Implementasi Model Strategi Pengembangan Agroindustri Sapi Potong

IX. RANCANGAN IMPLEMENTASI MODEL

Model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong dalam implementasi dirancang melalui tiga tahapan agar memenuhi berbagai pihak, terlebih dahulu mengidentifikasi faktor-faktor strategis serta menentukan alternatif dan kriteria setiap elemen dari model perencanaan pengembangan. Rancangan implementasi model perencanaan dimulai dengan menganalisa faktor eksternal dan internal lingkungan pada pengembangan usaha sapi potong, kemudian merumuskan alternatif dan prioritas strategi perencanaan serta mendisain model perencanaan dari aspek teknis, sumber pembiayaan pengembangan, mencari resolusipenyelesaian konflik, melakukan penilaian komitmen stakeholders dan kelayakan terhadap perencanaan pada pengembangan agroindustri sapi potong dan yang terakhir mengevaluasi dari disain model perencanaan. Adapun tiga tahapan penting dalam disain model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat disajikan pada Gambar 36. Gambar 36. Tiga tahapan model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong

9.1. Implementasi Model Strategi Pengembangan Agroindustri Sapi Potong

Permodelan strategi pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat dirancang mengacu kepada pernyataan Visi dan Misi Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat. Rancangan implementasi dilakukan penilaian terhadap lingkungan eksternal dan internal pada kawasan lumbung ternak nagari yang menjadi sentra peternakan sapi potong, kemudian merumuskan alternatif strategi dan penilaian Analisis Lingkungan Strategis Model Perencanaan Pengembangan Agroindustri Sapi Potong Tahap I Perumusan Model Strategi Pengembangan Tahap II Disain Model Perencanaan Pengembangan Tahap III Disain dan Evaluasi Model Perencanaan Sentra Peternakan Sapi Potong strategi prioritas yang menjadi landasan pengembangan agroindustri sapi potong. Pemilihan alternatif strategi menghasilkan strategi prioritas untuk dijabarkan dalam model perencanaan dan evaluasinya pada pengembangan agroindusti sapi potong di Sumatera Barat. Pada Gambar 37 dapat dilihat secara keseluruhan dari model manajemen strategi pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Gambar 37. Model manajemen strategi pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat 9.1.1. Visi dan Misi Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat Berdasarkan permasalahan dan tantangan yang dihadapi serta keterbatasan yang dimiliki ditetapkan Visi Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010, yaitu: Mewujudkan Sumatera Barat yang Tangguh, Bersih dalam Semangat Kebersamaan. Visi pembangunan tersebut dijabarkan dalam tiga aspek pembangunan sebagai berikut. 1. Terwujudnya masyarakat yang religius yang maju dan berbudaya. 2. Terwujudnya pemerintahan yang menjunjung tinggi hukum, adil dan demokratis. 3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan dan kehidupan yang layak secara berkelanjutan. Mewujudkan Visi Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat tersebut telah ditetapkan tiga Misi Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010, sebagai berikut. Visi, Misi dan Strategi Pokok Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat Alternatif Strategi Evaluasi Eksternal Evaluasi Internal Strategi Pengembangan Agroindustri Sapi Potong Kondisi dan Posisi Kawasan Lumbung Ternak Nagari 1. Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Mewujudkan Tanggung Jawab Bernegara dan Berbangsa. 2. Mewujudkan Pemerintahan yang Baik dan Bersih. 3. Mewujudkan Masyarakat yang Sejahtera dan Berkeadilan. Berdasarkan Visi dan Misi Pembangunan Daerah Sumatera Barat Tahun 2006- 2010 ditetapkan Strategi Pokok Pembangunan diantaranya yang berkenaan dengan pembangunan perekonomian dan disain perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong adalah penciptaan iklim yang kondusif bagi pembangunan yang berkeadilan. Strategi pokok tersebut diarahkan untuk mewujudkan stabilitas sosial- ekonomi, kemandirian, pertumbuhan ekonomi yang cepat, pemerataan dan hasil dan kesempatan dalam pembangunan, jaminan dan kepastian hukum yang dapat mempercepat pelaksanaan pembangunan. 