Kesepakatan pembagian saham didalam kaum dan industri Ninik Mamak dalam Suku yang bersangkutan 4. Pengadilan Negeri Kesesuaian pembagian saham di dalam kaum

A. Prioritas Resolusi Status tanah ulayat atau tanah adat di Sumatera Barat tidak dapat diperjualbelikan untuk kepentingan pemegang hak. Pemanfaatan aset ulayat baik tanah atau lahan milik suatu kaum adat untuk tujuan komersil, baik yang dilakukan oleh masyarakat sendiri maupun oleh pihak lain tanpa ada kejelasan dan kesepakatan antara pemegang hak dengan perangkat adat ninik mamak dapat menimbulkan terjadinya berbagai macam konflik, untuk itu diperlukan kejelasan secara sistematis dan prioritas untuk menyelesaiankannya. Pendekatan Fuzzy-Analytical Hierarchy Process Fuzzy-AHP digunakan dalam menentukan prioritas resolusi terjadinya konflik dimasa yang akan datang. Hasil keputusan kelompok menunjukkan bahwa pemanfaatan tanah ulayat yang dimiliki suatu kaum adat oleh pihak industri dalam rangka pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat digambarkan dalam hirarki resolusi konflik stakeholders secara rinci ditunjukkan pada Tabel 31. Tabel 31. Prioritas resolusi konflik stakeholders pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat Level Elemen-Elemen Hirarki Nilai Prioritas Fokus Pola Umum Resolusi Konflik Stakeholders Pengembangan Agroindustri Sapi Potong di Sumatera Barat 1,0000 Faktor Penentu 1. Perundingan di luar pengadilan 2. Kesepakatan yang disyahkan pengadilan 3. Kesediaan industri memberikan sebagian keuntungannya 4. Kejelasan pembagian hak dan kewajiban dalam pengelolaan aset adat

5. Kesepakatan pembagian saham didalam kaum dan industri

6. Terjadi komunikasi yang baik antara mamak dan kemenakan 0,0747 0,0387 0,1455 0,1859 0,3793 0,1759 Pelaku Aktor 1. Pemerintahan Nagari 2. Kerapatan Adat Nagari KAN

3. Ninik Mamak dalam Suku yang bersangkutan 4. Pengadilan Negeri

5. Pihak IndustriPengelola Aset Tanah Ulayat 6. Pemegang otoritas aset adat Tanah Ulayat 0,1166 0,1442 0,2447 0,1051 0,1456 0,2438 Resolusi 1. Penyelesaian konflik diluar Pengadilan kompromi dan mufakat 2. Kesepakatan tertulis yang disyahkan pengadilan negeri 3. Kompensasi Kesediaan pihak industri memberikan sebagian keuntungannya 4. Mengunakan prinsip “Adat Diisi Limbago Dituang” 5. Tukar guling penggunaan aset adat

6. Kesesuaian pembagian saham di dalam kaum

0,1191 0,1028 0,1421 0,2035 0,1011 0,3314 Hirarki kesatu fokus pola umum resolusi konflik stakeholders agroindustri sapi potong di Sumatera Barat mengidentifikasikan faktor penentu resolusi konflik dengan prioritas utama, yaitu: 1 kesepakatan pembagian saham di pihak dalam kaum dan pihak industri, 2 kejelasan pembagian hak dan kewajiban pengelolaan aset adat, 3 terjadi komunikasi yang baik antara mamak dan kemenakan, 4 kesediaan pihak industri memberikan sebagian keuntungannya, 5 perundingan di luar pengadilan, 6 kesepakatan yang disyahkan pengadilan. Hirarki ketiga pelaku aktor yang berperan pertama dan secara bertahap berturut-turut dalam menyelesaikan terjadinya konflik, yaitu: 1 ninik mamak di dalam kaum yang bersangkutan, 2 pemilih atau pemegang hak otoritas aset adat tanah ulayat, 3 kerapatan adat nagari, 4 pihak industri atau pengelola aset adat, 5 pemerintahan nagari, dan 6 pengadilan negeri. Pada hirarki keempat, resolusi yang menjadi prioritas berturut-turut, yaitu: 1 kesesuaian