Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah

2.6. Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah

Skala usaha kecil berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI nomor 254MPPKep71997, yaitu nilai investasi yang dimiliki perusahaan seluruhnya mencapai Rp. 200 juta,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha Deperindag RI: http:www.dprid.go.id [26 Februari 2005]. Pembiayaan UMKM dalam penambahan modal kerjainvestasi untuk mengembangkan usaha dapat melalui Kredit Usaha Kecil KUK dari perbankan. Menurut peraturan Bank Indonesia BI disempurnakan http:www.bi.go.id [26 Februari 2005], besarnya pemberian kredit melalui KUK minimal adalah Rp. 500 juta per nasabah. Istilah usaha kecil dan menengah small and medium Enterprise; SME menurut Bank Dunia dalam keputusan pemberian pinjaman adalah usaha kecil yang memiliki 50 orang tenaga kerja dengan total aset sampai dengan 3 juta dan total penjualannya mencapai 3 juta. Untuk usaha menengah memiliki tenaga kerja sebanyak 300 orang dengan total aset sampai dengan 15 juta dan total penjualannya mencapai 15 juta http:www.wordbank.org [26 Februari 2005]. Berbagai program peningkatan kemampuan permodalan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM dengan sistem pinjamankredit berbunga pada perbankan konvensional, baik berbentuk kredit program berbunga rendah, maupun kredit komersial. Terdapat pula alternatif lain dalam menunjang sistem pembiayaan UMKM, yakni pola bagi hasil melalui lembaga keuangan mikro syariah Hendri, 2006. Sistem pembiayaan UMKM adalah pola bagi hasil loss and profit sharing yang merupakan nilai tradisional Indonesia yang dapat dikembangkan sebagai konsep dan sistem kelembagaan tradisional yang universal untuk menunjang Darmansyah, 2005. Di Indonesia, bagi hasil dikenal di seluruh daerah. Bagi hasil di Aceh disebut dengan meudua laba untuk bagi dua; di Sumatera Barat dikenal sebutan sasiah, mampaduokan sapaduo, saduoan, sapuduoan atau sapaduoan, mampatigoi sapatigo, dan seterusnya; di Sulawesi Selatan misalnya disebut thesang-tawadua untuk bagi dua; di Bali dikenal nandu, telon, negmepat-empat, dan ngelima-lima; sedangkan di Jawa dikenal maro, mertelu, mrapat, dan seterusnya Rino, 2007; Nagara, 2008; Syahyuti, http:www.geocities.com [04-02-2008].

2.7. Sistem Penunjang Keputusan