prediksi rata rata aliran sungai di DAS Cidanau dengan menggunakan curah hujan harian.
Penelitian Sistem peringatan dini banjir yang terintegrasi antara telemetri dan sistem prediksi mulai dilakukan pada tahun 2006 seiring dengan
perkembangan sistem telemetri dengan SMS seperti yang dilakukan oleh Kanbua dan Cham 2008 di Negara Thailand.
Sedangkan penelitian prediksi banjir dengan menggunakan satelit atau radar lebih banyak dilakukan oleh negara negara maju di Eropa dan Amerika.
Penelitian dengan satelit atapun radar lebih banyak diterapkan untuk perdiksi banjir dengan DAS yang luas. Adrana et al., 2008 melakukan penelitain sistem
peringatan dini banjir dengan menggunakan satelit dengan luas DAS hingga 1000 km
2
. Penelitian tentang sistem peringatan dini banjir Sungai Mekong juga telah dilakukan dengan menggunakan satelit Begkhuntod, 2007
Penelitian sistem peringatan dini banjir secara umum dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu dengan menggunakan data curah hujan atau
lebih dikenal dengan sistem peringatan dini banjir dengan sistem bawah. Sedangkan sistem peringatan dini banjir dengan melihat adanya awan
dengan menggunakan
radar cuaca
lebih dikenal
dengan sistem
peringatan dini banjir sistem atas. Hasil sistem peringatan dini banjir akan sangat baik jika dapat
dilakukan penggabungan
antara sistem
peringatan dini
dengan menggunakan radar cuaca dan sistem peringatan dini banjir dengan
menggunakan sistem telemetri curah hujan sistem bawah. Untuk sistem perdiksi banjir dengan luas DAS yang kecil, lebih cocok dengan
menggunakan data curah hujan atau lebih dikenal sistem perdiksi bawah. Untuk sistem peringatan dini banjir
dengan satelit di Indonesia mulai dilakukan pada tahun 2007 oleh BPPT, BMG dan LAPAN dengan program
yang disebut program “Harimau” atau Hydrometeorological
Array for
Intraseasonal variation Monsoon Automonitoring Fadli, 2007. Program ini direncanakan hingga tahun 2010 bekerja sama dengan pihak peneliti
dari Universitas Kyoto dan Universitas Hokaido. Sistem peringatan dini banjir untuk negara berkembang mulai
dilakukan oleh Basha dan Daniele pada Januari 2004 di Honduras.
Dimana pernah terjadi banjir besar pada tahun 1998 di Sungai Aguan timur laut Honduras yang menyebabkan 5000 orang meninggal dunia dan
8000 orang hilang Basha dan Daniele, 2007.
2.3. Sejarah Sistem Peringatan Dini Banjir di Indonesia
Sistem peringatan dini banjir secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem peringatan dini banjir secara konvensional non teknologi dan dengan
menggunakan teknologi. Sistem peringatan dini banjir secara konvensinal
adalah seperti penggunaan kentongan untuk menyebarkan informasi banjir ke masyarakat. Sedangkan sistem peringatan dini banjir secara non konvensional
adalah dengan menggunakan teknologi untuk penyampaian informasinya seperti dengan radio, HP, ataupun lainnya yang berbasis teknologi.
Sistem peringatan dini banjir secara non konvensional di Indonesia dimuali pada tahun 70an yaitu pada saat pembangunan Bendungan Karangkates
di Kabupaten Malang dan Bendungan Gajah Mungkur di Wonogiri tahun. Sistem peringatan dini yang terpasang di bendungan tersebut berawal dari pemasangan
sistem telemetri
dengan menggunakan
media gelombang
radio untuk
mengirimkan data curah hujan ataupun tinggi muka air. Komponen sistem telemetri yang dibangun dibuat dari produk luar negeri
seperti produk JRC Japan Radio Communication dari Jepang. Secara umum sistem konfigurasi telemetri yang dibangun terdiri dari master station, monitoring
station, repeater station, water level station dan rain gauge station seperti terlihat pada Gambar 3.