9.1.2. Faktor-Faktor Lingkungan Strategis Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya, diperoleh berbagai alternatif strategi dalam pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat yang mempertimbangkan lima faktor kekuatan yang berpengaruh dan lima faktor kelemahan untuk di atasi yang menjadi faktor internal, begitu juga dengan lima faktor peluang untuk dapat direspon dan lima faktor ancaman untuk dihindari dalam perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Faktor- faktor kekuatan yang lebih dominan dari faktor lainnya yang diidentifikasi dimiliki dalam mewujudkan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat adalah adanya 1 kemampuan dan potensi masyarakat, 2 kemampuan sumber daya manusia, dan 3 ketersediaan sarana dan prasarana infrastruktur. Kemampuan potensi masyarakat dan sumber daya manusia sangat penting dalam mengembangkan usaha peternakan sapi potong dan pengolahan hasilnya. Hal itu terlihat semakin meningkatnya jumlah rumah tangga peternak sapi potong. Pada tahun 2003 rumah tangga pemelihara ternak sapi potong berjumlah 146.316 kepala keluarga dan meningkat menjadi 152.631 kepala keluarga pemelihara ternak sapi potong pada tahun 2004. Peningkatan yang cukup besar terjadi pada tahun 2005 seiring dengan semakin berminatnya masyarakat mengembangkan usaha ternak sapi potong karena usaha pengembangan sapi potong relatif lebih cepat memberikan keuntungan dan sebagai tabungan untuk menutupi keperluan-keperluan dari rumah tangga peternak. Dibandingkan dengan jumlah rumah tangga pemelihara ternak besar lainnya, jumlah rumah tangga pemelihara sapi potong yang paling banyak. Kondisi ini menunjukkan meningkatnya potensi dan kemampuan masyarakat serta sumber daya manusia dalam mengembangkan usaha peternakan sapi potong yang merupakan potensi mengembangkan agroindustri dari hasil ternak sapi potong di Sumatera Barat. Ketersediaan sarana dan prasarana sangat penting dalam mengembangkan usaha peternakan dan agroindustri sapi potong. Ketersediaan bibit sapi dan realisasi kegiatan inseminasi buatan merupakan sarana dan prasarana sangat mutlak dikembangkan untuk mewujudkan perkembangan ternak sapi potong. Dari realisasi Inseminasi Buatan IB pada tahun 2005 sebanyak 52.342 dosis dengan jumlah kelahiran sebanyak 20.870 ekor dari 42.650 ekor akseptor, maka service per conception SC sebesar 2,51 dan calving rate atau tingkat kelahiran sebesar 48,93 persen. Angka keberhasilan dalam kegiatan IB dan tingkat kelahiran ini relatif cukup besar dalam pengembangan ternak sapi potong, ditambah dengan jumlah komposisi sapi potong betina lebih banyak dari pejantan. Peningkatan jumlah pemotongan ternak sapi dan terjaminnya kesehatan serta pemasaran ternak sapi tergantung dari ketersediaan jumlah rumah potong hewan RPH dan tempat pemotongan hewan TPH, pos kesehatan hewan poskeswan, pengedar obat hewan serta pasar ternak yang ada. Ketersediaan sarana dan prasarana tersebut sangat menentukan kualitas produk yang dihasilkan dalam pengembangan agroindustri sapi potong. Kualitas produk sapi potong yang sehat dan aman akan memberi jaminan kepada konsumen dan industri pengolahan dalam pengembangan agroindustri sapi potong. Berdasarkan jenis usaha obat hewan, pengedar obat hewan di Sumatera Barat tahun 2005 berjumlah 124 buah usaha, terdiri dari empat usaha sebagai cabang distributor, 19 depo obat hewan dan 101 buah toko obat hewan Dinas Peternakan Propinsi Sumbar, 2006. Faktor-faktor kelemahan yang dimiliki dan harus ditingkatkan adalah 1 sistem dan prosedur informasi sarana dan prasarana yang belum dapat diakses seluruh lapisan masyarakat Sumatera Barat, terutama akses terhadap lembaga keuangan perbankan dan 2 perkembangan fungsi kelembagaan dan struktur organisasi agroindustri sapi potong yang terhambat, dalam hal ini lambatnya jumlah perkembangan industri kecil dan menegah pengolah hasil ternak sapi potong karena permasalahan tanah atau lahan ulayat yang dimiliki masyarakat Sumatera Barat. Permasalahan ini harus dicari penyelesaiannya, sehingga produk samping dan limbah hasil pemotongan ternak sapi dapat diolah oleh usaha atau industri pengolahan. Faktor peluang yang besar dapat dimanfaatkan dalam pengembangan agroindustri sapi potong dan pemasarannya di Sumatera Barat adalah 1 sarana transportasi yang lancar dan 2 