Peningkatan Harga Kakao Sebesar 15 persen.

dunia cenderung meningkat dan sedikit mengalami penurunan, sehingga hanya ditetapkan sebesar 5 persen. Tabulasi PAM untuk skenario 5 yaitu penurunan harga kakao sebesar 5 persen disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Tabulasi PAM Skenario Penurunan Harga Kakao 5 Persen KOMPONEN Penerimaan Biaya Keuntungan tradable faktor PRIVAT 122,829,839.00 60,251,878.00 63,306,333.10 -728,372.10 SOSIAL 101,434,007.17 44,853,866.70 58,901,999.50 -2,321,859.03 DIVERGENSI 21,395,831.83 15,398,011.30 4,404,333.60 1,593,486.93 Skenario ini mengakibatkan dayasaing komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala menjadi tidak memiliki dayasaing dari segi keunggulan komparatif maupun kompetitifnya. Hal ini dilihat dari nilai keuntungan baik privat maupun sosial yang negatif yaitu Rp 728,372.10 dan Rp 2,321,859.03. selain itu juga tercermin dari nilai DRC yaitu 1.06 dan PCR yaitu 1.01 Tabel 20. Berdasarkan indikator tersebut, pengusahaan komoditas kakao tidak efisien dilaksanakan di Indonesia padahal kebijakan yang diterapkan sudah efektif yang tercermin dari nilai EPC sebesar 1.11.

6.3.6. Peningkatan Harga Kakao Sebesar 15 persen.

Peningkatan harga merupakan skenario yang sangat mungkin terjadi di lokasi penelitian dan Indonesia pada umumnya. Peningkatan harga akan terjadi saat kualitas kakao meningkat. Penetapan 15 persen berdasarkan fakta bahwa kakao Indonesia dikenakan pemotongan harga sebesar 5-15 persen dari harga kakao dunia. Oleh karena itu, peningkatan harga kakao sangat mungkin terjadi mengingat saat ini banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas kakao salah satunya upaya penerapan fermentasi yang baik di perkebunan rakyat. Tabulasi PAM untuk skenario 6 yaitu terjadinya peningkatan harga kakao sebesar 15 persen disajikan pada Tabel 26. Tabel 26. Tabulasi PAM Skenario Peningkatan Harga Kakao 15 Persen KOMPONEN Penerimaan Biaya Keuntungan Tradable faktor PRIVAT 148,688,752.70 60,251,878.00 63,306,333.10 25,130,541.60 SOSIAL 122,788,534.99 44,853,866.70 58,901,999.50 19,032,668.79 DIVERGENSI 25,900,217.71 15,398,011.30 4,404,333.60 6,097,872.81 Skenario ini menghasilkan dayasaing tertinggi dibandingkan skenario lainnya bahkan kondisi normalnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai keuntungan privat dan keuntungan sosial yang meningkat hampir lima kali lipat dari kondisi semulai yaitu menjadi Rp 25,130,541.60 dan Rp 19,032,668.79. Di samping itu, nilai PCR dan DRC juga menunjukkan kondisi optimal yang paling mendekati nol dibandingkan kondisi lainnya. Nilainya masing-masing adalah 0.72 dan 0.76 Tabel 20. Kebijakan pemerintah pada skenario ini pun sudah efektif yang dilihat dari nilai Koefisien Proteksi efektif EPC sebesar 1.13. Dengan demikian, perkebunan Afdeling Rajamandala pada skenario ini akan membayar biaya lebih rendah 13 persen dari biaya imbangan. Skenario ini dapat dicapai jika kualitas kakao juga mengalami peningkatan. Perkebunan Afdeling Rajamandala sendiri sebenarnya mampu menghasilkan kakao yang lebih berkualitas yaitu kakao dengan grade AA. Namun belum ada konsumen yang mampu menerima dengan tingkat harga yang seharusnya lebih tinggi. Kondisi perkakaoan nasional pun sangat mungkin untuk ditingkatkan kualitasnya mengingat saat ini masih belum adanya perlakuan fermentasi atau upaya pengolahan yang sempurna. Jika kualitas kakao Indonesia dapat ditingkatkan, pemotongan harga oleh negara konsumen diharapkan akan berkurang bahkan tidak diberlakukan lagi. Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan, kurs mata uang cukup berpengaruh terhadap dayasaing komoditas kakao karena kakao merupakan komoditas internasional. Untuk meningkatkan dayasaing komoditas kakao khususnya di perkebunan afdeling Rajamandala, upaya yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan kontrak kerjasama dengan negara importir kakao agar fluktuasi niai tukar rupiah tidak menyebabkan dayasaing kakao menurun. \ Jika produktivitas kakao di lokasi penelitian mengalami penurunan yang lebih dari atau sama dengan 10 persen, maka komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala tidak akan memiliki dayasaing baik secara kompetitif maupun komparatif. Dari fakta tersebut dapat diketahui bahwa komoditas kakao khususnya di lokasi penelitian harus memiliki produktivitas yang tinggi agar tetap berdayasaing. Produktivitas yang meningkat akan mendorong terhadap peningkatan dayasaing komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala. Faktor lain yang berpengaruh penting adalah harga kakao. Harga identik dengan kualitas. Oleh karena itu, untuk menjaga agar komoditas kakao tetap berdayasaing, kualitas kakao di Afdeling Rajamandala harus tetap dipertahankan bahkan ditingkatkan untuk memperoleh hasil seperti pada skenario 6 yaitu peningkatan harga kakao sebesar 15 persen. Adapun komoditas kakao Indonesia yang sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat tentunya harus lebih ditingkatkan lagi kualitasnya agar memiliki dayasaing yang lebih tinggi. VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan