Penelitian dan Pengembangan Produksi

42 dilakukan untuk perbaikan bibit yaitu dengan Inseminasi Buatan IB, dari hasil keturunan inseminasi buatan dapat memperbaiki mutu keturunan dengan rata-rata produksi 15–20 liter per hari pada laktasi kedua. Selain inseminasi buatan, untuk perbaikan genetik dilakukan dengan mengimpor sapi bibit FH dari luar secara bertahap untuk mengganti induk yang produksinya tidak optimal. Perbaikan mutu sapi perah pun dilakukan dengan melakukan seleksi sapi yang ada dalam kandang secara terus menerus dan seksama. 2 Perbaikan Produksi Melalui Makanan Faktor genetis yang baik hanya mungkin menjadi kenyataan jika sapi mendapatkan makanan dalam jumlah dan mutu yang memadai. Penyediaan bahan pakan yang terbatas akan membatasi peningkatan mutu produksi. Untuk menjamin penyediaan pakan dalam bentuk hijauan maka harus dilakukan penambahan atau perluasan lahan pertanaman hijuan yang memadai, menanam berbagai jenis rumput unggul yang ditanam bersama jenis leguminose seperti Centrocema pubescens dan Colopagium mucunoides. Hijuan pun harus diolah secara intensif dengan melakukan pengawetan hijauan dalam bentuk rumput yang difermentasi dan rumput yang dikeringkan disaat produksi melimpah. Penyuluhan pun harus diberikan pada petugas pengelola hijauan agar pengolahan secara intensif dapat dilakukan dengan baik dan benar. 3 Perbaikan Produksi Melalui Tatalaksana Kesehatan Perbaikan produksi sapi perah dapat dilakukan melalui tatalaksana kesehatan yang baik antara lain dengan melakukan karantina pada sapi yang akan masuk pada kelompok ternak yang sudah ada. Melakukan tindakan higienis dan tindakan preventif seperti vaksinasi dan tindakan pengobatan terhadap parasit cacing secara rutin dapat meningkatkan kesehatan sapi maupun kualitas dan produksi susu.

2.1.4.4. Kelembagaan dalam Agribisnis Sapi Perah

Menurut Rahardi 2008, kelembagaan sebagian besar peternak sapi perah yang ada di Indonesia merupakan anggota koperasi susu. Koperasi tersebut merupakan lembaga yang bertindak sebagai mediator antara peternak dengan industri pengolahan susu. Koperasi susu sangat menentukan posisi tawar peternak dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang akan 43 diterima peternak. Peranan koperasi sebagai mediator perlu dipertahankan. Pelayanannya perlu ditingkatkan dengan cara meningkatkan kualitas SDM koperasi serta memperkuat jaringan dengan industri-industri pengolahan. Adaptasi kelembagaan atau kemitraan akan sangat membantu terwujudnya upaya ini.

2.1.4.5. Kebijakan dalam Agribisnis Sapi Perah

Perundang-undangan yang menjadi payung hukum bagi agribisnis usaha peternakan sapi perah adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 6 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan, adapun tujuan umum dari dibentuknya undang-undang ini adalah diadakannya perombakan dan pembangunan-pembangunan di bidang peternakan dan pemeliharaan kesehatan hewan dengan tujuan utama penambahan produksi untuk meningkatkan taraf hidup peternak Indonesia dan untuk dapat memenuhi keperluan bahan makanan yang berasal dari ternak bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil merata dan cukup. Secara khusus, untuk komoditas sapi perah diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 55PermentanOt.140102006 tentang pedoman pembibitan sapi perah yang baik Good Breeding Practice yang berfungsi melindungi peternak sapi perah dari bibit yang tidak sesuai dengan standar mutu dan persyaratan teknis minimal yang ditetapkan, juga sebagai pembinaan, bimbingan, dan pengawasan terhadap pembibitan sapi perah yang baik. Bagi pembibit, peraturan ini berfungsi sebagai acuan dalam melakukan pembibitan sapi perah untuk menghasilkan bibit yang bermutu baik, sedangkan bagi petugas dinas yang menangani fungsi peternakan di daerah, berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan pembinaan, bimbingan dan pengawasan dalam pengembangan pembibitan sapi perah. Tujuan ditetapkannya pedoman ini yaitu agar dalam pelaksanaan kegiatan pembibitan sapi perah dapat diperoleh bibit sapi perah yang memenuhi persyaratan teknis minimal dan persyaratan kesehatan hewan. 8 Sedangkan Surat Edaran Menteri Pertanian per 20 April 2001 Nomor : 51094AIV2001, mengatur tentang tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit mulut dan kuku PMK. 8 www.deptan.go.idbddadminfilePermentan-55-06.pdf. [4 Desember 2010]