Sumber : Ministry of Construction Japan 1980
Gambar 3 Konfigurasi sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air menggunakan radio.
Pada tahun 1986 dibangunlah Waduk Kedungombo yang juga dilengkapi dengan menggunakan sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air dengan
menggunakan sistem radio. Dalam perjalanannya sistem telemetri dengan menggunakan radio mengalami banyak
permasalahan sehingga banyak peralatan yang tidak dapat bekerja. Hingga saat ini peralatan sistem telemetri
yang menggunakan radio yang masih berjalan adalah di lokasi Proyek Wilayah Sungai Brantas yang saat ini dikelola PT Jasa Tirta I.
Permasalahan yang menjadi penyebab gagalnya sistem peralatan telemetri dengan menggunakan radio antara lain:
a Hampir semua komponen berasal dari luar negeri sehingga jika terjadi
kerusakan di setiap komponen harus mendatangkan dari luar negeri. b
Sumber daya manusia untuk menangani peralatan dengan teknologi tersebut
belum siap
sehingga jika
terjadi kerusakan
harus mendatangkan orang dari luar negeri.
c Permasalahan Operasi dan Pemeliharaan OP peralatan dimana harga
komponen yang mahal sehingga membebani biaya operasional dan
perawatan. Pada lokasi Bendungan Serbaguna Gajah Mungkur dan Bendungan
Kedungombo semua peralatan telemetri yang menggunakan sistem radio sudah tidak ada yang berfungsi lagi dimana hanya bertahan dalam waktu 3 tahun sejak
dioperasikan. Gambar 4 menunjukkan salah satu stasiun telemetri curah hujan di Jatisrono yang sudah tidak berfungsi lagi.
Gambar 4 Stasiun telemetri curah hujan dengan sistem radio di Jatisrono Hulu Bengawan Solo yang sudah tidak berfungsi lagi.
Dengan adanya permasalah permasalah sistem peringatan dini bencana banjir tersebut, maka pada tanggal 31 Mei 2006 Departemen Pekerjaan Umum
mengeluarkan SK Menteri PU No 238AKPTSM2006, tentang Pembentukan Team Pengembangan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam Banjir dimana
dalam SK tersebut terlibat unsur Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Puslitbang SDA Departemen PU, Dirjen Pos dan Telekomunikasi,
Perguruan Tinggi Undip dan ITS, dan PT Inti Bandung selaku Industri. Disebutkan bahwa untuk mengembangkan sistem telemetri dan peringatan dini
banjir dengan didukung oleh produk dalam negeri. Dalam perjalannya, team
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam Banjir ini lebih menekankan sistem telemetri dan peringatan dini berbasis GSM dengan
beberapa keuntungan teknologi GMS antara lain :
Peralatan yang digunakan lebih simpel dan murah dimana untuk pengiriman data jarak yang jauh lebih dari 30 km tidak memerlukan
repeater.
Komponen yang digunakan mudah didapat di dalam negeri.
2.4. Teknologi Informasi
Istilah Teknologi Informasi atau IT Information Technology adalah bagian dari mata rantai panjang panjang dari perkembangan istilah dalam dunia
Sistem Informasi SI. Istilah TI memang lebih banyak merujuk pada teknologi yang digunakan dalam mengolah informasi, namun pada dasarnya merupakan
bagian dari sistem informasi itu sendiri. TI lebih mudah dipahami secara umum sebagai pengolahan informasi yang berbasis teknologi komputer yang tengah
berkembang pesat. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi, maka implementasi
teknologi informasi dalam sistem peringatan dini banjir seperti SMS dan Web turut serta digunakan terutama dalam penyampaian informasi dan pengiriman
data curah hujan atau tinggi muka air.
2.4.1. Short Message Services SMS
Short Message Services SMS merupakan layanan yang banyak diaplikasikan pada layanan komunikasi nirkabel. Data yang dikirimkan berbentuk
alfanumerik. Yakni kode karakter teks ASCII American Standard Code for Information Interchange yang dapat dibaca.