pembagian saham di dalam kaum, 2 menggunakan prinsip “adat diisi limbago dituang”, 3 kompensasi kesediaan industri memberikan sebagian keuntungannya, 4 penyelesaian konflik di luar pengadilan kompromi dan mufakat, 5 kesepakatan tertulis yang disyahkan pengadilan, 6 tukar guling penggunaan aset ulayat. B. Resolusi Konflik Penyelesaian resolusi konflik antara pemegang hak dengan pengelola industri atas pemanfaatan tanahlahan ulayat adalah dengan keikutsertaan pemegang hak ulayat memiliki saham shareholder dalam pembangunan industri. Besarnya kepemilikan saham ditentukan atas dasar besarnya nilai lahantanah ulayat yang digunakan selama berjalannya industri yaitu 10 tahun. Hasil kesesuaian kepemilikan saham diperoleh kesepakatan nilai per meter lahantanah ulayat sebesar Rp. 100.000,- Dengan lahan atau tanah yang dimiliki pemegang hak ulayat seluas 400 M 2 , maka nilai saham yang dimiliki sebesar Rp. 40.000.000,- atau 16,97 dari total modal perusahaan sebesar Rp. 235.713.180,- sedangkan nilai saham pengelola lahantanah ulayatinvestorpihak industri sebesar 83,03 dari total modal perusahaan atau sebesar Rp. 195.713.180,-. Pembagian keuntungan dilakukan setiap tahun berdasarkan persentase kepemilikan saham setelah laba dalam cash flow dihasilkan perusahaan. Penerimaan pertama pembagian hasil dari pemegang hak ulayat diperoleh pada tahun ke tiga sebesar Rp. 31.050.258. Perolehan keuntungan dari tahun ke empat sebesar Rp. 37.017.945,- dan tahun ke lima sebesar Rp. 37.540.611,-. Pada tahun ke enam sampai tahun ke sepuluh selama perusahaan beroperasi diterima sebesar Rp. 41.273.945,- per tahun. Hasil evaluasi model perencanaan dengan menggunakan KBMS terhadap besaran nilai kepemilikan saham shareholder pemegang hak ulayat dengan luas lahan sebesar 400 m 2 adalah sebesar 16,97 persen dari total modal perusahaan atau sebesar Rp. 40.000.000,- nilai kepemilikan saham Rp. 100.000,- per meter dinilai cukup besar sebagai penyelesaian resolusi konflik dengan penggunaan lahan atau tanah ulayat atas dasar prinsip kesepakatan dan kesesuaian pembagian saham dalam pengembangan agroindustri sapi potong usaha dendeng kering. Berdasarkan nilai kepemilikan saham shareholder, bagi hasil nilai yang diterima pemilik lahan tanah ulayat selama perusahaan beroperasi 10 tahun sebesar Rp. 311.978.538,- atau rata-rata per tahun diterima sebesar Rp. 31.197.854,- Upaya penyelesaian konflik dengan adanya kesepakatan pembagian kepemilikan saham dalam pengembangan agroindustri sapi potong merupakan resolusi konflik yang direkomendasikan dalam model pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Pembagian keuntungan berdasarkan besaran kepemilikan saham dari laba yang dihasilkan perusahaan ditunjukkan pada Tabel 32. Tabel 32. Hasil verifikasi model pembagian keuntungan shareholder agroindustri dendeng kering Keuntungan Shareholders Tahun Arus Kas Arus Kas Investor Pemilik Lahan Inisial Kumulatif Tahunan Keuntungan 83.03 16.97 392.855.300 - 392.855.300 - - 1 392.855.300 172.833.149 220.022.151 - - 2 220.022.151 187.935.578 32.086.572 - - 3 32.086.572 215.060.451 182.973.879 151.923.620 31.050.258 4 - 218.140.437 218.140.437 181.122.492 37.017.945 5 - 221.220.422 221.220.422 183.679.811 37.540.611 6 - 243.220.319 243.220.319 201.946.374 41.273.945 7 - 243.220.319 243.220.319 201.946.374 41.273.945 8 - 243.220.319 243.220.319 201.946.374 