Latar Belakang Analisis faktor faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi pada CV Mulya Khansa Niaga di Kota Depok Jawa Barat

2 Berdasarkan Tabel 1, zat gizi yang terkandung dalam susu sapi sangat lengkap dan berguna dalam meningkatkan daya tahan serta pertumbuhan. Seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk, dan peningkatan pendapatan yang diikuti oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat, maka permintaan terhadap susu sapi segar maupun olahan akan semakin tinggi. Menurut Siregar 1990 bahwa susu yang diproduksi selama ini belum memenuhi kebutuhan konsumsi karena disebabkan juga oleh produktivitas sapi perah yang sudah ada masih belum memuaskan karena pemuliaannya belum digarap secara lebih terarah dan berkelanjutan. Pemberian ransum dari aspek kuantitas maupun kualitas belum seluruhnya memadai, serta penanggulangan penyakit belum tertangani sepenuhnya. Selain itu, didukung oleh tingkat pengetahuan peternak sapi perah yang pada umumnya belum memadai dalam pengelolaan usahanya. Kondisi tersebut merupakan suatu tantangan bagi industri susu nasional dalam memenuhi permintaan susu yang potensial di masa depan, sekaligus menjadi indikator bahwa agribisnis sapi perah merupakan kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat sangat besar bagi para peternak atau pengusaha, masyarakat konsumen. Perkembangan populasi hewan ternak dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Populasi Hewan Ternak di Indonesia Tahun 2004-2008 dalam Ribuan Ekor Ternak 2004 2005 2006 2007 2008 Trend Sapi perah 364 361 369 374 408 11,83 Sapi potong 10.533 10.569 10.875 11.515 11.869 12,19 Kuda 397 387 398 401 411 3,57 Kambing 12.781 13.409 13.970 14.470 15.806 21,90 Domba 8.075 8.327 8.980 9.514 10.392 26,13 Kerbau 2.403 2.128 2.167 2.086 2.192 -8,26 Total 34.553 35.181 36.759 38.360 41.078 67,36 Sumber : BPS 2008 3 Berdasarkan Tabel 2, perkembangan populasi sapi perah terus meningkat dengan trend peningkatan sekitar 11 persen sehingga produksi susu nasional memiliki prospek yang cerah untuk berkembang, karena populasi sapi perah maupun hasil produksinya cenderung meningkat setiap tahun. Namun, peningkatan tersebut belum mampu memenuhi peningkatan kebutuhan susu sapi dalam negeri. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan 2008 bahwa pada tahun 2003 konsumsi susu di Indonesia mencapai 6,5 liter per kapita per tahun kemudian pada tahun 2007 meningkat menjadi 11 liter per kapita per tahun. Saat ini konsumsi susu sapi dalam negeri mencapai sekitar 4 juta liter per hari namun kemampuan produksi hanya sekitar 1,25 juta liter per hari atau sekitar 30 persen dari kebutuhan susu nasional. Guna mengatasi permasalahan ketidakseimbangan antara produksi dengan konsumsi susu, maka sekitar 70 persen dari total kebutuhan dipenuhi melalui impor susu. Peningkatan jumlah susu impor tersebut sebesar 18,8 persen per tahun yang berasal dari Selandia Baru, Australia, dan Philipina. Kondisi perkembangan tingkat konsumsi susu sapi di Indonesia tahun 2003–2007 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 . Perkembangan Produksi dan Tingkat Konsumsi Susu Sapi di Indonesia Periode Tahun 2003-2007 Tahun Produksi Susu Tingkat Konsumsi Ton Ton 2003 553.400 - 1.021.802 - 2004 549.900 -0,72 1.237.986 21,15 2005 535.960 -2,36 1.291.294 4,30 2006 616.550 14,92 1.354.235 4,87 2007 636.860 3,39 1.430.258 5,61 Rata-rata 578.180 3,04 1.267.115 7,18 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2008 4 Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa antara produksi susu sapi yang dihasilkan dengan permintaan susu sapi nasional masih belum tercukupi. Saat ini susu sapi segar dalam negeri baru mencapai 26 persen kebutuhan nasional sedangkan 74 persen berasal dari impor 2 . Fenomena tersebut menuntut suatu pembinaan dan pengembangan usaha peternakan sapi perah sehingga membuka kesempatan bagi para peternak agar lebih meningkatkan produktivitas dan kinerja manajemen usahanya. Realisasi pendayagunaan potensi usaha peternakan lokal antara lain melalui pengembangan sentra-sentra peternakan sapi perah di Indonesia yang tersebar diberbagai wilayah, adapun perkembangan produksi susu sapi di Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000-2007 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 . Perkembangan Produksi Susu Sapi Segar di Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2007 Tahun Produksi 000 ton Trend 2000 184,52 - 2001 184,83 0,17 2002 18,51 7,40 2003 207,86 4,71 2004 215,33 3,59 2005 201,86 -6,26 2006 211,89 4,97 2007 233,55 5,50 Rata-rata 203,54 2,87 Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 2008 Berdasarkan Tabel 4, faktor alam dan tingkat konsumsi penduduk di pulau jawa mendukung perkembangan dan produksi susu yang tinggi. Jawa Tengah dengan kemampuan produksi sekitar 150 ribu liter per hari yang terkonsentrasi di daerah Boyolali, Ungaran, Salatiga, dan Solo. Sedangkan produksi susu di Jawa 2 Khomsan, Ali. 2005. Rendah, Konsumsi Susu Cair. http:www.pikiran- rakyat.comcetak 20050405300605.htm. [3 Februari 2009] 5 Barat sebesar 400 ton per hari terutama di daerah Pangalengan, Lembang, Bogor, dan Sukabumi. Selain itu, di Jawa Timur kapasitas produksi susu sebesar 600 ton per hari yang tersebar di daerah Nongkojajar, Pujon, Batu, dan Pasuruan serta sebagian kecil berada di luar pulau jawa. Menurut Heriyatno 2009, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki karakteristik yang cocok untuk usaha sapi perah. Salah satu karakteristik yang menjadi dukungan pengembangan usaha ternak sapi perah adalah sumber bahan pakan yang melimpah berasal dari limbah pertanian, ketersediaan air dan iklim yang cocok untuk sapi perah dalam berproduksi. Produksi susu sapi perah di Jawa Barat tahun 2000-2007 rata-rata meningkat sebesar 2,87 persen. Kota Depok yang termasuk dalam wilayah Provinsi Jawa Barat, tepatnya terletak di perbatasan antara Kota Jakarta dan Bogor turut membantu memenuhi kebutuhan susu sapi nasional khususnya bagi masyarakat setempat. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kota Depok, pada tahun 2007 terdapat sekitar 826 ekor sapi perah dari jenis Friesian-Holstein FH yang tersebar di enam kecamatan dengan total produksi susu sapi yang dihasilkan sekitar 2.660.850 liter. Populasi ternak sapi perah berdasarkan pembagian kecamatan di Kota Depok pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kecamatan di Kota Depok pada Tahun 2007 No Kecamatan Sapi Perah Jantan Ekor Sapi Perah Betina Ekor Jumlah Ekor 1. Sawangan 7 158 165 2. Pancoran Mas 19 60 79 3. Sukmajaya 41 41 4. Cimanggis 14 75 89 5. Beji 57 374 431 6. Limo 21 21 Total 97 729 826 Sumber : Dinas Peternakan Kota Depok 2007a 6 Berdasarkan Tabel 5, Kecamatan Beji merupakan kecamatan yang memiliki jumlah ternak terbanyak kemudian diikuti oleh Kecamatan Sawangan. Kondisi wilayah kedua kecamatan tersebut belum dipadati oleh keberadaan pemukiman penduduk maupun pembangunan infrastruktur lainnya. Pengelolaan usaha peternakan sapi perah di Kota Depok tergabung dalam satu kelompok peternak sapi perah bernama “Kasumi” yang beranggotakan sekitar 18 peternak. CV Mulya Khansa Niaga dalam menjalani usahanya terutama pada aspek produksi susu sapi belum dapat mencapai tingkat produktivitas yang optimal. Hal ini menyebabkan terjadinya penyimpangan hasil yang tidak sesuai harapan atau menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, tahap pengidentifikasian faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas susu sapi dinilai penting sehingga potensi sumberdaya perusahaan dapat dimanfaatkan secara optimal dalam rangka pencapaian tujuan usaha. Tujuan usaha CV Mulya Khansa Niaga selain peningkatan keuntungan diantaranya adalah membantu meningkatkan kesehatan gizi masyarakat khususnya di Kota Depok melalui susu sapi berkualitas yang dihasilkan melalui optimalisasi hasil produksi. Selain itu, secara tidak langsung turut berupaya membantu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan susu dalam negeri.

