Keberhasilan Hidup dan Perkembangan A. atlas F3 Pada Pakan Daun Teh

98 Attacus atlas merupakan hewan yang mengalami metamorfosis sempurna sepanjang hidupnya. Ulat sutera liar ini mengalami empat fase, yaitu telur, larva, pupa dan imago. Telur merupakan awal dari metamorfosis, kemampuan imago betina bertelur antara 100-362 butir. Jumlah telur yang dihasilkan selama proses habituasi dan domestikasi F1-F3 pada daun sirsak yaitu, dari setiap betina rata-rata didapat F1 : 137,8 butir, F2 : 165,8 butir, F3 : 256,60 butir dari 3 sampai 5 pasang betina tiap generasi. Sedangkan jumlah telur dengan pemberian pakan daun teh, yaitu F1 : dengan rata-rata 182,5 butir, F2 : 193,8 butir, F3 : 282,4 butir dari 5 pasang betina pada tiap generasi. Tjiptoro 1997 melaporkan bahwa Attacus atlas yang dipelihara di Lapangan pada pakan daun dadap, rata-rata menghasilkan telur sebanyak 92 butir per ekor. Subagyo 2000 memelihara A. atlas pada pakan daun mahoni, menghasilkan telur 100-366 butir. Selama proses habituasi dan domestikasi berlangsung terdapat beberapa kendala pada telur Attacus atlas ini, yaitu telur yang tidak dibuahi tidak dapat menetas dan pasti bertahan lama, masa inkubasi telur menjadi lebih lama jika cuaca dalam ruangan berfluktuatif, banyak telur yang tidak bisa menetas, hal ini disebabkan proses perkawinan antara imago betina dan jantan jarang terjadi, karena kemunculan imago tidak secara bersamaan. Biasanya kemunculan imago betina lebih banyak dan waktunya lebih lama bila dibandingkan dengan jantan. Selain itu umur imago jantan 2-4 hari lebih cepat bila dibandingkan dengan imago betina 4-10 hari. Selama pemeliharaan berlangsung mulai dari generasi pertama F1 sampai generasi ketiga F3, diketahui bahwa kemunculan imago tidak bersamaan, sex ratio yang tidak sama serta umur imago berbeda antara jantan dan betina. Imago jantan lebih cepat keluar dan umurnya lebih pendek bila dibandingkan dengan betina, hal ini mempengaruhi 99 proses perkawinan dalam mendapatkan telur. Namun demikian selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas F1-F3 pada pakan daun srisak dan teh, telah terjadi peningkatan kemunculan imago dan produksi telur pada setiap tahapan generasi F1-F3, sehingga produksi telur dan kokon dapat tersedia sepanjang tahun.