41.273.945 9 - 243.220.319 243.220.319 201.946.374 41.273.945 10 - 243.220.319 243.220.319 201.946.374 41.273.945 Jumlah 1.526.457.795 311.978.538 8.3.4. Komitmen Stakeholders Pengembangan agroindustri sapi potong tidak terlepas dari usaha peternakan sapi potong karena akan mempengaruhi kelangsungan bagi industri hilir agroindustri dalam ketersediaan bahan baku. Kelangsungan pengembangan usaha peternakan sapi potong dapat dilihat dari komitmen stakeholders terhadap rencana pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Analisis model komitmen stakeholders dengan metoda Multi-Expert Multi- Criteria Decision Making ME-MCDM digunakan untuk melihat komitmen pemerintah daerah dalam mengembangkan lumbung ternak dan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Metoda fuzzy ME-MCDM merupakan metoda analisis non numerik yang penilaiannya sebagai berikut: Langkah 1 menentukan alternatif-alternatif dan kriteria-kriteria penilaian dan skala penilaian non numerik. Skala penilaian yang digunakan, yaitu 1. ST = Sangat Tinggi, 2. T = Tinggi, 3. S = Sedang, 4. R = Rendah, 5. SR = Sangat Rendah. Langkah 2 melakukan penilaian terhadap kriteria-kriteria pada setiap alternatif dan penilaian kesepakatan tingkat kepentingan kriteria. Langkah 3 melakukan negasi dari tingkat kepentingan kriteria. Langkah 4 melakukan perhitungan dari agregasi kriteria disetiap alternatif. Langkah 5 menghitung nilai bobot Q berdasarkan jumlah skala penilaian dan jumlah pakar. Langkah 6 melakukan perhitungan agregasi pakar disetiap alternatif. Pengolahan secara agregasi kriteria- pakar menggunakan metoda analisis Multi-Expert Multi-Criteria Decision Making ME- MCDM menghasilkan perkiraan komitmen pengembangan unit usaha kecil lebih tinggi dari alternatif komitmen yang lain. Hasil analisis model komitmen stakeholders ditunjukkan pada Tabel 33. Tabel 33. Hasil model komitmen stakeholders pengembangan agroindustri sapi potong Alternatif Komitmen Hasil Agregasi 1. Pengembangan kawasan sentra peternakan sapi potong S 2. Pengembangan unit usaha kecil T 3. Pelayanan kebutuhan sarana dan sumberdaya manusia S 4. Penyerahan kewenangan ke KabKota dalam mempercepat pembangunan peternakan R Hasil evaluasi model perencanaan dengan KBMS terhadap komitmen stakeholder dalam hal ini pemerintah daerah, pengusaha dan masyarakat sekitar kawasan pengembangan untuk pengembangan usaha kecil ternyata rendah. Hasil evaluasi merekomendasikan agar perlunya kebijakan pemerintah untuk mengembangkan agroindustri sapi potong. Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam upaya pengembangan agroindustri sapi potong, dapat dijadikan sebagai komitmen pengembangan ekonomi bagi usaha kecil sebagai indikator dalam perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong yang menjadikan dasar kebijakan, sehingga memberikan kemudahan bagi pengusaha swasta dan masyarakat sekitar kawasan untuk berinvestasi. 