1.2. Perumusan Masalah

CV Mulya Khansa Niaga merupakan salah satu perusahaan agribisnis peternakan sapi perah yang memproduksi susu sapi segar di Kota Depok. Susu sapi yang dihasilkan telah teruji memenuhi persyaratan standar baku kualitas susu yaitu SNI 01-3141-1998. Faktor kualitas susu tersebut didukung dengan adanya penggunaan mesin perah berteknologi modern dan mesin pendingin dalam kegiatan operasionalnya. Selain itu, perusahaan sangat menjaga aspek kebersihan kandang dan memperhatikan jenis pakan ternak yang diberikan, sehingga keberadaan susu sapi yang terkontaminasi atau rusak dapat dihindari. Penjualan susu sapi segar yang dihasilkan ditujukan kepada para konsumen rumah tangga, loper atau penyalur, dan Koperasi Produksi Susu KPS Bogor. Konsumen rumah tangga tidak melakukan pembelian susu dalam jumlah besar, rata-rata berkisar antara setengah sampai tiga liter per hari, sedangkan loper biasanya melakukan pembelian dalam skala besar karena untuk dijual atau 7 didistribusikan kembali kepada para pelanggannya. Susu sapi yang tersedia selalu habis diserap pasar setiap harinya bahkan perusahaan belum dapat memenuhi permintaan susu yang ada. Konsumen rumah tangga dan loper yang telah berlangganan kepada perusahaan, biasanya melakukan pembelian atau pemesanan langsung. Jika ada persediaan susu yang bersisa maka perusahaan segera mengirim kepada KPS di Bogor. Adapun salah satu perjanjian jual beli yang telah disepakati masing- masing pihak yaitu kerusakan susu yang disebabkan oleh kelalaian konsumen bukan merupakan tanggung jawab perusahaan. Disamping itu, batas akhir pembayaran dari pembelian susu bagi para loper adalah setiap tanggal lima per bulan, jika melebihi batas waktu tersebut maka perusahaan tidak akan melayani aktivitas pembelian berikutnya. Kondisi atau upaya tersebut dapat menekan terjadinya masalah yang akan dihadapi perusahaan terutama dalam aspek pemasaran. Penetapan harga yang diberlakukan oleh CV Mulya Khansa Niaga untuk setiap segmen konsumen berbeda-beda, hal ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Harga Susu Berdasarkan Segmentasi Konsumen di CV Mulya Khansa Niaga Tahun 2008 No. Segmentasi Konsumen Harga RpLiter 1 Rumah Tangga 6.000 2 Loper 4.000 3 KPS 3.200 Sumber : CV Mulya Khansa Niaga 2008 Berdasarkan Tabel 6, harga di setiap segmen berbeda-beda, penentuan kisaran harga tersebut terhitung dari pertengahan tahun 2008. Pada umumnya, fluktuasi perubahan harga sangat jarang terjadi, hanya sebanyak dua kali dalam setahun. Khusus untuk tingkat konsumen rumah tangga dan loper, perusahaan memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dalam menentukan harga. Hal tersebut menujukkan bahwa kendala penetapan harga yang dihadapi perusahaan dapat diantisipasi atau dikendalikan.