7.2. Suhu, Kelembaban dan Ruang Pemeliharaan

Larva Attacus atlas mengalami 6 perkembangan instar. Tingkah laku, pola makan serta suhu dan kelembaban yang diperlukan berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan instar. Masa inkubasi telur suhu ruangnya berkisar antara 22 C-24 C karena pada tahapan ini, saat penetasan telur ulat kecil sangat peka terhadap rangsangan sinar matahari yang dapat mengganggu kulittubuh dari larva. Ulat kecil larva instar 1-3 terutama instar pertama, masih sangat peka terhadap kondisi cuaca yang berubah- ubah secara mendadak. Kondisi ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva. Ulat besar larva instar 4-6 memakan daun yang sudah tua dengan pola makan secara teratur, kisaran suhu lingkungan berkisar antara 24 C-29 C. Pada tahapan ini intensitas makan tinggi, pola makan teratur serta melakukan seluruh aktivitas fisiologis lainnya. Kondisi yang paling ideal untuk ulat sutera liar mulai dari ulat kecil hingga besar adalah 22 C – 30 C FAO, 1979. Masa pupasi adalah masa pembentukan pupa atau kepompong. Pada masa ini suhu lingkungan yang diperlukan adalah antara 26 C-29 C, jika suhu lebih dari 30 C atau kurang dari 26 C, menyebabkan imago yang keluar akan menjadi cacat, tubuhnya kerdil, sayapnya patah dan tidak bisa mengembang. Secara fisiologis imago tersebut tidak bisa melakukan aktivitas lain, seperti terbang, berkopulasi dan sulit bertelur. 100 Pemeliharaan ulat sutera liar Attacus atlas dapat dilakukan pada musim hujan maupun musim kemarau. Hambatan yang perlu diperhatikan adalah kondisi suhu dan kelembaban dalam ruangan. Suhu ruang perlu dijaga berkisar antara 22 C-29 C agar tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera. Jika cuaca berfluktuatif, maka suhu dalam ruangan harus dirangsang dengan sinar tambahan agar cuaca tetap stabil, sehingga pemeliharaan dapat berlangsung efektif. Jika suhu lebih dari 30 C menyebabkan pakan cepat layu dan sangat tidak disukai oleh larva, suhu di bawah 20 C kelembaban menjadi tinggi, pakan menjadi lebih segar akan tetapi menimbulkan mikrobia patogen penyakit yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan ulat sutera. Attacus atlas adalah hewan poikiloterm, suhu tubuhnya diatur secara langsung oleh suhu lingkungan. Suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi siklus hidupnya. Aktivitas fisiologis sangat dipengaruhi suhu tubuh, sehingga suhu sangat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan. Jika suhunya tinggi lebih dari 30 C menyebabkan pakan cepat layu, larva tidak mau makan dan menjadi stres. Energi yang dikeluarkan cukup banyak, kecepatan respirasi bertambah dan kontraksi pembuluh darah meningkat, pakan yang dicerna semakin sedikit, sehingga meningkatkan proses metabolisme, menyebabkan proses pertumbuhan dan perkembangan larva menjadi terganggu. Suhu dan kelembaban lingkungan yang optimal bagi perkembangan ulat sutera Attacus atlas dalam ruangan adalah masa inkubasi telur 22 C-24 C, larva instar pertama sampai enam 22 C-29 C, pembentukan kokon, masa pupasi dan perkawinan imago 26 C-29 C. 101 Pemeliharaan ulat sutera di dalam ruanganlaboratorium akan berlangsung dengan baik, jika suhu dalam ruangan tetap dipertahankan stabil serta kualitas pakan baik dan pakan tersedia secara kontinyu. Jika cuaca di dalam ruangan berfluktuatif dan berubah secara ekstrim, maka suhu dalam ruangan harus dirangsang dengan cara memberikan sinar tambahan berupa cahaya dari lampu petromax atau dari sinar listrik, terutama pada musim hujan. Pada musim kemarau dimana suhu melebihi 30 C, pakan harus dicelup dalam air agar tetap segar dan dapat dimakan oleh larva atau percikan air pada ruang pemeliharaan agar suhu dan kelembaban dapat terjaga dengan baik.

7.3. Kandungan Gizi Pakan

Selain suhu dan kelembaban, kualitas pakan juga sangat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produktvitas ulat sutera. Kondisi fisiologis, kualitas kokon, produksi telur, lama instar, bobot badan dan kualitas benang, sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan. Kualitas pakan juga akan mempengaruhi hasil pemeliharaan generasi selanjutnya. Jika pakan yang diberikan kurang baik, larva akan jatuh sakit dan kurang gizi sekaligus akan menghambat pertumbuhan ulat, sehingga sulit untuk memperoleh hasil yang maksimum, meskipun pada tahap berikutnya diberikan pakan yang lebih baik. Reese and Beck 1978 melaporkan bahwa larva Agrotis ipsilon yang diberi pakan yang sangat kering, konsumsi pakan yang dimakan Bobot basah maupun bobot kering menurun, dengan efisiensi konversi pakan yang dimakan dan pakan yang dicerna berbanding terbalik terhadap persen bahan kering pakan, artinya bila pakan sangat kering larva enggan untuk makan, dan energi banyak terbuang karena kemungkinan larva lebih banyak mondar-mandir.