8.3.5. Analisa Kelayakan Ekonomi Analisis model evaluasi kelayakan ekonomi dengan metoda fuzzy Multi-Expert Multi-Criteria Decision Making fuzzy- ME-MCDM digunakan untuk menghasilkan kelayakan dari sisi manfaat dan biaya dalam rangka pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Alternatif kelayakan manfaat dan biaya yang dianalisa adalah: 1 manfaat langsung direct benefits, 2 manfaat tidak langsung indirect benefits, 3 manfaat tidak kentara intangible benefits, dan 4 biaya tidak langsung indirect costs. Kriteria-kriteria kelayakan analisa manfaat dan biaya dalam evaluasi kelayakan ekonomi disajikan pada Tabel 34. Metoda fuzzy ME-MCDM merupakan metoda analisis non numerik yang penilaiannya sebagai berikut. Langkah 1 menentukan alternatif-alternatif dan kriteria- kriteria penilaian dan skala penilaian non numerik. Skala penilaian yang digunakan, yaitu 1. ST = Sangat Tinggi, 2. T = Tinggi, 3. S = Sedang, 4. R = Rendah, 5. SR = Sangat Rendah. Langkah 2 melakukan penilaian terhadap kriteria-kriteria pada setiap alternatif dan penilaian kesepakatan tingkat kepentingan kriteria. Langkah 3 melakukan negasi dari tingkat kepentingan kriteria. Langkah 4 melakukan perhitungan dari agregasi kriteria disetiap alternatif. Langkah 5 menghitung nilai bobot Q berdasarkan jumlah skala penilaian dan jumlah pakar. Langkah 6 melakukan perhitungan agregasi pakar disetiap alternatif. Hasil agregasi kiriteria–pakar ditunjukkan pada Tabel 35 Tabel 34. Kriteria kelayakan analisa manfaat dan biaya No. Analisa Kelayakan Kriteria 1. 2. 3. 4. Manfaat langsung direct benefits Manfaat tidak langsung indirect benefits Manfaat tidak kentara intangible benefits Biaya tidak langsung indirect costs 1. Kenaikan nilai hasil produksi sapi potong 2. Meningkatnya mutu produksi 3. Berkurangnya biaya pemasaran 4. Meningkatnya kapasitas produksi 5. Meningkatnya ketersediaan bahan baku 6. Menambah penyerapan tenaga kerja lokal 7. Meningkatkan tingkat pendapatankeuntungan 8. Peningkatan investasi 9. Peningkatan penggunaan tanahlahan 1. Mendorong tumbuhnya industri-industri lain 2. Bertambahnya nilai produksi industri-industri lain 3. Meningkatnya kepercayaan berinvestasi 4. Peningkatan pemanfaatan produk samping 5. Peningkatan motivasi berusaha 6. Mendorong meningkatnya inovasi teknologi 7. Meningkatknya nilai lahantanah di lokasi pengembangan 8. Mendorong tumbuhnya jumlah stakeholder 9. Menjadikan contoh lokasi pengembangan agroindustri 1. Perbaikan lingkungan hidup 2. Berkurangnya pengangguran 3. Peningkatan ketahanan nasional 4. Mendorong tumbuhnya industri serupa di daerah lain 5. Berkurangnya lahan tidur belum dimanfaatkan 6. Berkembangnya industri penunjang sarana produksi pendukung 7. Peningkatan peran stakeholder 8. Mendorong meningkatnya peran nagari 9. Berkembangnya daerah sekitar 1. Terjadinya pencemaran lingkungan polusi udara, bising 2. Perubahan nilai-nilai norma dalam masyarakat 3. Terjadinya konflik stakeholder 4. Terganggunya aktivitaskegiatan sosial masyarakat 5. Berkurangnya stabilitas keamanan lingkungan 6. Terganggunya kelancaran penggunaan infrastruktursarana umum 7. Perubahan kesepakatan nilai atas penggunaan aset ulayat 8. Tidak seimbangnya pemanfaatan tenaga kerja lokal 9. Pembinaan dan pengembangan kelompok masyarakat lokasi Tabel 35. Penilaian kelayakan ekonomi pada pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Alternatif Kelayakan Ekonomi Hasil Agregasi 1. Manfaat langsung direct benefits T 2. Manfaat tidak langsung indirect benefits T 3. Manfaat tidak kentara intangible benefits S 4. Biaya tidak langsung indirect cost S Hasil pengolahan secara agregasi kriteria-pakar dari analisis Multi-Expert Multi- Criteria Decision Making ME-MCDM dengan mengembangkan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat akan diperoleh manfaat langsung