Pengungkapan Emosi Fungsi Katoneng-katoneng

4.3.4 Pengungkapan Emosi

Fungsi katoneng-katoneng di dalam kebudayaan Karo di Sumatera Utara adalah sebagai sarana ekspresi emosi. Bagaimana keadaan ekspresi emosi dalam bidang musik, Merriam menjelaskan sebagai berikut. An important function of music, then, is the opportunity it gives for variety of emotional expression—the release of otherwise unexpressible thoughts and ideas, the correlation of a idea variety of emotional music, of the opportunity to “let off steam” and perhaps to resolve social conflict, the explosion of creativity itself, and the group of expression of hostilities. It is quite possible that a much widear variety of emotional expressions could be cited, but the examples given here indicate clearly the importance of this function of music Merriam, 1964:222-223 Menurut Merriam, salah satu fungsi musik yang penting, adalah ketika musik itu menyediakan atau memberikan berbagai variasi ekspresi emosi—hal yang tidak bisa diekspresikan dalam pikiran dan ide, hubungan dari berbagai variasi emosi dalam musik, kesempatan untuk “mengeluarkan amarah” dan kemungkinan-kemungkinan untuk meredakan atau meniadakan konflik sosial, meledakkan kreativitas itu sendiri, serta meledakkan sekumpulan ekspresi permusuhan. Sangat dimungkinkan, bahwa berbagai variasi ekspresi emosi yang luas dapat dikaji, tetapi contoh-contoh itu mengindikasikan secara jelas pentingnya fungsi emosi ini dalam musik. Fungsi ekspresi emosi katoneng-katoneng ini diungkapkan baik melalui media teks yang sifatnya verbal, maupun melodi dan ritme yang sifatnya musikal. Dlam konteks upacara cawir metua, dua ekspresi yaitu sedih karena diotinggalkan sang jenazah dan ekspresi gembira karena sang jenazah telah mati dalam keadaan Universitas Sumatera Utara mati yang sempurna cawir metua. Ekspresi ini dapat dilihat melalui lirik-lirik katoneng-katoneng berikut ini. Ibas perjumpan ngambur-ngamburken iluh e kalimbubu kami. Ija ibas ertenah nande beru pinem beru tambarmalem e. Ertenah pagi ia la erpudun man bandu. Ija ibas ia nehken perpadanen ras Dibata. Maka ersada kal bage karina ukur kami, ersada arih kami. Menurut biasanya, ngikutken peradaten si enggo-enggona. Maka ibas wari sekalenda, icawir me peradatan ujung nggeluh nande beru pinem e, kalimbubu kami. [Pada pertemuan yang sedih ini kalimbubu kami. Yang mana sudah mengundang nande beru Pinem beru Perangin-angin ini. Mengundang tanpa janji kepadamu. Dimana saat ia sudah menghadap Tuhan. Maka bersatulah semua hati kami, bersatu musyawarah kami. Menurut biasanya, sesuai adat sebelumnya. Maka pada hari ini, adat cawir metua dibuat kepada ibu beru Pinem, kalimbubu kami.] Kalimat demi kalimat di atas yang disenandungkan dalam bentuk katoneng-katoneng adalah mengekspresikan emosi pihak anak beru yaitu berupa perasaan sedih karena meninggalnya sang jenazah. Namun di sisi lain, pihak anak beru bekerja sekuat tenaga agar upacara berlangsung dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu kematian tersebut berdampak memberi semangat untuk keberhasilan upacara. Begitu juga ekspresi gembira karena sang jenazah telah mencapai derajat kematian cawir metua.

4.3.5 Fungsi kesinambungan kebudayaan