29,53 gramekor pada daun teh. Pada awal instar enam antara daun sirsak dan daun teh tidak berbeda nyata. Pada setiap awal instar terjadi penurunan bobot badan, hal ini disebabkan pada awal instar terjadi proses molting pergantian kulit, dimana semua lapisan kulitnya terkelupas mulai dari thorax sampai anus, selain itu pada saat molting larva tidak makan sampai beberapa saat kemudian baru makan, sehingga bobot badannya menurun. Pada akhir instar`enam terjadi penurunan bobot badan. Hal ini disebabkan pada akhir instar enam, menjelang molting larva sudah tidak makan lagi, hanya bergerak atau mencari tempat yang cocok untuk pengokonan. Selain itu pada akhir instar enam larva mengeluarkan cairan dan feses seperti diare, sehingga bobot badan