dan manfaat tidak langsung yang “Tinggi”, sehingga pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat layak untuk dikembangkan. Penilaian pakar terhadap manfaat langsung di tunjukkan pada Tabel 36. Tabel 36. Penilaian pakar terhadap manfaat langsung pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Kriteria Penilaian Pakar Alternatif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 E 1 Alt 1 ST T T T T T T T T E 2 Alt 1 ST T ST ST T T T T T E 3 Alt 1 ST T ST T ST T T T T E 4 Alt 1 T T T T T T T T T E 5 Alt 1 ST T S T T S T T T Hasil agregasi diperoleh manfaat langsung alternatif 1 dan manfaat tidak langsung alternatif 2 lebih ”Tinggi” dari alternatif lain dengan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Kenaikan nilai hasil produksi sapi potong merupakan manfaat langsung yang sangat tinggi diperoleh dengan mengembangkan agroindustri sapi potong. Penilaian pakar terhadap manfaat tidak langsung dengan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat juga sangat tinggi terhadap kriteria meningkatkan nilai lahantanah di lokasi pengembangan. Penilaian pakar terhadap alternatif manfaat tidak langsung disajikan pada Tabel 37. Tabel 37. Penilaian pakar terhadap manfaat tidak langsung pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Kriteria Penilaian Pakar Alternatif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 E 1 Alt 2 T T T T T T T T T E 2 Alt 2 ST ST ST T T T T T T E 3 Alt 2 S S S T T T ST ST T E 4 Alt 2 T T T T T T T T T E 5 Alt 2 T T T T T T ST T T Berdasarkan hasil penilaian semua pakar terlihat bahwa kriteria penilaian dari manfaat tidak langsung alternatif 2 dinilai “T = Tinggi” dan “ST = Sangat Tinggi” dengan adanya pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Dengan mengembangkan agroindustri sapi potong pada kawasan sentra peternakan sapi potong secara tidak langsung, manfaat yang akan diperoleh dapat meningkatkan nilai tanah atau lahan pada lokasi pengembangan. Hasil evaluasi model perencanaan terhadap kelayakan ekonomi manfaat langsung dan tidak langsung dari pengembangan agroindustri sapi potong yang akan diperoleh dinilai cukup memberikan dampak positif terhadap manfaat langsung dan manfaat tidak langsung, sehingga model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong layak dan dapat diimplementasikan di Sumaera Barat. 8.3.6. Analisa Kelayakan Finansial Usaha peternakan sapi potong diharapkan mampu menjamin kesinambungan pasokan daging bagi industri sesuai dengan rencana kapasitas produksi. Pembangunan agroindustri dendeng kering pada kapasitas produksi titik impas menurut evaluasi KBMS dinaikkan menjadi 25.212 kg per tahun, membutuhkan alokasi investasi senilai Rp. 392.855.300,- Tiga ratus sembilan puluh dua juta delapan ratus lima puluh lima ribu tiga ratus rupiah, biaya tetap sebesar Rp. 85.896.467,- per tahun, biaya variabel sebesar Rp. 2.905.171.212,- per tahun dan harga jual Rp. 175.000,-. Analisis evaluasi kelayakan finansial agroindustri dendeng kering pada kapasitas produksi 5 persen, 10 persen dan 20 persen di atas kapasitas produksi BEP, dengan tingkat bunga bank 12 persen, rasio pinjaman dan modal debt equity ratio, DER 40:60, menunjukkan nilai bersih saat ini net present value, NPV sebesar Rp. 6.177.642.886,-; Tingkat kemampulabaan internal internal rate of return, IRR sebesar 63,89 persen; Nisbah biaya dan manfaat