kesempatan kerja, 3 pembangunan yang berkelanjutan, 4 pengurangan alih fungsi lahan, dan 5 pembangunan sesuai dengan potensi dan karakter daerah. Untuk
mengakomodasi semua kepentingan berbagai pihak yang berbeda, dalam kondisi yang nyata memerlukan formulasi permasalahan.
5.3. Formulasi Permasalahan
Kompleksnya permasalahan pengelolaan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat sangat mempengaruhi kondisi perkembangan dari investasi.
Untuk memformulasikan permasalahan tersebut perlu dibantu dengan perancangan dalam sistem penunjang keputusan. Permasalahan dirancang melalui beberapa
tahap, yaitu: 1 tahap perencanaan pengembangan agroindustri yang didasarkan pada a kriteria kelayakan yang sesuai, b metoda yang sesuai, c melibatkan berbagai
pihak yang terkait, d proses pengambilan keputusan; 2 tahap evaluasi terhadap perencanaan, dan 3 tahap penyempurnaan perencanaan pengembangan
agroindustri sapi potong dengan melakukan perancangan implementasi.
5.4. Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem digunakan agar memperoleh alur keterkaitan antara elemen dan komponen pelaku dalam kesisteman yang dirancang. Identifikasi kebutuhan dan
perumusan masalah dideskripsikan dalam bentuk modifikasi diagram kerja sistem dari Manetsch dan Park 1977 bahwa terdapat beberapa tahapan dalam penggunaan
analisis sistem. Tahapan analisis sistem tersebut dimulai dari 1 analisa kebutuhan; 2 formulasi permasalahan; 3 identifikasi sistem, terdiri dari formulasi diagram
lingkar sebab akibat dan diagram input-output; 4 verifikasi dan validasi model yang memberikan alternatif umpan balik ke tahap awal; dan 5 melakukan evaluasi
terhadap perencanaan. Evaluasi perencanaan dilakukan guna memberikan kesempatan peninjauan kembali dari model yang dirancang untuk diubah atau
dipertahankan, sehingga lebih memenuhi harapan dari pihak yang berkepentingan.
5.5. Diagram Sebab-Akibat
Diagram lingkar sebab-akibat dirancang guna menjelaskan faktor penyebab berdasarkan interaksi antar elemenobjek dan hubungan keterkaitannya di dalam
maupun di luar sistem untuk mencapai tujuan serta menjelaskan dampak positif atau negatif yang ditimbulkan suatu objek terhadap objek lainnya. Diagram lingkar sebab-
akibat pada sistem perencanaan pengembangan agroindustri secara rinci ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11. Diagram sebab-akibat sistem perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong
Diagram lingkar sebab-akibat digunakan untuk menjelaskan rantai hubungan antar elemenobjek dari suatu pernyataan permasalahan yang harus dipecahkan pada
rekayasa model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Rekayasa model dirancang didasarkan pada peningkatan kebutuhan dan
permintaan produk agroindustri dari konsumen dalam negeri dan ekspor akan produk pengolahan hasil ternak sapi potong yang bermutu agroindustri sapi potong.
Pengembangan agroindustri sapi potong dapat berjalan sesuai dengan kapasitas produksi bilamana bahan baku tetap tersedia dari pasokan usaha
peternakan sapi potong. Pengembangan agroindustri sapi potong pada kawasan atau lokasi yang potensial akan segera terwujud dengan adanya dukungan kebijakan dari
pemerintah yang terwujud dalam program pembangunan baik program jangka pendek maupun jangka panjang. Kebijakan pemerintah tersebut dapat diwujudkan dengan
pembangunan infrastruktur pendukung yang dibutuhkan di dalam pengembangan
Agroindustri Sapi Potong
Dukungan Kebijakan Strategi dan program
Peternakan sapi potong
Pasokan Bahan baku
Lokasi lahan areal
Pasar ekspordomestik
Kebutuhan Dana
Produk Bermutu
Kapasitas Produksi
Konflik Sosial
Pengembangan Kawasan
Infrastruktur
Investor pengusaha swasta
Bank
Konsumen Pemerintah
Daerah Tenaga
Kerja lokal Pemberdayaan
Masyarakat
+ -
+ +
+
+ +
+ +
+ +
+ +
+
+ +
+ +
+ +
+
+ +
+
Resolusi Konflik
+ +
+
Kelompok Peternak
+ +
+
Perantau
+ +
+ +
Lumbung Ternak Nagari Kawasan Sentra Peternakan Sapi Potong
+
kawasan untuk pembangunan agroindustri sapi potong. Dalam implementasi pengembangan agroindustri sapi potong dalam program pembangunan perlu
dirancang rumusan strategi yang tepat, sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan Sumatera Barat. Oleh sebab
itu, agroindustri sapi potong dapat berkembang dengan bila didukung oleh kebijakan yang positif dari pemerintah daerah dalam pembangunan, sesuai dengan rencana tata
ruang dan wilayah dan pembangunan infrastruktur. Kawasan sentra peternakan atau lumbung ternak nagari yang didukung oleh kebijakan pemerintah daerah dapat
mempercepat pengembangan industri hilir agroindustri sapi potong. Ketersediaan dana diperlukan dalam pengembangan agroindustri sapi potong.
Sumber pembiayaan tersebut dapat diupayakan dari perbankan dan investor. Di lain pihak, pengembangan agroindustri pada kawasan atau lokasi yang merupakan
lahantanah ulayat di Sumatera Barat juga dapat menimbulkan konflik sosial dalam pemanfaatannya, karena status tanah di Sumatera Barat yang dimiliki umumnya
merupakan milik hak secara komunal pemilikan dalam satu suku yang tidak dapat diperjualbelikan kepada pihak lain, tetapi dapat dimanfaatkan setelah ada
kesepakatan dari pemegang hak. Oleh karena itu, perlu dicarikan penyelesaiannya resolusi konflik dengan mewujudkan pemberdayaan masyarakat, yaitu
mengikutsertakan peran masyarakat pemilik lahan dalam pembangunan industriagroindustri sapi potong. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan
industriagtoindustri sapi potong dapat pula diwujudkan dengan menggunakan tenaga kerja lokal setempat, memanfaatkan peran perantau Minang sebagai investor dan
investor dari pengusaha swasta. Pengembangan agroindustri sapi potong yang sesuai dengan perencanaan
dapat direalisaikan melalui pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan untuk mewujudkan Visi dan Misi Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat
“Mewujudkan Sumatera Barat yang Tangguh, Bersih dan Semangat Kebersamaan” dan “Mewujudkan Masyarakat yang Sejahtera dan Berkeadilan” yang tercakup di
dalam aspek pembangunan, yaitu “Terwujudnya Perekonomian yang Mampu Menyediakan Lapangan Pekerjaan dan Kehidupan yang Layak Secara Berkelanjutan”
berdasarkan Strategi Pokok Pembangunan Daerah, yaitu penciptaan iklim yang kondusif bagi pembangunan yang berkeadilan.
5.6. Diagram Input-Output