Pembentukan kokon dan Pupa

79 hari, periode larva 33,00 ±3,33 hari, masa pupasi 22,20±1,67 hari, munculnya imago jantan 20,57 hari, imago batina 23,60 ±0,70 hari. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan antara fase perkembangan pada pakan daun sirsak dan teh. Inkubasi telur, periode larva dan masa pupasi F1 pada daun sirsak dan teh berbeda nyata dengan F2 dan F3. Munculnya imago antara F1, F2 dan F3 tidak berbeda nyata. Terjadinya perbedaan perkembangan hidup antara generasi ini disebabkan kondisi lingkungan suhu dan kelembaban serta kualitas pakan yang tersedia. Berdasarkan data yang ada, keberhasilan hidup Attacus atlas F1-F3 dalam ruangan lebih baik dan siklus hidupnya lebih pendek bila dibandingkan dengan di alam. Hal ini didasarkan pada beberapa penelitian yang telah dilakukan di alam, yaitu Situmorang 1996 melaporkan bahwa Attacus atlas dengan pemberian pakan daun keben, periode larva berkisar antara 35-41 hari, inkubasi telur 5-11 hari, periode pupasi 25-38 hari, dengan keberhasilan hidup 10 dari 100 ekor larva. Subagyo 2000 yang memelihara Attacus atlas pada daun mahoni, menunjukkan periode larva 35,96 ± 2,82 hari, masa pupasi 26-32 hari, keberhasilan hidup 40 dari 100 ekor larva. Widyarto 2001 memelihara Attacus atlas pada daun gempol, menghasilkan periode larva 38.50 ±10.61 hari, kemunculan imago 6 , keberhasilan hidup 44,58 . Terjadinya perbedaan perkembangan hidup antara dalam ruangan dengan di alam, dimana pertumbuhan dan perkembangan di alam lebih lambat dan keberhasilan hidupnya rendah, disebabkan kondisi lingkungan suhu dan kelembaban di alam yang selalu berfluktuatif dan kualitas pakan yang tidak pasti. Cuaca di alam akan berpengaruh terhadap proses metabolisme larva. Jika cuaca di bawah 20 C atau melebihi dari 30 C akan mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas ulat sutera. 80

5.6. PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh terlihat bahwa jenis pakan yang berbeda mempunyai dampak yang berbeda terhadap serangga A. atlas. Hasil tertinggi terdapat pada A. atlas F3 yang diberikan pakan daun teh, sedangkan A. atlas yang diberikan pakan daun sirsak lebih rendah. Perbedaan pola tersebut dapat dilihat pada semua tahapan instar, dimana konsumsi pakan segar dan pemanfaatan pakan meningkat sesuai dengan umur, baik pada pakan daun sirsak maupun pakan daun teh. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata antara konsumsi pakan segar dan daya cerna, pada ulat sutera liar Attacus atlas yang diberi pakan daun sirsak maupun teh, yaitu pada instar kelima sampai instar keenam Tabel 18. Attacus atlas F3 yang diberikan pakan daun teh lebih banyak menkonsumsi pakan 137,97 g pakanlarva, dapat memanfaatkan pakan sebanyak 40,86 persen selama satu periode instar, bila dibandingkan dengan daun sirsak yang dapat menkonsumsi pakan segar sebanyak 129,01 gram pakanlarva dengan daya cerna 38,66 persen. Terjadinya perbedaan konsumsi pakan antara daun teh dengan sirsak disebabkan karena pada pakan daun teh terdapat kandungan nutrisi dan komponen senyawa kimia yang sangat disukai oleh ulat sutera liar Attacus atlas Tabel 23. Tabel 23. Rata-rata kandungan nutrisi pada pakan daun sirsak dan teh __________________________________________________________________ Kandungan nutrisi Daun sirsak Daun teh ___________________________________________________________________ Kadar air 65,46 69,64 Protein 6,59 6,87 Lemak 1,24 1,43 Karbohidrat 8,80 5,66 Kadar abu 1,08 1,72 ___________________________________________________________________ 81 Selain faktor kualitas nutrisi, pada pakan daun teh juga