I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Pentingnya sektor pertanian tersebut dapat dilihat
dari lima alasan utama. Pertama, sektor pertanian merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia karena hampir 75 persen angkatan kerja
tergantung kepada sektor agribisnis. Kedua, sektor pertanian merupakan pengha- sil bahan makanan pokok, sementara itu ketahanan pangan merupakan prasyarat
utama bagi tercapainya ketahanan ekonomi maupun ketahanan sosial. Ketiga, besarnya nilai investasi di sektor pertanian. Keempat, sektor pertanian masih me-
nempati posisi penting sebagai penyumbang terhadap pendapatan nasional PDB. Kelima, sektor pertanian merupakan penyumbang devisa yang relatif besar dan
cukup lentur dalam menghadapi gejolak moneter dan krisis ekonomi Gumbira 2001.
Sektor pertanian mencakup subsektor tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan dan hasil-hasilnya. Masing-masing
dari subsektor tersebut berperan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun sebagai komoditas ekspor yang berperan dalam menyumbang
devisa negara. Subsektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian
nasional salah satunya adalah perkebunan. Peranan penting perkebunan diantara- nya adalah sebagai penyedia lapangan kerja, penghasil devisa negara, dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2008 sub sektor perkebunan menjadi sumber penghidupan bagi 17,1 juta tenaga kerja
1
. Komoditas perkebunan juga menjadi andalan ekspor Indonesia di pasar internasional. Tabel 1 menunjuk-
kan volume perdagangan beberapa komoditas perkebunan Indonesia.
1 Departemen Perindusrtian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Hlm 5
Tabel 1. Neraca Ekspor Beberapa Komoditas Perkebunan Indonesia Tahun 2003- 2005 Juta Ton
Komoditas 2003
2004 2005
Volume Kg Nilai USD
Volume Kg Nilai USD
Volume Kg Nilai USD
Kelapa 773.119.288
221.608.141 823.315.967
329.686.546 1.246.962.298
513.734.614 Karet
1.650.398.733 1.465.444.557
1.866.025.028 2.164.565.135
2.024.745.437 2.584.079.896
Kelapa Sawit
7.821.442.953 2.764.474.150
10.967.882.167 4.030.764.321
13.131.028.547 4.430.920.909
Kopi 323.903.645
259.106.580 344.076.860
294.114.392 445.929.794
504.407.211 Teh Hijau
88.175.532 95.815.624
98.571.840 116.017.816
102.293.988 121.495.666
Lada 51.545.619
93.444.579 32.363.776
55.636.738 34.530.847
58.437.362 Tembakau
40.639.089 62.873.486
46.462.369 90.617.970
49.711.610 107.281.764
Kakao 357.737.269
623.933.553 368.757.742
549.347.769 465.161.610
667.993.359
Cengkeh 15.688.103
24.929.394 9.059.868
16.037.087 7.682.658
14.916.386 Vanili
6.363.127 19.275.235
740.993 16.501.698
277.650 5.346.612
Total 11,129,013,358
5,630,905,299 14,557,256,610
7,663,289,472 17,508,324,439
9,008,613,779
Sumber: Departemen Pertanian 2006
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa volume dan nilai ekspor komoditas perkebunan mayoritas mengalami peningkatan selama periode 2003-
2005. Ekspor komoditas perkebunan didominasi oleh kelapa sawit, karet, kakao, kopi dan kelapa. Volume dan nilai ekspor komoditas perkebunan yang menga-
lami penurunan selama periode tersebut adalah lada, cengkeh dan vanili. Komoditas perkebunan Indonesia yang cukup potensial adalah kakao.
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional. Peranan tersebut terutama sebagai
penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber devisa negara terbesar ketiga dari subsektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan nilai sebesar US
Dollar 667 juta pada tahun 2005. Dalam konteks dunia, kakao diproduksi oleh lebih dari 50 negara yang
berada di kawasan tropis yang secara geografis dapat dibagi dalam tiga wilayah yaitu Afrika, Asia Oceania dan Amerika Latin. Secara umum produsen kakao
dunia yang terbagi dalam tiga wilayah tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Produsen Kakao Dunia Tahun 2003-2006
Produsen 2003
2004 2005
2006 Pro-
duksi rata-
rata Prod.
Ribu Ton
Prod. Ribu
Ton Prod.
