Konsep Penyelesaian Konflik LANDASAN TEORITIS

Q k = Int [ 1 + k q-1r] …………………………….......………. 20 dimana: Q k = Bobot untuk pakar ke-k r = Jumlah pakar k = 1,2,3… q = Jumlah skala penilaian 3.10.4. Penentuan Nilai Gabungan Pentuan nilai gabungan menggunakan metoda OWA Ordered Weight Average dengan rumus Yager, 1993. Vi = fV j = Max [ Q j Λ b j ] ……………………………….…………… 21 dimana: Vi = nilai total alternatif ke-i, Q j = bobot nilai pakar ke-j, b J = urutan dari skor alternatif kecil ke-i yang ke besar oleh pakar ke-j.

3.11. Konsep Penyelesaian Konflik

Sistem peradilan melalui jalur pengadilan atau mahkamah peradilan yang bersifat prosedural maupun substansif yang mengikuti azaz hukum selalu memberikan solusi hukum pemenang atau kalah win-lose. Mekanisme peradilan tersebut tidak sesuai dengan penyelesaian konflik dengan tujuan win-win solution. Oleh karena itu, salah satu metoda penyelesaian konflik yang paling banyak dipakai adalah melalui cara kompromi Winardi, 1994. Penyelesaian perselisihan dengan cara kompromi dan di luar jalur prosedur hukum pengadilan biasanya lebih cepat dan tidak banyak mengeluarkan biaya, karena diselesaikan melalui perundingan dengan berbagai pihak stakeholders yang berselisih untuk mencapai suatu kesepakatan yang saling tidak merugikan. Melalui kompromi, pihak yang menengahi mencoba menyelesaikan konflik dengan jalan menghimbau pihak yang berkonflik untuk mengurbankan sasaran-sasaran tertentu, guna mencapai sasaran-sararan lain. Kompromi digunakan juga untuk resolusi perselisihan berbagai pihak yang merasa frustrasi atau mengambil sikap bermusuhan, berakhir relatif seimbang yang mengandung unsur komitmen kesediaan dan kepercayaan dari berbagai pihak yang berkepentingan. Pada pelaksanaan kompromi, perlu adanya suatu itikad baik dan unsur kesukarelaan untuk menyelesaikan persoalan perselisihan di luar pengadilan. Hasil kesepakatan atau mufakat harus dinyatakan secara tertulis yang mengikat dan bersifat final dari pihak yang berkepentingan. Masing-masing pihak tunduk dan taat pada peraturan yang berlaku serta disyahkan oleh Pengadilan Negeri. Untuk menyelesaikan perbedaan kepentingan, pihak yang berkepentingan membutuhkan persyaratan, yaitu 1 kedua belah pihak pihak yang berselisih yang tidak sejalan, harus mematuhi dan tunduk pada peraturan kesepakatan, 2 pihak industri bersedia memberikan sebagian keuntungan usaha untuk memberikan kompensasi, dan 3 masyarakat tidak bertindak sewenang-wenang dan bersedia menerima kesepakatan tersebut. Konflik agraria yang sering terjadi di Sumatera Barat antara beberapa perusahaan investor dan komonitas lokal terhadap tanah ulayat perlu penyelesaian melalui mekanisme resolusi konflik di luar pengadilan dan pengakuan resmi dari pemerintah Afrizal, 2007. Berdasarkan skala prioritas melalui pendekatan Fuzzy- Analytical Hierarchy Process Fuzzy-AHP digunakan sebagai langkah awal resolusi konflik yang dapat terjadi dimasa yang akan datang. Penilaian dilakukan terhadap relatif pentingnya suatu komponen resolusi konflik dibandingkan dengan komponen resolusi lainnya. Penilaian didasarkan kepada pendapat pakar ahli. Hirarki pada tingkat 1. fokus, tingkat 2. faktor penentu, tingkat 3. aktorpelaku kelembagaan, dan tingkat 4. alternatif penyelesaian resolusi konflik disajikan pada Gambar 7. Nilai kesepakatan yang didapat berdasarkan nilai aset yang dimanfaatkan, disepakati antara pemegang hak dan pengguna sebagai modal investasi dalam persentase. Nilai tersebut dijadikan dasar untuk pemberdayaan masyarakat sebagai modal usaha. Aktor Pelaku 1 Aktor Pelaku 2 Aktor Pelaku 3 Aktor Pelaku 4 Resolusi 1 Resolusi 2 Resolusi 3 Resolusi 5 Fokus Penyelesaian resolusi Konflik Resolusi 4 Gambar 7. Hirarki prioritas penyelesaian konflik Saaty, 1991 Resolusi 6 Aktor Pelaku 5 Aktor Pelaku 6 Faktor Penentu 1 Faktor Penentu 2 Faktor Penentu 3 Faktor Penentu 4 Faktor Penentu 5 Faktor Penentu 6 Penggunaan tanah atau lahan sebagai lokasi pengembangan agroindustri sapi potong dapat dilakukan dengan mengikutsertakan pemilik atau pemengang hak ulayat sebagai pemilik modal sebesar nilai lahan yang digunakan sesuai kesepakatan. Nilai kesepakatan yang didapat berdasarkan pada pembagian hak dan kewajiban masing- masing pihak yang terkait, harus didudukkan secara adil. Penggunaan aset tanah atau lahan untuk tujuan komersil, baik yang dilakukan oleh masyarakat sendiri maupun oleh pihak lain memerlukan kejelasan secara kelembagaan sebagai pelaku aktor.

3.12. Konsep Evaluasi Model Perencanaan