Teori Produksi Kerangka Pemikiran Teoritis .1. Konsep Produksi Susu Sapi Perah
52 Menurut Lipsey 1995, fungsi produksi adalah hubungan antara input
yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan. Sedangkan Soekartawi 1986 menjelaskan fungsi produksi sebagai suatu fungsi
yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel dependent Y dan variabel independent
X. Variabel dependent biasanya berupa output dan variabel independent
biasanya berupa input. Secara matematis fungsi produksi atau fungsi Cobb Douglas
dapat ditulis sebagai berikut: Y = f X
1
, X
2
, X
3
,....., X
n
Keterangan: Y
= Hasil produksi output X
1
, X
2
, X
3
,...X
n
= Faktor produksi atau input Menurut Soekartawi 1986, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
memilih fungsi produksi yaitu : 1
Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi.
2 Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dan
parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. 3
Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik, untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi terdapat dua tolak
ukur yaitu produk marjinal dan produk rata-rata. Produk Marjinal PM adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu satuan faktor
produksi yang dipakai, sedangkan Produk Rata-Rata PR adalah tingkat produksi yang dicapai setiap satuan input. Kedua tolak ukur ini dapat
dirumuskan sebagai berikut : PM =
Tambahan Output Tambahan Input
= ∆Y
∆X =
dY dX
= f ‘X
PR = Output
Input =
Y X
53
Y=fx
Menurut Doll and Orazem 1978, hubungan antara produksi total TP, produksi rata-rata PR, dan produksi marjinal PM dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya dengan Produk
Marginal dan Produk Rata-Rata
Sumber : Doll dan Orazem 1978
Keterangan : TP
: Total Produksi PM
: Produk Marginal PR
: Produk Rata-Rata Y :
Produksi X
: Faktor Produksi Berdasarkan Gambar 6, maka kurva fungsi produksi total dan
hubungannya dengan produk marginal serta produk rata-ratanya dapat diuraikan sebagai berikut :
1 Daerah I
Daerah I menunjukkan Produk Marjinal PM lebih besar dari Produk Rata- Rata PR. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata variabel input
X ditransformasikan ke dalam produk Y meningkat hingga PR mencapai maksimal pada akhir daerah I. Daerah I mempunyai nilai Ep 1, artinya
setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan
III Ep0
II 0Ep1
I Ep1
PMPR
X
3
X
2
X
1
PM PR
TP
X
X Y
54 penambahan output yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini
belum mencapai produksi optimal dengan pendapatan yang layak sehingga daerah ini tidak rasional irrasional.
2 Daerah II
Daerah II terjadi ketika PM menurun dan lebih rendah dari PR. Pada keadaan ini PM sama atau lebih rendah dari PR. Daerah II berada diantara X
2
dan X
3.
Daerah ini memiliki nilai Ep antara 1 dan 0 0Ep1, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan
penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor produksi di daerah ini akan
memberikan keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional dalam berproduksi.
3 Daerah III
Daerah ini memiliki nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol Ep 0. Pada daerah ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh
produk marjinal yang bernilai negatif yang berarti setiap penambahan faktor produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan
dan mengurangi pendapatan, karena itulah daerah ini dinamakan sebagai daerah tidak rasional irrasional.