peran masyarakat perantau dalam mengembangkan peternakan dan agroindustri sapi potong. Sebanyak 31 daerah dari 32 kabupaten kota, kecuali Kepulauan Mentawai melalui jalur darat terhubung oleh jalan negara dan jalan propinsi yang lancar. Panjang jalan negara dan propinsi yang pengelolaannya Propinsi Sumatera Barat adalah 627,94 Km dan 1.173,41 Km. Dari panjang jalan tersebut jalan nasional sepanjang 965,40 Km dalam kondisi mantap dan jalan propinsi sepanjang 951,71 Km dengan kondisi mantap, sedangkan panjang jalan propinsi menurut kabupaten di Sumatera Barat adalah 14.670,97 Km dengan kondisi beraspal sepanjang 6.145,84 Km BPS Sumbar, 2006. Orang Minang yang cukup besar dan tersebar diberbagai tempat di tanah air bahkan di manca negara Na’im, 1979, berperan dalam pemberdayaan masyarakat perantau. Berdasarkan data Sensus Penduduk tahun 1990 diketahui volume migrasi penduduk keluar semasa hidup dari Sumatera Barat adalah 642.900 jiwa atau sebesar 160,7 per seribu penduduk Surbakti, 1993. Peran perantau Minang sangat berpengaruh dalam pembangunan perekonomian di Sumatera Barat, diantaranya dalam mengembangkan peternakan dan pemasaran produk hasil sapi potong. Potensi perantau ini terlihat dari jumlah penggalangan dana yang cukup besar untuk modal investasi pengembangan usaha peternakan sapi potong di Sumatera Barat. Keinginan dalam berinvestasi ini dilakukan karena didasari tanggung jawab terhadap anak dan kemenakan di kampung halaman yang sesuai dengan filosofi adat Minangkabau dan tercermin dalam diri mereka untuk membangun dan membela nagarinya. Pada tahun 2002 sampai 2004 penggalangan dana dari perantau Minang untuk pengembangan lumbung ternak nagari adalah sebesar Rp. 15,92 Miliar,- Dana yang dihimpun tersebut berasal dari perantau se Jabotabek sebesar Rp. 12,4 Miliar dan perantau Bandung sebesar Rp. 3,52 Miliar. Dana perantau Minang yang dihimpun tersebut disalurkan untuk pembiayaan pengembangan sapi potong melalui jasa perbankan atau langsung ke peternak dengan kredit tambahan modal usaha dan sistem bagi hasil yang disebut “saduoan” atau “dipasaduoan”. Penyaluran melalui jasa perbankan dilakukan melalui Bank Nagari Bank Pembangunan Daerah dan Bank Perkreditan Rakyat BPR di Sumatera Barat. Faktor-faktor ancaman yang paling menonjol dan berpengaruh dalam lingkungan eksternal dalam pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat adalah 1 pemanfaatan lahantanah ulayat, dan 2 fungsi dan penggunaan lahan semakin menurun. Pemanfaatan tanah atau lahan ulayat untuk pengembangan agroindustri dapat memicu akan terjadinya konflik antara pemilik hak ulayat dengan pengembang atau investor. Penyelesaian resolusi konflik dalam pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat dalam rancangan implementasi dibahas dalam aspek teknis model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong. Penurunan fungsi dan penggunaan lahan, terutama lahan pertanian disebabkan karena tidak diolahnya lahan yang dimiliki ulayat dan pergi berusaha pada bidang dan di daerah lain, sehingga banyak lahan yang tidak diusahakan lahan tidur dan dibiarkan oleh pemiliknya. 9.1.3. Posisi Agroindustri Sapi Potong Sumatera Barat Berdasarkan analisis matriks internal-eksternal David, 2002, posisi agroindustri sapi potong di Sumatera Barat berada pada sel IV. Pada posisi sel IV tersebut strategi yang dapat dilakukan adalah strategi intensif, yaitu strategi tumbuh dan bina. Strategi pengembangan produk dan pengembangan pasar merupakan alternatif strategi dalam strategi tumbuh dan bina dan sesuai dalam perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong, sehingga strategi pengembangan pasar dan pengembangan produk dijadikan sebagai alternatif strategi pengembangan agroindustri sapi potong. Perumusan alternatif strategi juga dilakukan dengan menggunakan matriks Grand Strategy. Dalam analisis matriks Grand strategy, rumusan alternatif strategi pengembangan agroindustri sapi potong didasarkan pada dua dimensi evaluatif, yaitu dari sisi persaingan dan sisi pertumbuhan pasar. Hasil analisis menunjukkan posisi agroindustri sapi potong di Sumatera Barat yang sesuai berada pada pertumbuhan pasar karena berada dalam posisi menuju pertumbuhan dan perkembangan pasar. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan dan pemasaran produk agroindustri Sumatera Barat. Produk agroindustri sapi potong Sumatera Barat untuk pasar ekspor baru dilakukan pada tahun 1995, namun volumenya relatif masih kecil dan belum signifikan sebagai produk yang dipertimbangkan, sehingga belum berpengaruh terhadap peningkatan nilai tambah pendapatan secara keseluruhan nilai ekspor produk pertanian. Perkembangan produk agroindustri sapi potong untuk pasar ekspor tersebut masih berfluktuasi dan belum terlihat pertumbuhannya. Dari sisi persaingan dengan produk yang sama untuk pasar ekspor maupun dalam negeri, produk agroindustri sapi potong dari Sumatera Barat masih berada pada posisi lemah terutama dalam standarisasi dan paten, sehingga perlu pengembangan dan perluasan pasar melalui standarisasi mutu. Oleh karena itu, alternatif strategi agroindustri sapi potong yang sesuai adalah strategi perkembangan produk dan perkembangan pasar. Strategi pengembangan produk dan pasar dalam pertumbuhan dan pengembangan produk dan pasar berada pada posisi di kuadran IV dalam matriks grand strategy. Hasil analisis matriks SWOT, dirumuskan lima alternatif strategi dapat dikembangkan dalam melengkapi model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Rumusan alternatif strategi tersebut dikelompokkan ke dalam empat kombinasi antara faktor internal dan faktor eksternal. Alternatif strategi tersebut adalah: 1 Strategi yang mengkombinasikan pemanfaatan faktor- faktor kekuatan yang dimiliki dengan merespon faktor-faktor peluang yang ada atau disebut strategi S-O, yaitu strategi pengembangan usaha kecil dan menengah dan strategi pengembangan produk dan pengembangan pasar; 2 Strategi yang mengkombinasikan antara faktor-faktor kelemahan yang harus diatasi dengan merespon faktor-faktor peluang yang ada atau disebut strategi W-O, yaitu strategi peningkatan partisipasi investasi perantau; 3 Strategi yang memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dengan menghindari segala ancaman yang dapat mengganggu atau strategi S-T, yaitu strategi pengembangan lumbung atau kawasan agroindustri sapi potong; dan 4 Strategi untuk mengatasi kelemahan dan menghindari ancaman atau strategi W-T, yaitu strategi peningkatan mutu ternak dan hasil ternak sapi potong. Alternatif strategi pengembangan agroindustri sapi potong yang dirumuskan sebagai strategi prioritas dalam implementasinya dapat berdimensi jangka pendek segera, jangka menengah untuk 5 tahun mendatang jangka panjang sesuai dengan waktu perencanaan yang ditetapkan dalam RTRW tahun 2009 propinsi maupun kabupatenkota di Sumatera Barat, namun inisial pelaksanaan strategi tersebut sudah harus dipersiapkan sejak kini. Strategi terpilih nantinya dijadikan sebagai strategi prioritas dalam agenda pembangunan ekonomi dan berkelanjutan di Sumatera Barat dalam pengembangan agroindustri serta sebagai pengembangan dan perluasan ekspor daerah. 9.1.4. Rancangan Struktur Strategi Kelima hasil rumusan alternatif strategi yang diperoleh, masing-masing alternatif rumusan tersebut penting dalam perencanaan implementasi model pengembangan agroindustri sapi potong, namun dalam pelaksanaannya dalam hirarki pola strategi pengembangan diperlukan skala prioritas. Penetapan skala prioritas strategi pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat pada level 2 pelaku perlu menentukan pelaku atau aktor yang melaksanakannya. Ada 7 tujuh alternatif yang menjadi pelaku atau aktor dapat mengembangkan agroindustri sapi potong. Dari tujuh alternatif pelaku tersebut, pelaku yang paling berperan dan dijadikan motor penggerak pengembangan agroindustri sapi potong adalah pengusaha swasta. Begitu juga dengan penentuan kriterianya, terdapat 4 empat prinsip pada level 3, namun prinsip yang paling penting dan ditekankan di Sumatera Barat dalam mengembangkan agroindustri sapi potong adalah adanya kepastian status dan fungsi lahan dalam memanfaatkan tanahlahan ulayat. Terdapat sebelas kriteria pada level 4 yang menentukan dasar strategi yang mengakomodasi dalam empat kelompok prinsip dalam pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Salah satunya, untuk kelompok prinsip kepastian status dan fungsi lahan kriteria kesepakatan dalam penggunaan lahan usaha merupakan kriteria yang penting dalam prinsip pengembangan agroindustri sapi potong. 