Net BC Ratio sebesar 1,47 dan pemulihan investasi atau tahun kembali modal payback method, PBP menjadi lebih cepat, yakni 0,38 tahun atau selama 4,6 bulan seluruh modal akan kembali. Kondisi tersebut memberikan informasi bahwa pembangunan agroindustri hasil produk olahan sapi potong dendeng kering secara finansial dinyatakan layak dikembangkan. Hasil analisis sensitivitas dengan memperkirakan biaya variabel naik 47 persen menunjukkan Nilai bersih saat ini NPV sebesar Rp. 141.340.296,-; Tingkat kemampulabaan internal internal rate of return, IRR sebesar 14,89 persen; Pemulihan investasi atau tahun kembali modal payback method, PBP selama 8,32 tahun; Nisbah biaya dan manfaat Net BC Ratio sebesar 1,01. Pada skenario penurunan harga jual sebesar 31 persen menunjukkan nilai bersih saat ini NPV sebesar Rp. 154.699.577,-; Tingkat kemampulabaan internal internal rate of return, IRR sebesar 18,83 persen; Pemulihan investasi atau tahun kembali modal payback method, PBP selama 8,61 tahun; Nisbah biaya dan manfaat Net BC Ratio sebesar 1,02. Skenario kombinasi asumsi harga jual turun dan dan biaya variabel naik sebesar 19 persen, menunjukkan nilai bersih saat ini NPV sebesar Rp. 286.001.726,-; Tingkat kemampulabaan internal internal rate of return, IRR sebesar 94,82 persen; Pemulihan investasi atau tahun kembali modal payback method, PBP lima tahun; dengan nisbah biaya dan manfaat Net BC Ratio sebesar 1,01. Pada kondisi tersebut industri dendeng kering secara finansial sudah tidak menguntungkan dan tidak layak dikembangkan. 8.4. Evaluasi Model Perencanaan Pengembangan Agroindustri Sapi Potong Evaluasi dilakukan terhadap model perencanaan yang telah didisain. Keputusan evaluasi akan memberikan umpan balik apakah model yang dirancang sesuai dengan harapan atau perlu dilakukan perbaikan. Evaluasi dirancang berdasarkan kepada hasil verifikasi dan validasi dari model perencanaan yang akan menjadi parameter evaluasi. Hasil verifikasi dan validasi dari sub model dalam model perencanaan dijadikan materi evaluasi di dalam KBMS. Terdapat lima bagian dalam Model KBMS untuk mengevaluasi model perencanaan, yaitu: 1 input parameter, yaitu merupakan hasil analisis model perencanaan yang dijadikan sebagai masukan model dalam parameter yang dievaluasi, 2 deskripsi keputusan evaluasi, 3 masukaninput aturan rule base model, 4 tampilan aturan rule base, dan 5 sistem dialog lembar konsultasi. 8.4.1. Parameter Evaluasi Model Perencanaan Rancangan model perencanaan menghasilkan model strategi bagi pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat dan model perencanaan dari sisi teknis, sumber pembiyaaan pengembangan, resolusi konflik dan model komitmen stakeholder serta kelayakan ekonomi dan finansial. Elemen-elemen dalam model perencanaan yang dihasilkan dijadikan bahan masukan input dari parameter evaluasi. Elemen input parameter evaluasi tersebut disajikan pada Tabel 38. Tabel 38. Parameter penilaian evaluasi model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong No. Parameter Evaluasi Perencanaan 1 Kesesuaian strategi pengembangan produk dan pasar 2 Prefer pengembangan produk dendeng kering 3 Ketepatan lokasi pengembangan 4 Ketersediaan bahan baku industri 5 Perencanaan kapasitas produksi 6 Akses ke sumber pembiayaan perbankan konvensional 7 Shareholder pemegang lahan ulayat 8 Bagi hasil nilai yang diterima