Penggunaan pada upacara cawir metua

upacaranya, dan berkaitan pula dengan konsumsi yang disediakan untuk keperluan upacara tersebut. Dalam kegiatan upacara ini, adat istiadat yang pertama kali dilakukan adalah ndalanken luah kalimbubu. Pemakaian ensambel musik gendang lima sidalanen dalam upacara mengket rumah mbaru ini memang tidak mutlak, tetapi sangat lazim dilakukan. Bagaimanapun dalam hal ini katoneng-katoneng adalah indeks dari upacara mengket rumah mbaru ini di dalam konteks kebudayaan Karo. Selain itu secara kekerabatan dan untuk integrasi sosialnya, maka semua pihak dalam rakut sitelu mengadakan kegiatan menari perlandek, yang urutannya ditentukan dalam adat ini. Selain itu, dalam upacara mengket rumah mbaru ini juga melibatkan pidato berupa nasihat dari unsur-unsur rakut sitelu tersebut. Dalam kebudayaan karo, saling memberikan nasihat ini memang menjadi kebiasaan di kalangan mereka. Saling menasihati ini akan memberikan arah yang baik bagi melakukan kontinuitas kebudayaan Karo.

4.2.2 Penggunaan pada upacara cawir metua

Nyanyian katoneng-katoneng yang disenandungkan oleh penyanyi tradisional; Karo yang disebut perkolong-kolong juga merupakan indeks dari upacara syukur lainnya, yaitu apa yang disebut dengan upacara cawir metua. Upacara ini adalah menjadi fokus perhatian penulis di dalam konteks penelitian yang kemudian ditulis dalam bentuk tesis ini. Upacara cawir metua secara umum adalah upacara bersyukur atas meninggalnya kerabat dari dunia ini, yang mana ia telah berusia relative lanjut, Universitas Sumatera Utara dan berhasil menjadi manusia “sempurna,” karena telah memiliki keturunan, dan semua keturunannya tersebut telah berumah tangga. Kematian seperti ini adalah kematian yang paling baik derajatnya dalam konsep kebudayaan Karo. Kematian adalah salah satu fase menuju dunia akhirat di dalam sistem religi orang-orang Karo. Ketika ia menuju kea lam lain tersebut, maka anak dan cucunya serta kerabat-kerabatnya yang masuk ke dalam lingkup rakut sitelu, secara otomatis melakukan upacara cawir metua ini, yang pelaksanaannya dilakukan menurut adat istiadat Karo, yang dikaitkan pula dengan sistem religi yang dianutnya. Upacara cawir metua ini biasanya dilakukan selama dua atau tiga hari, yang melibatkan aktivitas musikal, tarian, dan upacara. Unsur musikal didukung oleh penggunaan ensambel gendang yang disebut gendang lima sidalanen, yang terdiri dari alat-alat musik yang dimainkan oleh para musisi si erjabaten, yaitu: sarune, gendang singanaki, gendang singindungi, penganak, dan gung. Kelima gendang ini kemudian disertai dengan nyanyian katoneng-katoneng yang dinyanyikan oleh perkolong-kolong. Semua aktivitas ini melibatkan unsur rakut sitelu dalam konteks kekerabatan di dalam kebudayaan Karo. Tema utama katoneng-katoneng dalam konteks upacara cawir metua ini adalah tentang si jenazah ketika hidup. Juga berbagai kata-kata yang bersifat puitis yang menjadi filsafat hidup orang Karo pada umumnya. Demikian pula di dalamnya terkandung nilai-nilai kegotongroyongan, keeteguhan bersikap, tujuan hidup di dunia ini, nasehat-nasehat, dan lain-lainnya. Universitas Sumatera Utara Seperti yang telah diuraikan di dalam bab sebelumnya, maka secara umum struktur urutan acara adat cawir metua dalam kebudayaan Karo pada umumnya, yang berlangsung adalah sebagai berikut ini. 1. Sukut berangkat dari rumah dan disambut oleh anak berunya di jambur, 2. Nangketken ose memakaikan ose kepada sukut, 3. Landek kempu seluruh cucu dari yang meninggal dunia menari berpasangan, 4. Landek adat sukut, 5. Landek adat sembuyak, 6. Landek adat siparibanen, sipemeren, 7. Memberikan kata pengapul atau kata teman meriah, 8. Acara nggalari utang adat, 9. Landek adat tegun sipemeren, siparibanen, puang nupuang, 10. Landek adat tegun kalimbubu, 11. Landek adat tegun senina, 12. landek adat kalimbubu, dan 13. Landek adat anak beru. Kegiatan pada upacara cawir metua yang melibatkan nyanyian katoneng- katoneng yang dilantunkan oleh perkolong-kolong ini, memiliki nilai-nilai dan kearifan local Karo, yang tetap sesuai dengan perkembangan zaman sampai sekarang ini. Di antara nilai dan kearifan local katoneng-katoneng dalam konteks upacar cawir metua adalah sebagai berikut: a nilai orientasi hidup orang Karo untuk mendidik keturunan agar menjadi orang-orang yang berguna bagi masyarakat luas; b nilai ketuhanan yaitu rasa bersyukur kepada Tuhan Yang maha Kuasa oleh kerabat yang ditinggalkan jenazah atas semua jasa-jasanya ketika masih hidup di dunia ini, semua itu dapat terjadi atas ijin Tuhan; c nilai- nilai kebersamaan, yaitu dengan penyelenggaraan upacara ini dengan melibatkan kegiatan musikal, tari, dan upacara secara adat, maka baik itu pihak rakut sitelu atau masyarakat sekitar dan undangan merasakan integrasi sosial. Dalam konteks Universitas Sumatera Utara ini kebersamaan ini akan menjadi daya dorong kebersamaan dan mendukung kekuatan konsistensi internal kebudayaan Karo secara umum.

4.2.3 Penggunaan pada pesta tahun