e. Pelurusan sungai, bertujuan untk melancarkan dan mempercepat aliran sungai mencapai muara.
Upaya struktur yang dijelaskan di atas adalah upaya teknis yang sifatnya permanen, sehingga untuk mendapatkan hasil maksimal harus didukung dengan
peran serta
masyarakat maupun
peraturan-peraturan yang
mengarah tercapainya sasaran program tersebut. Upaya yang bersifat non struktur
menyangkut penyesuaian dan pengaturan kegiatan manusia sehingga
didapatkan berfungsinya program program yang dilakukan dengan cara struktural. Upaya non strukural dalam mitigasi bencana banjir meliputi :
a. Konservasi dan penghutanan kembali di daerah hulu. b. Pengaturan penggunaan lahan di dataran banjir.
c. Penerapan batas sempadan sungai. d. Sistem Peringatan Dini Banjir Flood Forecasting and Early Warning
System. e. Peran serta masyarakat dalam mengelola sungai.
Menurut UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
Penelitian tentang sistem peringatan dini di Indonesia mengalami perkembangan sangat pesat setelah terjadinya bencana tsunami tahun 2004.
Pemerintah Indonesia melakukan penelitian tentang sistem peringatan dini bencana tsunami mulai tahun 2006 dalam hal ini dilakukan oleh beberapa
instansi seperti ITB, LIPI, BPPT, BMG, Bakosurtanal serta beberapa partner dari luar negeri membuat sistem peringatan dini tsunami untuk daerah Aceh dan
Jawa Barat yang dikenal dengan nama Indonesian Tsunami Early Warning System INA-TEWS Wahab, 2008. Sedangkan penelitian sistem peringatan
dini banjir mulai banyak dilakukan setelah kejadian banjir di Jakarta tahun 2006.
2.2. Sistem Peringatan Dini Banjir
Definisi sistem peringatan dini secara khusus misalnya untuk sistem peringatan dini banjir adalah suatu pemberitahuan hasil pemantauan dan akuisisi
data curah hujan dan aliran sungai kepada masyarakat luas, utamanya pada daerah rawan banjir Legono et al., 2002.
Sistem peringatan dini banjir flood early warning system sebagai salah satu upaya non struktur pengendalian bencana banjir merupakan satu elemen
utama dalam mengurangi resiko bencana. Sistem ini dapat mengurangi kerugian jiwa maupun harta benda terjadinya bencana. Khusus untuk bencana banjir,
sistem peringatan dini datangnya banjir pada prinsipnya dimaksudkan supaya masyarakat yang bermukim di daerah rawan banjir baik di hulu maupun di hilir
suatu DAS, dapat memperoleh informasi lebih awal tentang besaran banjir yang mungkin terjadi dan agar waktu evakuasi korban memadai sehingga resiko yang
ditimbulkan dapat diminimalkan. Sistem peringatan dini datangnya banjir di Indonesia sangat penting,
karena intensitas dan keragaman hujan menurut ruang dan waktu sangat tinggi sehingga banjir dapat terjadi secara tiba-tiba atau yang dikenal dengan banjir
bandang. Selain itu hujan besar biasanya terjadi pada sore sampai malam hari sehingga debit puncak umumnya pada malam hari.
Dari beberapa kejadian banjir, hampir sebagian besar banjir di Indonesia tidak dapat diantisipasi karena belum tersedianya sistem peringatan dini
datangnya banjir.
Akibatnya, penanganan
banjir lebih
ditekankan pada
rehabilitasi pasca banjir yang tentunya memerlukan tenaga, waktu dan biaya yang sangat besar karena korban cenderung meningkat dengan adanya efek
pascabanjir.
P
enelitian sistem peringatan dini banjir lebih banyak dilakukan oleh organisasi peneliti seperti LIPI , BPPT serta beberapa perguruan tinggi secara
sendiri sendiri. Penelitian sistem peringatan dini banjir masih terfokus pada sistem telemetri atau prediksi banjir secara terpisah. Sehingga penelitian tentang
prediksi banjir lebih sering belum teintegrasi dengan sistem telemetri dan peringatan dini dan prediksi banjir.
Prediksi banjir dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa model antara lain model ARIMA dan Jaringan Syaraf Tiruan JST. Penelitian tentang
prediksi banjir dengan ARIMA dilakukan oleh Anwar 2006 untuk DAS Cimanuk. Penerapan aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan untuk prediksi lebih banyak
digunakan untuk menghitung prediksi debit harian bukan debit sesaat. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan data curah hujan dalam bentuk jam-jaman.
Margiantoro 2003 melakukan perhitungan debit rata rata harian dengan JST untuk Kali Cikapundung dengan menggunakan data curah hujan harian.
Setiawan dan Rudiyanto 2004 melakukan penelitian tentang perhitungan
prediksi rata rata aliran sungai di DAS Cidanau dengan menggunakan curah hujan harian.
Penelitian Sistem peringatan dini banjir yang terintegrasi antara telemetri dan sistem prediksi mulai dilakukan pada tahun 2006 seiring dengan
perkembangan sistem telemetri dengan SMS seperti yang dilakukan oleh Kanbua dan Cham 2008 di Negara Thailand.
Sedangkan penelitian prediksi banjir dengan menggunakan satelit atau radar lebih banyak dilakukan oleh negara negara maju di Eropa dan Amerika.
Penelitian dengan satelit atapun radar lebih banyak diterapkan untuk perdiksi banjir dengan DAS yang luas. Adrana et al., 2008 melakukan penelitain sistem
peringatan dini banjir dengan menggunakan satelit dengan luas DAS hingga 1000 km
2
. Penelitian tentang sistem peringatan dini banjir Sungai Mekong juga telah dilakukan dengan menggunakan satelit Begkhuntod, 2007
Penelitian sistem peringatan dini banjir secara umum dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu dengan menggunakan data curah hujan atau
lebih dikenal dengan sistem peringatan dini banjir dengan sistem bawah. Sedangkan sistem peringatan dini banjir dengan melihat adanya awan
dengan menggunakan
radar cuaca
lebih dikenal
dengan sistem
peringatan dini banjir sistem atas. Hasil sistem peringatan dini banjir akan sangat baik jika dapat
dilakukan penggabungan
antara sistem
peringatan dini
dengan menggunakan radar cuaca dan sistem peringatan dini banjir dengan
menggunakan sistem telemetri curah hujan sistem bawah. Untuk sistem perdiksi banjir dengan luas DAS yang kecil, lebih cocok dengan
menggunakan data curah hujan atau lebih dikenal sistem perdiksi bawah. Untuk sistem peringatan dini banjir
dengan satelit di Indonesia mulai dilakukan pada tahun 2007 oleh BPPT, BMG dan LAPAN dengan program
yang disebut program “Harimau” atau Hydrometeorological
Array for
Intraseasonal variation Monsoon Automonitoring Fadli, 2007. Program ini direncanakan hingga tahun 2010 bekerja sama dengan pihak peneliti
dari Universitas Kyoto dan Universitas Hokaido. Sistem peringatan dini banjir untuk negara berkembang mulai
dilakukan oleh Basha dan Daniele pada Januari 2004 di Honduras.
Dimana pernah terjadi banjir besar pada tahun 1998 di Sungai Aguan timur laut Honduras yang menyebabkan 5000 orang meninggal dunia dan
8000 orang hilang Basha dan Daniele, 2007.