Ribu Ton
Prod. Ribu
Ton
Afrika 2231
70.4 2550
72.1 2379
70.3 2577
71.8 71.2
Amerika 428
13.5 462
13.1 443
13.1 447
12.4 13.0
Asia Oceania
510 16.1
525 14.8
560 16.6
568 15.8
15.8
Total Dunia
3169 100
3537 100
3382 100
3592 100
Sumber: International Cocoa Organization 2007
Produsen terbesar kakao dunia berada di benua Afrika yang menghasilkan rata-rata 71.2 persen per tahun selama tahun 2003 sampai 2006 dari total
keseluruhan kakao yang diproduksi oleh dunia. Diikuti oleh benua Asia dan Oceania yang menyumbangkan rata-rata 15.8 persen per tahun kakao dunia, serta
benua Amerika yang memberikan proporsi terkecil yaitu rata-rata 13.0 persen per tahun. Adapun negara produsen kakao dunia secara spesifik dapat dilihat pada
Tabel 3. Tabel 3. Negara Produsen Kakao
Produsen Produksi Biji Kakao Dunia ribu ton
Produksi rata-rata
2003 2004
2005 2006
Kamerun 160
5.05 162
4.58 184
5.44 168
4.68 4.94
P.Gading 1352 42.66
1407 39.78 1286 38.02
1387 38.61
39.77 Ghana
497 15.68 737 20.84
599 17.71 741
20.63 18.72
Nigeria 173
5.46 180
5.09 200
5.91 170
4.73 5.30
Brazil 163
5.14 163
4.61 171
5.06 162
4.51 4.83
Ekuador 86
2.71 117
3.31 116
3.43 115
3.20 3.16
Indonesia 410 12.94
430 12.16 460 13.60
470 13.08
12.95 Malaysia
36 1.14
34 0.96
29 0.86
30 0.84
0.95 P. Nugini
43 1.36
39 1.10
48 1.42
48 1.34
1.31 Lainnya
249 7.86
268 7.58
289 8.55
301 8.38
8.09 Total
3169 100
3537 100
3382 100
3592 100
Sumber: International Cacao Organization 2007
Indonesia merupakan Negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Pemasok utama kakao dunia adalah Pantai
Gading dengan rata-rata produksi per tahun sebesar 39.77 persen, Ghana sebesar 18.72 persen dan Indonesia 12.95 persen. Pemasok lainnya adalah Kamerun 4.94
persen, Nigeria 5.30 persen, Brasil sebanyak 4.83 persen, dan Ekuador sebanyak 3.16 persen.
Produksi kakao yang relatif meningkat dari tahun ke tahun didorong oleh adanya peningkatan konsumsi kakao dunia. Hal ini disebabkan oleh adanya
peningkatan jumlah penduduk dunia dan pengaruh perbaikan ekonomi atau tingkat kesejahteraan masyarakat. Data konsumsi kakao dunia secara kumulatif
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsumsi Kakao Dunia Tahun 2001-2005
Negara Volume Konsumsi ton
2002 2003
2004 2005
Eropa 1,489,600 50.8
1,520,400 50.7 1,589,700
49.7 1,606,700
49.6 Afrika
68,000 2.3
74,900 2.5
75,900 2.4
85,200 2.6
Amerika 1,004,900 34.3
1,029,000 34.3 1,126,500
35.2 1,118,700
34.5 Asia
Oceania 358,900 12.2
377,700 12.6 407,000
12.7 429,000
13.2
Total 2,930,000
100 3,002,000
100 3,199,000
100 3,240,000
Sumber : Asosiasi Kakao Indonesia 2006
Konsumsi kakao dunia didominasi oleh Negara Eropa, Amerika Serikat, atau negara-negara industri dengan pendapatan per kapita jauh di atas US dollar
1.000. Eropa mengkonsumsi kakao rata-rata 49.6 persen dari total konsumsi kakao dunia, sementara Amerika Serikat rata-rata konsumsinya 34.55 persen walaupun
konsumsi kakao di Amerika Serikat mengalami penurunan sebesar satu persen pada tahun 2005 yaitu dari 34.3 persen menjadi 35.2 persen. Adapun konsumsi
rata-rata kakao negara Asia adalah 13.2 persen dan Afrika 2.6 persen. Adapun perbedaan pertumbuhan produksi dan konsumsi kakao di tingkat
dunia dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Produksi dan Konsumsi Kakao Dunia Tahun 2002-2006
Sumber : ICCO International Cocoa Organization
Berdasarkan Gambar 1, dapat diketahui bahwa pertumbuhan produksi kakao dunia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi
kakao dunia. Pertumbuhan produksi kakao dunia rata-rata sebesar 6.2 persen per tahun sedangkan pertumbuhan konsumsi kakao dunia rata-rata sebesar 4.0 persen
per tahun. Walaupun kondisi pertumbuhan konsumsi kakao dunia saat ini relatif lebih rendah dari pertumbuhan produksinya, namun pertumbuhan konsumsi kakao
dunia diikuti oleh kecenderungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. ICCO International Cocoa Organization memperkirakan produksi kakao
dunia pada tahun 2011 akan mencapai 4.05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4.10 juta ton, sehingga akan terjadi kekurangan supply sekitar 50 ribu
ton per tahun
2
. Hal ini diperkirakan akan terus berlangsung pada tahun-tahun berikutnya. Dari perkiraan ICCO tersebut, pasar kakao dunia dapat dikatakan
masih terbuka lebar yang diperkuat oleh tingkat harga kakao dunia yang cenderung mengalami peningkatan walaupun senantiasa berfluktuasi.