pemilik lahan tanah ulayat 9 Komitmen stakeholder untuk pengembangan usaha kecil 10 Dampak manfaat langsung dan tidak langsung pengembangan agroindustri sapi potong 11 Tingkat kelayakan pengembangan agroindustri sapi potong secara finansial 8.4.2. Penilaian Parameter Evaluasi Model Perencanaan Pengembangan Agroindustri Sapi Potong Penilaian dilakukan terhadap elemen parameter dengan menggunakan satuan penilaian kualitatif. Satuan penilaian tersebut dibagi dalam 3 tiga kategori, yaitu rendah kurang untuk penilaian parameter rendah atau kurang, cukup untuk penilaian parameter cukup sesuai atau cukup tinggi, dan sesuai tinggi untuk penilaian parameter yang sesuai atau dinilai tinggi dari elemen model perencanaan. Aturan rule base dalam skenario secara lengkap disajikan pada Lampiran 5. Penilaian parameter dilengkapi dengan deskripsi keputusan sesuai dengan rule base dan logika rule base yang telah diinput dalam skenario dan nilai tingkat kepastian certainty factor, CF. Hasil penilaian parameter yang dinilai rendah menjadi bahan petimbangan dalam evaluasi model perencanaan. Parameter yang dinilai rendah adalah perencanaan kapasitas produksi, akses sumber pembiayaan ke perbankan konvensional dan komitmen stakeholder dalam pengembangan usaha kecil. Parameter kesesuaian strategi pengembangan produk dan pasar, prefer pengembangan produk dendeng kering, ketepatan lokasi pengembangan nilai shareholder dan bagi hasil yang diterima pemilih lahan tanah ulayat serta dampak manfaat langsung dan tidak langsung dinilai cukup sesuai atau cukup tinggi, sedangkan penilaian terhadap tingkat kelayakan secara finansial dinilai tinggi dalam model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Penilaian parameter evaluasi model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat disajikan pada Tabel 39. Tabel 39. Penilaian model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong No. Parameter Nilai 1 Kesesuaian strategi pengembangan produk dan pasar Cukup 2 Prefer pengembangan produk dendeng kering Cukup 3 Ketepatan lokasi pengembangan Cukup 4 Ketersediaan bahan baku industri Tinggi 5 Perencanaan kapasitas produksi Rendah 6 Akses ke sumber pembiayaan perbankan konvensional Rendah 7 Nilai Shareholder pemegang lahan ulayat Cukup 8 Bagi hasil nilai yang diterima pemilik lahan tanah ulayat Cukup 9 Komitmen stakeholder untuk pengembangan usaha kecil Rendah 10 Dampak manfaat langsung dan tidak langsung pengembangan agroindustri sapi potong Cukup 11 Tingkat kelayakan pengembangan agroindustri sapi potong secara finansial Tinggi Penilaian terhadap evaluasi model perencanaan menggunakan logika if then rule dalam KBMS memberikan deskripsi keputusan evaluasi yaitu perlunya peningkatan kapasitas produksi, penurunan tingkat suku bunga dan kebijakan dalam pengembangan agroindustri sapi potong. Kapasitas produksi semula sebesar 5 persen, 10 persen dan 20 persen di atas kapasitas produksi BEP, yaitu sebesar 14.185 kg per tahun, 14.861 kg per tahun dan 16.212 kg per tahun ditingkatkan kapasitasnya menjadi 26.472 kg per tahun 5 persen di atas kapasitas BEP untuk tahun pertama. Tahun kedua 10 persen menjadi 27.733 kg dan tahun ketiga sampai tahun ke sepuluh ditingkatkan menjadi 20 persen dari kapasitas BEP, yakni sebanyak 30.254 kg per tahun. Kapasitas BEP dihitung berdasarkan kebutuhan bahan baku daging sapi yang semula