Kerangka Pemikiran Operasional Analisis dayasaing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas kakao (Kasus : PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Bandung)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Konsumsi makanan dan minuman cokelat sebagai hasil olahan kakao pada era milenium juga tidak lagi didomonasi oleh kalangan tertentu, tetapi sudah menjadi sangat umum oleh segala lapisan masyarakat khususnya anak-anak dan kaum muda. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan prospek pasar makanan dan minuman cokelat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi salah satu faktor pendorong berubahnya pola konsumsi masyarakat terhadap produk cokelat tersebut. Berbagai produk makanan dan minuman cokelat tersebut berasal dari buah kakao. Oleh karena itu, pengusahaan komoditas kakao menjadi sangat penting dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat akan cokelat. Indonesia tercatat sebagai negara produsen terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Namun, hal ini tidak membuat harga produk kakao Indonesia mampu bersaing dengan negara produsen lain seperti Malaysia dan Singapura. Hal ini dikarenakan kualitas biji kakao Indonesia yang masih rendah sehingga tidak memiliki dayasaing yang baik. Kakao Indonesia yang dinilai berkualitas rendah karena tidak terfermentasi dengan sempurna dihasilkan oleh perkebunan rakyat padahal di sisi lain kakao berkualitas mampu dihasilkan oleh perkebunan Negera Indonesia. Selain itu, produktivitas kakao per luas lahan di perkebunan Negara lebih tinggi dibandingkan perkebunan rakyat. PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala merupakan salah satu perkebunan Negara yang menghasilkan kakao berkualitas. Di samping itu, karena kakao merupakan komoditas berorientasi ekspor maka dalam perdagangannya tidak terlepas dari kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah tersebut dapat berupa kebijakan subsidi maupun kebijakan perdagangan. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai dayasaing komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala dan dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis bagaimana dayasaing biji kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Bandung serta menganalisis bagaimana dampak kebijakan pemerintah selama ini terhadap dayasaing kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Bandung. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah menganalisis bagaimana dayasaing komoditas kakao Indonesia di PTPN VIII Rajamandala Jawa Barat. Analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis dayasaing adalah Matriks Kebijakan Pemerintah Policy Analysis MatrixPAM. Melalui hasil PAM tersebut dapat diketahui keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas kakao. Keunggulan kompetitif tercermin dari nilai keuntungan privat dan rasio biaya privat sedangkan keunggulan komparatif tercermin dari keuntungan sosial dan rasio biaya sumberdaya domestik. Tahap selanjutnya adalah menaganalisis dampak kebijakan pemerintah selama ini terhadap dayasaing komoditas kakao di perkebunan afdeling Rajamandala. Pendekatan yang dilakukan juga melalui Matriks Kebijakan pemerintah PAM. Dalam analisis tersebut akan diketahui kebijakan yang berkaitan dengan input antara lain Transfer Input TI, Koefisien Proteksi Input Nominal NPCI, dan Transfer Faktor TF. Kebijakan output ditunjukkan oleh nilai Transfer Output OT dan Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO. Kebijakan gabungan antara input dan output ditunjukkan oleh nilai Transfer Bersih TB, Keofisien Proteksi Efektif EPC, Koefisien Keuntungan PC, dan Rasio Subsisi Produsen SRP. Setelah melakukan kedua analisis tersebut, tahap selanjutnya yang dapat dilakukan adalah melakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena metode PAM hanya memberlakukan satu harga sedangkan harga yang terjadi sebenarnya sangat bervariasi. Penetapan skenario yang dilakukan adalah: 1. Pelemahan nilai mata uang rupiah Depresiasi dan penguatan nilai mata uang rupiah apresiasi sebesar 10 persen. Depresiasi dan apresiasi sebesar 10 persen ditetapkan berdasarkan kondisi bahwa fluktuasi kurs mata uang rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dollar Amerika selama 10 tahun terakhir masih berada pada kisaran 10 persen. Data nilai tukar Rupiah rata-rata terhadap Dollar Amerika pada 20 tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Penurunan dan peningkatan produksi kakao sebesar 10 persen. Skenario penurunan produksi didasarkan pada fakta bahwa produksi kakao yang dihasilkan oleh perkebunan afdeling Rajamandala mengalami penurunan setelah umur kakao lebih dari 25 tahun. Adapun peningkatan produksi adalah skenario yang mungkin terjadi ketika peremajaan tanaman dilakukan terhadap tanaman kakao yang telah habis umur ekonomisnya. Penetapan angka 10 persen adalah untuk memudahkan dalam perhitungan dan memang pada dasarnya penurunan produksi lebih dari 10 persen per tahun tidak ditoleransi oleh pihak direksi PTPN VIII. Data produksi kakao di perkebunan afdeling Rajamandala dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 2. 3. Harga kakao menurun sebesar 5 persen. Penurunan harga kakao sebesar 5 persen ditetapkan berdasarkan fakta bahwa kualitas kakao yang dihasilkan perkebunan Afdeling Rajamandala yaitu grade AB adalah berstandar internasional. Oleh karena itu, penurunan harga kemungkinannya sangat kecil terkecuali dihasilkan kakao dengan kelas mutu lebih rendah seperti Small Bean, Gruiss dan Afval yang dihargai lebih murah dengan selisih 5 persen dari harga kakao grade AB. Kakao dengan kelas mutu tersebut pernah dihasilkan oleh Perkebunan Afdeling Rajamandala beberapa waktu yang lalu dan dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu skenario yang ditetapkan dalam penurunan harga hanya sebesar 5 persen. 4. Harga kakao meningkat sebesar 15 persen. Pemotongan harga yang dilakukan konsumen dunia terhadap kakao Indonesia dapat diminimalisir atau bahkan ditiadakan. Discount harga yang mencapai 15 persen tersebut tidak lain karena konsumen dunia menyamaratakan kualitas kakao Indonesia ke dalam grade kakao unfermented padahal kakao yang berkualitaspun mampu dihasilkan oleh perkebunan kakao di Indonesia. Oleh karena itu, dengan meningkatkan kualitas kakao pemotongan harga dapat ditiadakan sehingga harga kakao Indonesia meningkat atau sama dengan tingkat harga kakao dunia. Skema kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Impor Ekspor Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Kakao Dunia : 1. Tren konsumsi kakao dunia yang semakin meningkat. 2. Pertumbuhan produksi kakao lebih kecil dibandingkan pertumbuhan konsumsi. 3. Harga kakao dunia cenderung meningkat walaupun berfluktuatif. 4. Dunia punya banyak pilihan Kondisi kakao Indonesia : 1. Masih rendahnya kualitas kakao. 2. Penerapan automatic detention pada kakao yang diekspor. 3. Lahan kakao sangat luas dan produktivitasnya masih dapat ditingkatkan. 4. Kakao yang diekspor tidak memiliki nilai tambah. Analisis keunggulan komparatif SP, DRC Analisis keunggulan kompetitif PP, PCR Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah PAM Policy Analysis Matriks Daya saing kakao dan Dampak Kebijakan Pemerintah PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala penghasil kakao berkualitas Analisis Daya saing Kakao Analisis Kebijakan Input TI, TF, NPCI Analisis Kebijakan Output TO, NPCO Analisis Kebijakan Input- Output NT, EPC, PC, SRP Analisis Sensitivitas terhadap kurs mata uang, produktivitas, harga kakao. Bargaining position Indonesia rendah, kualitas kakao rendah IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian