Kebijakan dalam Agribisnis Sapi Perah

44 Kebijakan pemerintah yang mengatur industri pengolahan susu diantaranya Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian Nomor : 236KpbVII82, Nomor : 341SK71982 dan Nomor : 521KptsUm71982. Surat keputusan ini berisi tentang pengembangan usaha peningkatan produksi pengolahan dan pemasaran susu di dalam negeri. Pokok-pokok yang penting adalah 1 Pemerintah menetapkan jumlah susu produksi dalam negeri yang wajib diserap oleh Industri Susu sesuai dengan proyeksi produksinya dan kebutuhan masyarakat dalam tahun bersangkutan, 2 Untuk kepentingan penyerapan susu produksi dalam negeri perusahaan dapat melengkapi peralatan yang diperlukan dengan ijin DepartemenInstansi yang bersangkutan, 3 Menteri Perindustrian menyampaikan jumlah kebutuhan bahan baku susu untuk industri dalam negeri kepada Menteri Perdagangan dan Koperasi. Kebijakan ini dikeluarkan dengan maksud untuk mendorong pengembangan industri sapi perah nasional. Implikasi dari kebijakan ini adalah lahirnya bukti serap Busep dan rasio susu, dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian Nomor : 236KpbVII82, Nomor : 341SK71982 dan Nomor : 521KptsUm71982 yang menerangkan tentang 1 Impor bahan baku susu hanya dapat dilaksanakan oleh importir terdaftar susu yang diakui oleh Menteri Perdagangan dan Koperasi, baik sebagai importir umum maupun importir produsen, 2 Jumlah dan jenis bahan baku susu yang akan diimpor oleh importir ditetapkan berdasarkan bukti realisasi penebusan atau pembelian susu produksi dalam negeri, 3 Menteri Perdagangan dan Koperasi melakukan pengawasan terhadap koperasi dalam kegiatannya melakukan pembelian susu produksi dalam negeri serta terhadap perusahaan industri dan importir dalam melaksanakan impor bahan baku susu. Instruksi Presiden Nomor : 41998 tentang koordinasi pembinaan pengembangan persusuan nasional. Inpres ini menghapuskan kandungan lokal dan produk-produk turunan susu. 9 9 http:binaukm.com201006kebijakan-pemerintah-dalam-usaha-pengolahan-susu.[4 Desember 2010] 45 Terkait dengan agribisnis susu, pada tahun 1983 Pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama SKB Tiga Menteri yaitu Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi. SKB tersebut berisi bahwa industri pengolah susu diwajibkan menyerap susu segar dalam negeri sebagai pendamping dari susu impor untuk bahan baku industrinya. Proporsi penyerapan susu segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk rasio susu yaitu perbandingan antara pemakaian susu segar dalam negeri dan susu impor yang harus dibuktikan dalam bentuk bukti serap Busep yang bertujuan untuk melindungi peternak dalam negeri dari persaingan terhadap susu impor, namun dengan adanya Inpres Nomor : 4 Tahun 1998 yang merupakan bagian dari Letter of Intern LoI yang ditetapkan oleh IMF maka ketentuan pemerintah yang membatasi impor susu melalui Busep menjadi tidak berlaku lagi, sehingga susu impor menjadi komoditi bebas masuk. Persoalan di industri hilir pun ada, misalnya tarif bea masuk yang tidak harmonis antara produk susu lima persen dengan bahan baku lain seperti gula 35 persen dan kemasan 5-20 persen. Dampak keberadaan Inpres tersebut terhadap aspek pemasaran susu bagi peternak dalam negeri yaitu mengakibatkan posisi industri pengolahan susu menjadi jauh lebih kuat dibandingkan peternak karena industri pengolahan susu mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku yang dibutuhkan yaitu susu segar dari dalam negeri maupun dari impor. Hal ini menyebabkan relatif rendahnya harga susu segar yang diterima oleh perternak dalam negeri. Kebijakan terkait persusuan nasional lainnya adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 22 Tahun 1983 tentang kesehatan masyarakat veteriner. PP ini mengatur 1 Setiap orang atau badan dilarang mengedarkan susu yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri, 2 Setiap orang atau badan yang mengedarkan susu harus mengikuti cara penanganan, penyimpanan, pengangkutan, dan penjualan susu yang ditetapkan oleh Menteri, 3 Menteri menetapkan syarat kelayakan tempat usaha dan penjualan susu. Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian Nomor : 236KpbVII82 dan Nomor : 341MSK61982 Tanggal 21 Juli 1982 serta Nomor : 521KptsUm71982 mengatur tentang pengembangan usaha peningkatan produksi pengolahan dan 46 pemasaran susu. Pada SKB tersebut, penetapan harga dilakukan sekali setahun oleh Tim Teknis Persusuan Nasional yang merupakan bagian fungsional dari Tim Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan nasional.

