Walaupun demikian, dari luas areal 1,19 juta hektar perkebunan rakyat tersebut hanya 70 persennya saja yang dapat menghasilkan. Rendahnya
produktivitas lahan tersebut dikarenakan oleh banyaknya tanaman kakao yang berusia lebih dari 25 tahun dan belum merupakan Tanaman Menghasilkan TM.
Produktivitas per luas lahan tertinggi ternyata dicapai oleh perkebunan negara karena memiliki persentase TM terhadap luas lahan tertinggi dibandingkan
perkebunan rakyat dan perkebunan swasta. Luas lahan dan luas tanaman menghasilkan TM perkebunan kakao Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Luas Lahan dan Luas Tanaman Menghasilkan Perkebunan Kakao Indonesia
2003 2004
2005 2006
Ribu ha Luas
TM Ribu ha
luas TM
Ribu ha luas
TM Ribu ha
luas TM
Luas Areal
Luas TM
Luas Areal
Luas TM
Luas Areal
Luas TM
Luas Areal
Luas TM
PR 861.1
583.1 67.7
1003.3 704.9
70.3 1081.1
747.8 69.2 1105.7 773.2
69.9 PN
49.9 38.0
76.2 38.7
33.7 87.1
38.3 33.7
88.0 38.5
34.4 89.4
PS 50.2
35.0 69.7
49.0 31.6
64.5 47.6
31.1 65.3
47.6 31.7
66.6
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan 2007, diolah
Persentase tertinggi luas tanaman menghasilkan dicapai oleh perkebunan negara yaitu 89 persen sehingga produktivitas tertinggi terhadap luas lahan pun
dicapai oleh perkebunan negara. Perkebunan rakyat dan perkebunan swasta memiliki jumlah TM yang lebih rendah yaitu 69 dan 66 persen walaupun jika
dilihat dari segi luas areal, perkebunan negara memiliki luas areal lebih rendah dibandingkan perkebunan rakyat.
1.2. Perumusan Masalah
Sistem perdagangan internasional menghadapkan dunia pada banyak pilihan. Produk atau komoditas yang memiliki dayasainglah yang akan terpilih
oleh konsumen dunia. Dayasaing sangat identik dengan kualitas sedangkan harga merupakan indikator utama dari kualitas. Oleh karena itu, komoditas yang
berkualitas tinggi akan dinilai dengan harga yang tinggi dan begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan fakta tersebut, komoditas-komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor harus memiliki dayasaing agar dapat diterima oleh konsumen
dunia. Kakao merupakan salah satu komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor sehingga akan menghadapi persaingan di pasar internasional. Oleh karena itu,
perlu adanya pengkajian mengenai dayasaing kakao Indonesia. Pengusahaan kakao di Indonesia dilaksanakan oleh tiga pihak yaitu
Perkebunan rakyat, Perkebunan Negara, dan Perkebunan Swasta. Perkebunan rakyat merupakan perkebunan penghasil kakao terbesar di Indonesia dengan luas
lahan mencapai 92 persen dari total keseluruhan luas areal perkebunan Indonesia, sedangkan sisanya merupakan perkebunan swasta dan perkebunan Negara.
Perkebunan rakyat sebagai produsen kakao dengan luas lahan terbesar dibandingkan perkebunan Negara dan swasta tentu akan menghasilkan kakao
dalam jumlah yang paling besar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kakao Indonesia yang dinilai berkualitas rendah di pasar dunia karena tidak
terfermentasi secara sempurna unfermented berasal dari perkebunan rakyat. Di sisi lain, kakao Indonesia ternyata tidak keseluruhannya berkualitas
rendah. Kakao yang telah terfermentasi dengan sempurna bahkan memiliki kualitas berstandar internasional mampu dihasilkan oleh produsen kakao
Indonesia yaitu perkebunan negara. Hal ini tidak terlepas dari teknik budidaya kakao yang benar serta adanya teknologi pengolahan terutama fermentasi yang
sempurna. Tabel 7 menunjukkan kualitas kakao yang berstandar Internasional.
Tabel 7. Kualitas Kakao Berstandar Internasional
No Karakteristik
Mutu A Mutu B
Standar 1
Jumlah Biji100 gr maks 100
110 120
2 Kadar air, bb
7.5 7.5
7.5 3
Berjamur, bb maks 3
4 4
4 Tak terfermentasi bb maks
3 8
8 5
Berserangga, hampa, berkecambah, bb maks 3
6 6
6 Biji pecah, bb maks
3 3
3 7
Benda asing, bb maks 8
Kemasan kg, nettokarung 62.5
62.5 62.5
Sumber: Kadin Indonesia 2007
PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala merupakan salah satu perkebunan negara penghasil kakao berkualitas terbaik di Jawa Barat. Teknologi
pengolahan pun telah tersedia dan mampu menghasilkan kakao berkualitas standar internasional sesuai dengan Tabel 7. Oleh karena itu, perlu dikaji
mengenai dayasaing pengusahaan komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala. Jika terbukti memiliki dayasaing, perkebunan
kakao rakyat yang berdayasaing lemah di pasar internasional dapat mengadopsi teknologi pengolahan terutama fermentasi maupun aktivitas budidaya yang telah
diterapkan oleh perkebunan Afdeling Rajamandala. Mengingat kakao merupakan komoditas perkebunan Indonesia yang
berorientasi ekspor, perdagangannya tidak terlepas dari kebijakan pemerintah seperti tarif, kuota, subsidi, dan pajak. Kebijakan tersebut erat kaitannya dengan
output dan input pengusahaan komoditas kakao. Kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan komoditas kakao diantaranya adalah penetapan pajak
pertambahan nilai sebesar 10 persen
5
. Pajak ini ditetapkan untuk setiap kakao yang dibeli oleh pabrik dalam negeri sedangkan untuk tujuan ekspor tidak
dikenakan pajak. Kebijakan ini tentunya akan mengakibatkan produsen kakao dalam negeri lebih memilih untuk melakukan kegiatan ekspor. Dampak lain yang
terjadi adalah industri pengolah kakao domestik kekurangan pasokan bahan baku kakao.
Kebijakan pemerintah yang ada juga akan memengaruhi dayasaing komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala.
Kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap input dan output pengusahaan komoditas kakao di Afdeling Rajamandaka. Kebijakan yang mengakibatkan biaya
input menurun dan menambah nilai guna output akan meningkatkan dayasaing komoditas kakao, sedangkan kebijakan yang mengakibatkan biaya input menjadi
naik dan nilai guna output menurun akan menurunkan juga dayasaing. Oleh karena itu, maka diperlukan analisis kebijakan pemerintah yang memengaruhi
dayasaing pengusahaan komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala.
Berdasarkan pemaparan tersebut, yang menjadi pertanyaan penelitian adalah:
1. Bagaimana dayasaing komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay
Afdeling Rajamandala Jawa Barat sebagai produsen kakao yang berkualitas? 2.
Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Jawa Barat?
3. Bagaimana pengaruh perubahan produktivitas, harga kakao, dan kurs rupiah
terhadap dayasaing komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Jawa Barat?
1.3. Tujuan Penelitian