Kondisi perkakaoan nasional pun menarik untuk diperhatikan. Kakao Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan. Permasalahan tersebut
diantaranya adalah kualitas biji kakao yang rendah yang bermula dari subsistem usahatani sampai dengan subsistem penunjang. Kualitas dan harga memiliki
korelasi yang positif. Oleh karena itu, rendahnya kualitas kakao Indonesia secara
otomatis akan menyebabkan harga kakao Indonesia di pasar internasional juga relatif rendah. Tabel 5 menunjukkan tingkat harga rata-rata kakao dunia dan
Indonesia.
Tabel 5. Harga Rata-rata Kakao Dunia dan Indonesia Tahun 2001-2007 Tahun
Harga Rata-rata Kakao US per ton
Harga Rata-rata Kakao Indonesia
US per ton 2001
1088.7 979.2
2002 1778.0
1600.2 2003
1754.9 1578.6
2004 1548.4
1393.2 2005
1538.1 1384.2
2006 1590.1
1431.0 2007
1934.6 1740.6
Sumber: International Cocoa Organization 2007
Kualitas sebagai indikator dayasaing sangat memengaruhi tingkat harga. Oleh karena itu, ketika kakao Indonesia dinilai berkualitas rendah secara otomatis
harga yang ditetapkannya pun akan berada di bawah harga kakao yang berlaku di tingkat dunia. Rendahnya kualitas kakao Indonesia yaitu 85 persen dari total
produksi adalah kakao yang tidak terfermentasi. Kualitas yang rendah dicirikan oleh kandungan asam yang tinggi, rendahnya senyawa prekursor flavour, dan
rendahnya kadar lemak
3
. Hal ini juga yang menjadi alasan utama mengapa harga biji kakao Indonesia dikenakan potongan yang cukup tinggi yaitu sekitar 10
sampai dengan 15 persen dari harga pasar dunia atau terkena diskon sampai USD 200 per ton.
Dalam hal produksi, luas areal perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun waktu 20 tahun. Pada tahun 2006, perkebunan
kakao Indonesia luas arealnya mencapai 1,19 juta hektar dan 92,8 persen bagiannya merupakan perkebunan rakyat dengan rata-rata pertumbuhan lahan
selama empat tahun terakhir sebesar 7,4 persen per tahun. Sebanyak 7,2 persen bagian lainnya merupakan perkebunan negara dan swasta
4
.
Walaupun demikian, dari luas areal 1,19 juta hektar perkebunan rakyat tersebut hanya 70 persennya saja yang dapat menghasilkan. Rendahnya
produktivitas lahan tersebut dikarenakan oleh banyaknya tanaman kakao yang berusia lebih dari 25 tahun dan belum merupakan Tanaman Menghasilkan TM.
Produktivitas per luas lahan tertinggi ternyata dicapai oleh perkebunan negara karena memiliki persentase TM terhadap luas lahan tertinggi dibandingkan
perkebunan rakyat dan perkebunan swasta. Luas lahan dan luas tanaman menghasilkan TM perkebunan kakao Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Luas Lahan dan Luas Tanaman Menghasilkan Perkebunan Kakao Indonesia
2003 2004
2005 2006
Ribu ha Luas
TM Ribu ha
luas TM
Ribu ha luas
TM Ribu ha
luas TM
Luas Areal
Luas TM
Luas Areal
Luas TM
Luas Areal
Luas TM
Luas Areal
Luas TM
PR 861.1
583.1 67.7
1003.3 704.9
70.3 1081.1
747.8 69.2 1105.7 773.2
69.9 PN
49.9 38.0
76.2 38.7
33.7 87.1
38.3 33.7
88.0 38.5
34.4 89.4
PS 50.2
35.0 69.7
49.0 31.6
64.5 47.6
31.1 65.3
47.6 31.7
66.6
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan 2007, diolah
Persentase tertinggi luas tanaman menghasilkan dicapai oleh perkebunan negara yaitu 89 persen sehingga produktivitas tertinggi terhadap luas lahan pun
dicapai oleh perkebunan negara. Perkebunan rakyat dan perkebunan swasta memiliki jumlah TM yang lebih rendah yaitu 69 dan 66 persen walaupun jika
dilihat dari segi luas areal, perkebunan negara memiliki luas areal lebih rendah dibandingkan perkebunan rakyat.
1.2. Perumusan Masalah