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi

Menurut Sudono 1999, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi susu sapi adalah bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, estrus birahi, umur sapi, selang beranak Calving Interval, masa kering kandang, pemerahan, pakan, suhu lingkungan dan tatalaksana. Sedangkan menurut Heriyatno 2009 menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah adalah jumlah pakan konsentrat, jumlah pakan hijauan, penggunaan tenaga kerja dan masa laktasi sapi. Penggunaan faktor produksi yang akan dipakai dalam analisis selain tergantung dari penting tidaknya pengaruh penggunaannya terhadap produksi juga dibatasi pada data faktor produksi yang dapat dikontrol atau tersedia Soekartawi 1986. 1 Masa Laktasi Masa laktasi adalah masa sapi menghasilkan susu selama kurang lebih 10 bulan yaitu antara waktu setelah beranak sampai dengan masa kering kandang. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi selama dua bulan Sudono 1999. Sedangkan menurut Kanisius 1995, masa laktasi adalah masa sapi sedang produktif menghasilkan susu. Sapi mulai menghasilkan susu kira-kira setengah jam setelah sapi itu melahirkan. Periode laktasi mempengaruhi selang beranak, adapun selang beranak paling lama ditemukan pada sapi laktasi pertama dan kedua, dan selang beranak paling singkat ditemukan pada sapi laktasi kelima dan keenam. 2 Pakan dan Tatalaksana Pemeliharaan Pakan ternak terbagi dalam dua kelompok, yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat. Pakan konsentrat merupakan pakan yang diformulasikan atas beberapa bahan pakan seperti biji-bijian, bungkil kedelai, dan jagung. Standar nilai koefisien teknis pada konsentrat dan hijauan adalah 10 persen dari berat badan sapi per hari untuk setiap satuan ternak Susilorini 2009. Pakan hijauan berasal dari hasil budidaya atau berasal dari rumput alam yang dicari di lahan terbuka. Selain itu, pakan hijauan juga dapat berasal dari limbah pertanian seperti jerami 47 padi, jerami jagung dan kelopak kol yang sudah rusak Swastika 2009. Pada umumnya variasi hasil produksi susu dibeberapa peternakan sapi perah disebabkan oleh perbedaan dalam faktor pakan dan tatalaksananya. Pemberian pakan yang banyak pada sapi yang sedang kering kandang dapat meningkatkan produksi susu sebesar 10-30 persen. Pemberian air sangat penting untuk produksi susu, karena 87 persen susu terdiri atas air dan 50 persen dari badan sapi terdiri atas air. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada produksi susu yang dihasilkan sapi, suhu sekelilingnya, dan macam pakan yang diberikan Sudono 1999. 3 Umur Sapi Sapi-sapi yang beranak pada umur yang tua tiga tahun akan menghasilkan susu yang lebih banyak dari pada sapi-sapi yang beranak pada umur muda dua tahun. Produksi susu akan terus meningkat dengan tambahnya umur sapi sampai sapi itu berumur tujuh tahun atau delapan tahun, setelah umur tersebut produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi berumur 11-12 tahun. Meningkatnya hasil susu pada laktasi dari umur dua tahun sampai umur tujuh tahun itu disebabkan bertambah besarnya sapi karena pertumbuhan. Turunnya hasil susu pada sapi yang tua disebabkan aktivitas-aktivitas kelenjar- kelenjar ambing sudah berkurang. Kemampuan sapi dara untuk menghasilkan susu tak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan badannya, tetapi juga pertumbuhan ambingnya yang mencapai pertumbuhan yang maksimum pada laktasi ketiga atau keempat Sudono 1999. 4 Tenaga Kerja dalam Budidaya Sapi Perah Menurut Sudono 1999, tenaga kerja merupakan faktor yang penting dalam usaha peternakan sapi perah. Tenaga kerja yang diperlukan harus terampil dan berpengalaman dalam bidangnya agar penggunaan tenaga kerja jadi efisien, untuk mencapai penggunaan tenaga kerja yang efisien pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia sebaiknya seorang tenaga kerja dapat menangani enam sampai tujuh ekor sapi dewasa. Sedangkan menurut Mubyarto 1989, dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari suami sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Kebutuhan dan