9.1.5. Strategi Pengembangan Agroindustri Sapi Potong Metode Fuzzy-Analytical Hierarchy Process Fuzzy-AHP merupakan salah satu alat analisis untuk menentukan penilaian prioritas strategi yang lebih penting dalam pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat menggunakan metoda logika fuzzy. Penilaian dilakukan oleh pakar yang mempunyai kompetensi, mengetahui dan mampu menilai serta membandingkan antara elemen-elemen yang digunakan dalam pemilihan alternatif keputusan di setiap level hirarki pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat, sehingga strategi prioritas yang dihasilkan dapat dilaksanakan pada dalam implementasi. Analisis dilakukan di setiap level hirarki dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat berdasarkan nilai bobot hasil combined dari judgement seluruh pakar. Hasil analisis fuzzy-AHP diperoleh pengusaha swasta dan koperasi yang paling berperan berturut-turut sebagai aktor dalam pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat dengan bobot tertinggi, yaitu 0,3137 dan 0,2421. Hal ini menunjukkan bahwa stakeholders swasta dan koperasi lebih prioritas dalam mengembangkan agroindustri sapi potong, sedangkan peran pemerintah memiliki bobot yang relatif lebih kecil. Meskipun demikian, dalam proses perencanaan, implementasi pengembangan dan evaluasi, peran pemerintah perlu dilibatkan. Prioritas pelaku pengembangan agroindustri sapi potong oleh pihak swasta sesuai dengan prioritas pada agenda pembangunan ekonomi dalam rencana pembangunan jangka menengah RPJM Propinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010. Dalam revitalisasi pertanian dan pengembangan agroindustri, peran swasta diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pelaku usaha dalam menghasilkan komoditi dan produk pertanian, meningkatkan nilai tambah dan daya saing dari produk hasil olahan serta meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dengan sasaran pada tahun 2010 diperkirakan 50 persen dari nagari-nagari di Sumatera Barat telah mempunyai klaster agroindustri pedesaan yang didukung oleh wilayah penghasil bahan baku. Begitu juga dengan peningkatan investasi dan pengembangan kerjasama regional dan antar daerah, dilakukan oleh pihak swasta sebesar 85 persen dalam pembiayaan Setda Propinsi Sumbar, 2005. Pemanfaatan tanah ulayat dalam pengembangan agroindustri di Sumatera Barat dapat menimbulkan permasalahan. Investor atau pengusaha swasta dalam menginvestasikan modalnya di Sumatera Barat menginginkan agar ada kepastian hukum status dan fungsi lahan dalam penggunakan tanah ulayat. Hasil analisis Fuzzy- AHP, diperoleh prinsip kepastian status dan fungsi lahan menjadi prioritas pertama dalam pengembangan agroindustri sapi potong. Oleh karena itu dalam agenda penataan ruang, pertanahan dan integrasi pembangunan antar kawasan, prinsip tersebut perlu diprioritas dan diarahkan dalam pembangunan. Dengan adanya kepastian status dan fungsi lahan dalam konsep penataan ruang akan mampu menciptakan keuntungan lokasi dan kondisi lingkungan yang berkelanjutan, sehingga dapat merangsang investasi. Prinsip kepastian hukum atas tanah dalam agenda pembangunan ekonomi Sumatera Barat dapat dilakukan dengan cara melaksanakan sertifikasi tanah massal bagi tanah ulayat, masyarakat miskin, penataan penguasaan kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara berkeadilan. Pada pelaksanaan implementasi, dengan adanya kepastian status dan fungsi lahan dan kesepakatan dalam penggunaan lahan, pengembangan agroindustri sapi potong akan mudah direalisasikan. Hasil analisis mengindikasikan bahwa kesepakatan dalam penggunaan lahan atau lokasi usaha merupakan kriteria utama yang menjadi prinsip dalam pengembangan agroindiustri sapi potong di Sumatera Barat. Berdasarkan judgement pakar dan pengambil kebijakan pada setiap level sudah mempunyai bobot dengan nilai indeks konsistensi CI pada konsistensi rasio yang konsisten CR 10 persen. Hasil analisis pemilihan strategi diperoleh strategi pengembangan produk dan pasar menjadi strategi yang diprioritaskan dalam disain model pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat.

9.2. Impelementasi Model Perencanaan Pengembangan Agroindustri Sapi Potong