mengandung komponen kimia tertentu seperti catechin, flefanol, pectin, recin, substansi aromatik dan enzim- enzim theoflavin dan theoruligin, sebagai zat perangsang untuk makan. Komponen kimia ini menyebabkan aroma, warna dan rasa yang dapat disukai oleh ulat sutera Attacus atlas . Komponen kimia sangat erat hubungannya dengan reseptor yang dimiliki oleh ulat sutera untuk mengenali pakannya, dimana pada ulat sutera terdapat maxilla dan antenanya untuk mengenal sukrosa, gula, mineral, vitamin dan air Tazima, 1978; Setyamijaya, 2000. Beberapa peneliti ulat sutera menyatakan bahwa perilaku makan ulat sutera ini dipengaruhi oleh kelompok bahan perangsang makan, yaitu zat perangsang Olfactory atractant termasuk di dalamnya adalah flefanol dan zat perangsang untuk menggigit bitting faktor yaitu berupa pectin, resin dan vitamin. Kombinasi dari kelompok tersebut berperan penting bagi larva dalam penerimaan pakannya Hamamura, 1962. Rangsangan ini memberi sinyal kepada sistem neurohormonalnya, yang kemudian ditanggapi dengan pengaturan sekresi hormon. Selain hal tersebut, kadar air pakan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas Attacus atlas. Kecukupan air dalam daun sangat berpengaruh terhadap rangsangan peristiwa “menyilih”. Dari hasil analisa proksimat kedua jenis pakan sirsak dan teh, menunjukkan kadar air rata-rata yang cukup tinggi yaitu sebesar 69,64 daun teh dan 65,46 daun sirsak. Kadar air kedua pakan tersebut masih dalam kisaran ideal kisaran yang baik adalah 70 Ekastuti, 1999; Ekastuti, 2005. Oleh karena itu terjadinya lama stadium tidak terlalu memanjang. Jika kadar air pakan tidak mencukupi, maka rangsangan pada peristiwa ganti kulit molting tertunda atau tidak kunjung tiba. Akibatnya siklus hidup menjadi lebih panjang. 82 Selama pengamatan dan hasil pengukuran konsumsi pakan pada kedua jenis pakan uji sirsak dan teh menunjukkan bahwa, instar keenam menkonsumsi pakan yang cukup banyak 61,42 gramekor untuk sirsak dan 68,58 gramekor pada daun teh selama satu periode. Hasil uji statistik Tabel 18 berbeda nyata, yaitu konsumsi pakan segar teh lebih tinggi dari sirsak. Hal ini disebabkan karena kadar air daun teh lebih tinggi daripada daun sirsak. Kadar air daun sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan segar, kecernaan, pertumbuhan dan produksi kokon Ekastuti, 2005. Kadar air daun teh 69,64 jauh lebih baik dari sirsak 65,46, oleh karena itu konsumsi pakan segar 137,97 gram, kecernaan, laju pertumbuhan, produksi telur dan kualitas kokon lebih baik dari sirsak. Hasil penelitian terhadap Attacus atlas F3 dengan pemberian pakan daun sirsak dan teh, menunjukkan keberhasilan hidup yang tinggi. Dari 80 ekor larva yang dipelihara pada pakan daun sirsak 100 persen mencapai masa pupasi. Keberhasilan hidup yang tinggi ini disebabkan Attacus atlas F3 telah beradaptasi dengan kondisi suhu dan kelembaban dalam ruangan serta tersedianya kualitas pakan yang baik dan diberikan secara kontinyu. Bila dibandingkan dengan pemeliharaan di alam persentase keberhasilan hidupnya relatif kecil. Hasil penelitian Situmorang 1996 menunjukkan bahwa dari 100 ekor larva Attacus atlas yang dipelihara pada tanaman keben Barringtonia asiatica K., keberhasilan hidupnya hanya mencapai 10 , bobot kokon berisi pupa antara 6,6-11,8 gram. Widyarto 2001 yang memelihara 100 ekor larva A. atlas pada tanaman dadap Erythrina lithosperina M., dan gempol Nauclea orientalis L., di Kebun Sawit Fakultas Biologi UGM Yogyakarta, keberhasilan hidup pada tanaman dadap 10 dan pada gempol 8,33 . Tjiptoro 1997 melaporkan bahwa dari 100 ekor larva A. atlas