kebutuhannya 30.000 kg dengan biaya tetap sebesar Rp. 85.896.468,-, biaya variabel untuk memproduksi dendeng kering sebesar Rp. 150.642 per kg dan harga jual sebesar Rp. 157.000,- per kg, diperoleh kapasitas produksi titik impas BEP produk dendeng kering sebanyak 13.510 kg. Model evaluasi memberikan deskripsi keputusan dalam model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong. Deskripsi keputusan evaluasi model disajikan pada Tabel 40. Tabel 40. Deskripsi keputusan evaluasi model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong No. Parameter Evaluasi Evaluasi KBMS Keputusan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Kesesuaian strategi pengembangan produk dan pasar Prefer pengembangan produk dendeng kering Ketepatan lokasi pengembangan Ketersediaan bahan baku industri Kapasitas produksi dendeng kering kg per tahun Tahun 1 5 Persen di atas kapasitas BEP Tahun 2 10 Persen di atas kapasitas BEP Tahun 3 – 10 20 Persen di atas kapasitas BEP Akses ke sumber pembiayaan perbankan konvensional - Tingkat suku bunga bank Shareholder pemegang lahan ulayat Bagi hasil nilai yang diterima pemilik lahan tanah ulayat Komitmen pengembangan usaha kecil Dampak manfaat langsung dan tidak langsung pengembangan agroindustri sapi potong Tingkat kelayakan pengembangan agroindustri sapi potong secara finansial Cukup Cukup Cukup Tinggi Rendah Rendah Cukup Cukup Rendah Cukup Tinggi Perlu peningkatan kapasitas produksi. Perlu himbauan ke perbankan untuk penurunan tingkat suku bunga bank. Perlu kebijakan pengembangan agroindustri sapi potong Hasil evaluasi model KBMS terhadap pembiayaan perbankan konvensional ternyata akses keperbankan konvensional dalam pengembangan agroindustri sapi potong masih rendah. Rendahnya akses ke perbankan tersebut disebabkan karena tingkat suku bunga bank dinilai cukup tinggi bagi pengembangan agroindustri sapi potong seperti usaha dendeng kering. Himbauan dan kebijakan penurunan tingkat suku bunga perbankan konvensional sebesar 14 persen untuk dapat mengurangi pembebanan biaya modal kerja dalam pengembangan agroindustri sapi potong. Kebijakan pengembangan usaha kecil dari stakeholder, terutama pemerintah diperlukan dalam pengembangan agroindustri sapi potong. Dengan adanya kebijakan pemerintah Kabupaten Agam dalam upaya pengembangan usaha kecil dan menengah dapat memudahkan bagi usaha swasta dan masyarakat sekitar kawasan untuk mengembangkan agroindustri sapi potong. Perubahan model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong berdasarkan keputusan evaluasi menggunakan KBMS disajikan pada Tabel 41. Tabel 41. Hasil evaluasi model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong No. Parameter Evaluasi Verifikasi Model Evaluasi KBMS Keputusan Model Perencanaan 1. Kapasitas produksi dendeng kering kg per tahun Tahun 1 5 Persen di atas kapasitas BEP Tahun 2 10 Persen di atas kapasitas BEP Tahun 3 – 10 20 persen di atas kapasitas BEP 14.185 14.861 16.212 Rendah Kapasitas produksi Ditingkatkan perusahaanindustri 26.472 27.733 30.254 2. Akses ke sumber pembiayaan perbankan konvensional - Tingkat suku bunga bank 14 Rendah Bunga Bank diturunkan perbankan 12 3. Komitmen pengembangan usaha kecil Tinggi Rendah Perlu kebijakan pengembangan agroindustri sapi potong instansi terkait Adanya Kebijakan Pengembangan agroindustri sapi potong

IX. RANCANGAN IMPLEMENTASI MODEL