di saat engkau telah menghadap Tuhan Maha Pencipta. Pada hari ini, telah berkumpul dan menari saudara semarga kita, marga Ginting, tak
ketinggalan saudara satu nenek, saudara sepupu, sepengambilan, serta saudara satu kelompok lainnya.]
Dari kalimat demi kalimat atau larik demi larik pada katoneng-katoneng di ats tergambar dengan jelas unsur menghormati orang tua yang telah meninggalkan
mereka semua di dunia ini. Nilai-nilai perjuangan di dalam masa kehidupannya perlu untuk dilanjutkan oleh semua keturunannya. Dengan demikian fungsi utama
dari katoneng-katoneng adalah untuk menghormati orang tua leluhur yang baru saja meninggalkan dunia fana ini menuju ke dalam alam berikutnya, yaitu alam
akhirat.
4.3.2 Fungsi sebagai ekspresi bersyukur kepada Tuhan atas berkat-Nya
Fungsi katoneng-katoneng lainnya adalah sebagai ekspresi atau pengungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat-Nya
kepada sang jenazah selama hidupnya, yang sekaligus menadi berkah kepada keluarga yang ditinggalkannya. Berkat itu bagi jenazah adalah dengan diberinya
usia lanjut oleh Tuhan, juga segala rezeki. Yang utama pula berkat itu adalah berupa pemberian Tuhan berupa anak kepada sang jenazah selama hidupnya.
Kemudian anak-anaknya ini juga berumah tangga membentuk keluarga yang bahagia.
Pelanjutan atau kesinambungan keturunan yang kemudian secara sosial dipandang berhasil, adalah tujuan yang dicita-citakan oleh semua orang Karo,
yang dilandasi oleh konsep-konsep adatnya. Dengan adanya anak-anak yang
Universitas Sumatera Utara
kemudian dididik secara beradab, dan kemudian berhasil di masyarakat, maka akan lestari pula kebudayaan Karo tersebut di muka bumi ini. Anak adalah berkat
bagi orang tuanya dan sekaligus dapat menjadi penopang prestise sosial seseorang di dalam kebudayaan Karo. Namun sebuah keluarga tidak cukup hanya
membesarkan anak-anaknya secara kuantitatif saja, yang lebih penting dari itu adalah mendidiknya agar menjadi generasi muda Karo yang berkualitas,
berkarakter, dan mampu menjawab tantangan alam dan budaya. Demikian kira- kira persepsi masyarakat Karo pada umumnya tentang berkat Tuhan berupa anak
ini. Konsep-konsep mengenai rasa syukur atas berkat Tuhan kepada sang jenazah
selama hidupnya ini diekspresikan di dalam katoneng-katoneng pula. Bagaimanapun jenazah yang telah meninggalkan mereka semua adalah menjadi
berkat kepada semua keturunannya di dunia ini. Jenazah ini selama hidupnya sudah menjadi manusia yang sempurna yang memiliki kepekaan sosial kepada
sesama, serta dikaruniai Tuhan anak-anak yang juga memiliki perilaku dan kemampuan sosial yang baik. Itulah yang menjadi keinginan setiap warga etnik
Karo.
4.3.3 Fungsi sebagai pengabsahan upacara
Sebagai sebuah bentuk seni, maka katoneng-katoneng yang digunakan dalam upacara cawir metua di dalam kebudayaan Karo, tanpa disadari adalah juga
mengabsahkan upacara tersebut. Walau bukan sebuah kewajiban secara adat untuk melaksanakan pertunjukan katoneng-katoneng dalam setiap kematian cawir
Universitas Sumatera Utara
metua, namun sejauh pengalaman penulis, belum pernah penulis jumpai acara cawir metua yang tidak melibatkan pertunjukan katoneng-katoneng bersama
dengan ensambel gendang lima sidalanen. Jadi dengan melihat realitas sosial yang sedemikian rupa ini, maka dapat
dikatakan bahwa nyanyian katoneng-katoneng merupakan institusi seni dalam kebudayaan Karo yang fungsinya adalah untuk mengabsahkan upacara cawir
metua, di samping juga upacara mengket rumah mbaru atau juga pesta tahun. Dengan kedudukannya sebagai pengabsah upacara ini, maka katoneng-katoneng
memiliki peran strategis di dalam upacara ini. Tanpa adanya katoneng-katoneng memang upacara cawir metua tetap diakui secara adat, namun akan lebih baik lagi
jika menggunakan katoneng-katoneng. Fungsi pengabsah upacara ini juga didukung oleh kenyataan bahwa
katoneng-katoneng merupakan pertunjukan kebudayaan sebagai indeks dari upacara cawir metua, mengket rumah mbaru, dan pesta tahun. Tanpa adanya
katoneng-katoneng, maka masyarakat Karo secara umum tidak dapat menerjemahkan upacara apa yang sedang berlangsung tersebut secara
komunikatif. Seandainya upacara cawir metua diselenggarakan tanpa menyertakan katoneng-katoneng maka akan muncul berbagai pertanyaan di dalam
pikiran setiap masyarakat Karo tentang kegiatan tersebut. Jadi walaupun tidak wajib, namun fungsi katoneng-katoneng dalam upacara cawir metua ini dapat
dikatakan sebagai pengabsah upacara.
Universitas Sumatera Utara
4.3.4 Pengungkapan Emosi